Persekutuan Doa Orang Muda Pembaharuan Karismatik Katolik Betesda : Bertahan Hidup untuk Orang Muda

776
Anggota PDOMPKK Betesda saat sesi pujian dalam retret di Puncak, Bogor, Jawa Barat.
[NN/Dok.Pribadi]
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Tidak melulu berdoa, PDOMPKK Betesda berusaha menjaga eksistensinya sebagai wadah penyembuhan bagi orang muda.

Malam hari di Mangga Besar, Jakarta Barat lampu-lampu gemerlap terlihat di setiap sudut. Di lokasi ini, berdiri banyak diskotik dan hotel. Namun, di tengah hingar-bingar keramaian inilah, sayup-sayup terdengar lagu-lagu pujian yang berasal dari salah satu ruangan di kompleks Gereja St Petrus dan Paulus Mangga Besar.

Setiap Kamis malam tepat pukul 19.00 WIB, Persekutuan Doa Orang Muda Pembaharuan Karismatik Katolik Betesda (PDOMPKK Betesda) tengah berdoa bersama. Terbentuk sejak tahun 1977, kelompok doa ini menjadi salah satu persekutuan doa khusus orang muda yang pertama kali muncul di Keuskupan Agung Jakarta.

Kolam Penyembuhan
Pada tahun 1993, Yohanes Yosua Stefanus Rosario, akrabnya dipanggil Anes, suatu hari memutuskan untuk mengikuti pelayanan yang ada di Paroki Mangga Besar. Pertama kali ia datang, Betesda, ia melihat tak ada semangat di sana. Suasana doa yang terbangun tidak menunjukkan jiwa anak muda yang seharusnya mereka miliki. “Kok PD anak muda gersang gini,” ingatnya.

Anes memang kerap mengikuti persekutuan doa yang berada di bawah naungan Badan Pelayanan Keuskupan Pembaharuan Karismatik Katolik Keuskupan Agung Jakarta (BPK PKK KAJ). Saat datang itu, Betesda menurutnya sedang redup, hal ini ditandai dengan sedikit umat yang datang. Tidak adanya regenerasi pun diduga membuat komunitas ini berjalan mundur.

Sebagai, kelompok doa, Betesda pernah akan dibubarkan. Karena kurangnya minat, pengurus pada saat itu lalu meminta Kepala Paroki Mangga Besar, Pastor Wono Sunaryo SJ menutup kegiatan yang sebelumnya bernama PDOMPKK Siloam ini. Namun rencana mereka pun tidak terpenuhi, Pastor Wono tidak mengizinkan. “PD ini dimiliki Tuhan Yesus, jadi Dia yang memulai dan Dia juga yang akan mencukupkan segalanya,” tutur Anes mengutip pesan Pastor Wono.

Membawa bekal dari Pastor Wono, kegiatan PDOMPKK Paroki Mangga besar ini “lahir kembali” dengan nama PDOMPKK Betesda. Pemilihan nama ini tidak sembarangan. “Betesda” berarti ‘rumah kemurahan’ atau ‘rumah anugerah’. Kolam Betesda adalah sebuah kolam air yang berada di Yerusalem yang difungsikan sebagai “kolam penyembuhan”. “Siloam dan Betesda memang memiliki arti yang sama, sepertinya tujuannya juga tidak berubah yaitu sebagai wadah penyembuhan,” jelas Anes.

Seperti namanya yang berarti tempat penyembuhan, anggota Betesda pun layaknya pasien rumah sakit, datang, terobati kemudian pergi. “Seperti fungsi Kolam Betesda, orang yang sakit loncat ke dalam, kemudian sembuh, pergi. Nanti datang yang lain lagi. Hanya yang terpanggil pelayanan yang stay disini sebagai tim,” canda Anes.

Lahir Kembali
Sejak pergantian nama, Betesda mengambil tanggal ulang tahun Pastor Wono yakni 13 Agustus menjadi hari lahir mereka. Anes menambahkan, hal ini dilakukan karena tidak adanya pencatatan serta dokumen-dokumen yang terkait untuk tanggal persis Betesda didirikan.

