Capaian Hidup Sang Aktivis 66

247
Mgr Ignatius Suharyo memberikan berkat kepada jenazah.
[HIDUP/Karina Chrisyantia]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Cosmas Batubara adalah aktivis 66 yang disegani. Kontribusi untuk bangsa dan Gereja diembannya hingga akhir hayat.

Bunyi gendang dan terompet membahana di kawasan perumahaan Cidurian, Jakarta Pusat, Jumat pagi, 8/8. Tenda-tenda putih berdiri tegak. Bak, menyambut kedatangan para tamu. Mereka berbusana rapi layaknya orang datang ke pernikahan. Suasana seperti pesta. Namun, di beberapa sisi jalan terpancak bendera kuning.

Di depan rumah Jalan Cidurian nomor 3, tampak beberapa orang berbaris di teras. Mereka lalu masuk ke dalam rumah berkelir putih. Beras dan ulos mereka bawa serta. Langkah orang-orang itu terhenti begitu tiba di ruang tamu. Pemimpin upacara adat memberikan aba-aba bagi penghuni rumah untuk bersiap. Di teras belakang rumah yang sama, para pemain alat musik tradisional menanti instruksi untuk beraksi dari sang pemimpin upacara.

Putra sulung Cosmas Batubara–R.A. Cypriana Pudyati Hadiwidjana, Mangatur Batubara, bersama sang istri berada paling depan barisan. Mereka mengenakan sortali –ikat kepala berbentuk kerucut yang berasal dari kebudayaan Batak Toba– serta ulos di bahu kanan. Di belakang Mangatur ada saudara kandung beserta ipar, anakanak, serta keponakan. Mereka melangkah menuju teras, menyambut para tamu, diiringi ritmik tetabuhan gondang dan ditingkahi sayatan melodik sarune.

Alat-alat musik tradisional itu bertaluh bertaluh kian kencang. Mangatur bersama keluarga mempersilakan para tamu masuk dengan manator–tarian tradisional Sumatera Utara. Begitu musik reda, salah satu perwakilan tamu memberikan petuah dalam bahasa Batak. Mereka lalu memberikan ulos kepada para penghuni rumah dan menebar beras.

Setelah itu, beberapa orang dari arah dapur membawa potongan badan kerbau. Daging mentah itu kemudian digiring ke seluruh ruangan. Menjelang petang, seluruh rangkaian upacara adat tersebut berakhir.

Utuh, Konsisten
Didepan pintu rumah berwarna putih tadi terdapat selembar papan bertuliskan, Ulaon Saurmatua Dr. Cosmas Batubara. Salah satu pelopor gerakan mahasiswa angkatan 1966 serta mantan menteri era pemerintahan Presiden Soeharto itu wafat di RSCM Jakarta, Kamis, 8/8/2019, pukul 03.27.

Ulaon Saurmatua berarti upacara kematian. Saur memiliki arti lengkap atau sempurna. Saurmatua adalah orang meninggal yang telah beranak cucu baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan. “Dari sudut pandang umum, jika seseorang meninggal berarti berduka. Tetapi pada adat kami, Batak, kami merayakan kepenuhan seseorang sebagai manusia di dunia,” ungkap Arifin C Batubara, salah satu pemimpin upacara adat sekaligus Penasehat Komunitas Batubara se-Jabodetabek.

Arifin melanjutkan, sama seperti masyarakat lain, orang Batak juga mempunyai cita-cita atau pencapaian. Ada tiga macam cita-cita orang Batak, yakni hagabeon, artinya: mempunyai anak laki dan perempuan; Hamoraon, berarti: memiliki harta; dan hasangapon yang berarti memiliki kekuasaan. Cosmas sudah meraih semua itu selama ziarah panjangnya di dunia. “Jadi kami anggap dan kami nobatkan (Cosmas) sebagai orang yang sudah mencapai daripada tiga cita-cita tadi,” ujar Arifin.

Ulaon Saurmatua merupakan perayaan klimaks perjalanan hidup seseorang. “Puncaknya itu (kematian), jika usia sudah banyak, kayak abang ini (Cosmas) sudah 80 tahun. Lalu punya anak laki dan anak perempuan. Dari anak-anaknya itu punya cucu. Otomatis dia punya harta. Sesudah itu, dia menjadi pimpinan nasional,” jelas Arifin.

Berkat pencapaian itu, keluarga Cosmas mengundang semua handai taulan. Keluarga yang datang membawa aneka persembahan dan petuah. Nasehat tersebut memuat harapan agar seluruh anak dan keturunan Cosmas juga meraih cita-cita dalam kehidupan mereka.