Tahun berganti tahun, Betesda masih mengalami pasang surut. Kemudian tahun 2009, Irena yang sekarang menjabat menjadi Koordinator Betesda, menemukan kondisi yang sama dengan Anes saat bergabung. Selain umat yang datang dibawah 10 orang, Betesda saat itu sedang memasuki krisis regenerasi. Anggota tim yang mengola hanya sekitar lima orang saja. Setahun kemudian, Irena ditunjuk sebagai anggota tim oleh Anes. “Dulu, kuasa dalam tunjuk menujuk itu besar. Asal kelihatan datang rutin tiap Kamis, kena tunjuk,” canda Irena.

Irena mengakui, mengajak orang muda untuk bergabung di komunitas seperti PD ini tidak mudah. Bagi Irena, dengan kegiatan Persekutuan Doa ini menampilkan cara berdoa yang berbeda tetapi tetap merasakan hadiratnya Tuhan. “Kalau orang makan itu seperti Perayaan ekaristi itu nasinya, PD ini lauknya. Gizi yang diterima pun lengkap,” sahutnya.

“Tahun 2010, kami mulai membuat bakti sosial (Baksos). Dari situ juga kami mulai menjaring orang-orang muda,” ujarnya. Seiring berjalannya waktu, Irena merasakan hadirnya orang-orang muda yang berdatangan. Ia semakin yakin, Tuhan akan memilih orang secara bertahap. Berbagai cara mereka lakukan seperti membuat pengumuman di gereja tiap minggu, mengadakan promosi di kelas katekumen dan mengaktikan media sosial seperti Instagram.

Kegiatan di Betesda tidak hanya persekutuan doa yang diadakan setiap Kamis. Mereka mempunyai acara besar setiap tahunnya. Acara tersebut berbentuk retret, dalam fokus Retret Luka Batin atau Retret Hidup dalam Roh Kudus.

Belajar dari Pengalaman
Tidak mau mengulang masalah yang mereka alami sebelumnya, Anes dan Iren memutar otak. Walaupun umat yang dijaring adalah anak-anak muda, tetapi dirasa orang-orang yang berada di tim pendamping sudah bukan pada masanya lagi. “Tim PD sempat didominasi oleh yang lebih tua, jadi yang muda juga agak canggung kalau ngobrol atau sharing,” ujar Irena.

Alhasil, tahun tahun 2015 Betesda mulai memberlakukan sistem kaderisasi. Caranya, setelah mengikuti retret, umat yang ikut akan diberi kuisioner yang menanyakan kesedian umat tersebut untuk melayani sebagai tim pendamping.

Kalau umat berminat, maka tim yang sudah ada akan mem-follow up. Umat yang bersedia akan diikutkan dalam program kaderisasi selama enam bulan. Selama tiga bulan pertama, setiap dua minggu sekali, mereka mengikuti sesi pemaparan materi tentang PDKK. Selanjutnya, selama tiga bulan lagi, mereka diikutkan untuk membantu dalam pelayanan.

Masa menjadi anggota tim tidak sebentar. Mereka harus memegang komitmen tersebut selama tiga tahun. Irena mengakui, di tim pendamping sendiri pasti terjadi gesekan satu individu dengan lainnya. Ini terjadi karena tidak semua panggilan untuk melayani ini sama. Untuk itu, dibuatlah pembinaan tim sebulan sekali. “Di PD ini, tidak hanya umat yang di recharge, tetapi juga tim. Kami tidak ingin anggota tim merasakan kosong kehidupan rohaninya,” tegasnya.

Perjuangan masih berlanjut, sedikit-sedikit sinar “kolam penyembuhan” yang ada di Betesda bersinar lagi. Umat yang datang sekarang paling sedikit 15 sampai 20 orang dan anggota tim mencapai 20 orang. Namun uniknya, Anes melihat bahwa justru 80% anggota tim lebih banyak yang berdomisili di luar Paroki Mangga Besar. “Ini bukti kurangnya kesadaran orang muda paroki untuk berkomunitas. Selain berharap PD ini semakin berbuah, semoga adanya kaderisasi di kalangan orang muda Paroki Mangga Besar,” pungkas Anes.

Karina Chrisyantia

HIDUP NO.30 2019, 28 Juli 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here