Tak hanya dari perspektif adat, kualitas Cosmas juga terlihat dari keutamaan pribadinya. Pemimpin Redaksi Kompas TV, Rosiana Silalahi, menilai, Cosmas merupakan figur nan utuh sebagai seorang manusia. “Ia seorang aktivis. Tapi, dia tidak saja terlibat dalam pergerakan mahasiswa; Dia juga aktif dalam kegiatan gereja. Pak Cosmas adalah pribadi yang lengkap,” ujar Rosi.

Ia bersyukur, beberapa bulan lalu Cosmas berkenan datang ke studio Kompas TV dan menjadi narasumber dalam program yang dipandunya. “Waktu itu, Pak Cosmas sudah sakit. Bengkak pipi kanannya. Tapi, tetap meluangkan waktu untuk hadir di talkshow Rosi. Saya merasa terhormat sekali walaupun dalam kondisi sakit, Pak Cosmas tetap datang,” ungkapnya.

Gerakan Radikalisme
Maruhum Batubara, salah satu keluarga Cosmas juga memiliki kesan hampir serupa dengan Rosi. “Pak Cosmas itu memang kalau membantu orang secara tuntas,” jelasnya.

Keponakan Cosmas, Haposan Paulus Batubara juga masih mengingat pesan sang paman. “Beliau mengajarkan kepada kami, ‘apa yang bisa diberikan kepada negara berikanlah, apa yang bisa diberikan kepada gereja, berikanlah’”.

Cosmas tak hanya berkontribusi dalam banyak aspek positif. Ia juga konsisten menjalankan amanah mulia. Hal ini diungkapkan oleh Uskup Agung Jakarta sekaligus Ketua Konferensi Waligereja Indonesia, Mgr Ignatius Suharyo. Usai melayat, Mgr Suharyo mengenang, ketika Orde Lama runtuh, Cosmas yang pada masa itu masih menyandang status sebagai mahasiswa berjuang untuk membangun Negara. “Setelah perjuangan itu, almarhum lantas dipercaya sebagai menteri dalam bidang yang berkaitan dengan rakyat. Itu yang menarik perhatian saya,” ujarnya.

Bagi Mgr Suharyo, sebagai tokoh bangsa tentu perjuangan Cosmas berkat inspirasi, yakni iman. Cosmas mewujudkan imannya dalam perjuangan untuk masyarakat, bangsa, dan Gereja. “Sebelum kondisinya drop, tiga bulan lalu Cosmas dan istrinya mendatangi rumah saya. Beliau bercerita tentang mimpinya untuk bangsa. Dan menuturkan kekhawatirannya terhadap Gereja. Itu tanda seseorang yang sungguh terlibat. Dan, ia konsisten”.

Mantan Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Angelo Wake Kako, saat dihubungi melalui WhatsApp juga menuturkan hal serupa. Menurut Angelo, seniornya dalam organisasi PMKRI itu menganalisa fenomena dan perkembangan negara saat ini.

Cosmas, seperti dikutip Angelo, memperkirakan Negara akan bertarung dengan gerakan radikalisme. Gerakan itu dirasakannya kian bercokol di Indonesia dan lebih berat ketimbang angkatan dulu melawan Partai Komunis Indonesia. “Bang Cosmas berpesan agar PMKRI harus lebih siap ke depan. Terus bersama dengan kelompok mahasiswa lain untuk bersama menjaga bangsa ini”.

Sukacita Meski Sakit
Berdasarkan diagnosa dokter, Cosmas menderita kanker limfoma atau kanker kelenjar getah bening. Gering ini mulai menderanya sejak awal 2018. Cosmas sempat melakukan pengobatan hingga ke Jepang selama enam bulan. Ia lalu kembali ke Tanah Air untuk menjalani proses radiasi di RSCM.

Selama proses perawatan, Mangatur mengisahkan, sang ayah tak pernah mengeluh sedikit pun tentang gering yang bersarang di tubuhnya serta menjalani proses pengobatan yang melelahkan. “Beliau menjalani (semua secara) penuh sukacita”.

Hal serupa juga disampaikan oleh keponakan Cosmas, Rosinta Batubara. Ia menemani Cosmas kontrol ataupun berkegiatan di rumah. “Tiap malam pak tua melakukan doa bersama. Doa penyembuhan setiap jam sepuluh malam. Begitu kesehatan menurun, dokter menganjurkan tidak tidur terlalu malam. Maka, pak tua mengubah jadwal doanya menjadi jam tujuh malam.” ungkap Rosinta. Cosmas langsung gampang beradaptasi dengan perubahan itu. “Pak tua tak ada ngeluh apalagi marah,” pungkasnya.

Karina Chrisyantia
Laporan : Yola Salvia

HIDUP NO.34 2019, 25 Agustus 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here