St Marina dari Omura († 1634) : Aib, Selir, dan Pelayanan

669
Patung Marina dari Omura di Gereja Katolik Kakomachi di Omura, Jepang.
[thecatholicofjapan.org]
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Ia dinggap menjadi aib bagi Jepang karena menjadi “selir” para misionaris. Kendati begitu, iman membawanya pada kekudusan sejati.

Di Gereja Katolik Kakomachi, Omura, Nagasaki, Jepang, patung St Marina digambarkan berdiri di atas kobaran api. Salib yang ia genggam, menunjukkan imannya yang tak runtuh oleh kobaran api itu.

Marina seorang wanita Kristen yang tidak pernah takut menghadapi maut. Wajahnya selalu memancarkan sinar kasih Tuhan, bahkan tatkala menghadapi dihukum mati. Iman, pengharapan, dan kasih, menjadi kekuatan Marina sebagai manusia lemah.

Proses kemartirannya layak direnungkan tersendiri, sebab ia menderita tidak hanya oleh nyala api, melainkan juga oleh hal lain yang amat dekat di hati bangsa Asia. Ia dituduh menjadi “selir” bagi para misionaris yang menjadi buronan, memberi makanan, pakaian, tempat tidur, bahkan menunjukkan jalan untuk melarikan diri.

Simpati Marina
Marina tinggal di Omura, sebuah tempat sederhana yang bisa dijangkau hanya menggunakan kuda dari Nagasaki. Tetapi, Omura adalah pusat karya Kekristenan di Jepang. Dalam buku, Kompendium Sejarah Gereja Asia karya Wetzel Klaus disebutkan, Omura Sumitada (1563) dibaptis secara Katolik. Sumitada adalah Daimyo (pemimpin politik) Omura dan Sonogi di Provinsi Hizen (sekarang wilayah dekat Nagasaki). Dia adalah Daimyo pertama Jepang yang dibaptis. Sumitada adalah tiga generasi sebelum Marina.

Dalam perkembangannya, Marina semakin jatuh cinta pada Kekristenan. Ia bahagia merenungkan misteri salib Kristus yang menjadi dasar iman orang Kristen. Marina dikenal sebagai pribadi yang tidak pernah puas akan penjelasan iman dari para katekis di Omura. Kerapkali ia harus mencari informasi kepada misionaris, tetapi selalu tidak ada kesempatan.

Kesempatan itu datang ketika berjumpa dengan Pastor Luis Bertrand OP (kini bergelar beato), seorang misionaris dari Barcelona, Spanyol, yang berkarya di Jepang. Pastor Luis lantas menjadi pembimbing rohani bagi Marina dan bisa menjelaskan secara detail rasa penasaran Marina. Pastor Luis kemudian hari menjadi martir dengan dibakar hidup-hidup di Jepang dan dibeatifikasi pada 7 Juli 1867 oleh Paus Pius IX.

Kedekatan Marina dengan Pastor Luis membuat hatinya semakin mencintai Kristus. Marina berpikir, cinta kepada Kristus harusnya diwujudkan kepada mereka yang menderita. Contoh konkrit penderitaan itu, yang nampak di depan matanya adalah perjuangan yang dialami oleh para misionaris.

Aib
Rasa simpati Marina kepada para misionaris bukanlah sesuatu yang menjadi rahasia umum lagi. Ia secara terang-terangan mendukung aktivitas para misionaris. Ia bahkan terlibat dalam beberapa aksi penyelamatan misionaris.

Saat kapal perang Spanyol “San Filipe” singgah di Pelabuhan Pulau Shukoku, pada 26 Agustus 1596. Saat itu lantas dihancur leburkan, beberapa misionaris pun ditangkap. Saat peristiwa itu, beberapa berhasil diselamatkan Marina. Sejak peristiwa itu keluarlah kebijakan sangat ketat, penduduk asli dilarang dekat dengan misionaris.

Marina tidak ingin membuang-buang waktu untuk menciptakan rencana kabur. Bahkan, ia sudah berjanji kepada para misionaris, saat dirinya ditangkap, ia secara terang-terangan mengakui keterlibatannya.

Benar, beberapa waktu kemudian, Marina ditangkap. Ia dianggap sebagai “kriminal” dengan mewujudkan amal kasih yang berlebihan. Ia dicap sebagai pembawa “aib” bagi orang-orang Jepang. Tuduhan yang mencengangkan lagi adalah ia dianggap sebagai “selir” bagi para misionaris.

Saat di pengadilan, kejujuran Marina membuat para hakim geleng-geleng kepala. Marina membantah para hakim. Ia mengatakan soal kemurnian dirinya. Para hakim yang mendengar hal itu, lalu menjatuhkan hukuman yang sangat memalukan. Hakim mencukur habis rambut Marina dan diarak keliling kota. Hukuman bertelanjang rambut dan kaki, sebuah hukuman yang memalukan karena hanya dialami oleh seorang pezinah.

Mukjizat Air
Keteguhan hati justru membawa simpati bagi masyarakat yang menontonnya. Ia menyentuh sisi kemanusiaan mereka dengan senyum dan doanya. Bukan rasa malu yang didapatnya, justru reputasi kesalehannya bersinar semakin luas.

Sebuah cerita dalam perarakan itu. Seperti Kristus di jalan salib, Marina kehausan. Ia meminta seorang pengawal mencarikan air di balik bebatuan yang tak jauh dari tempat itu. Pengawal yang mendengar permintaan itu, tertawa dan mengatakan betapa konyolnya Marina. Tetapi Marina tetap meminta. Benar, sebuah mukjizat terjadi. Di balik bebatuan
itu tampak sebuah mata air yang jernih dan bersih. Menurut kesaksian penduduk setempat, tidak ada mata air sebelumnya. Di sana, Tuhanlah yang meletakkan mata air itu.

Usai perarakan, para hakim sadar mereka telah membuat kesalahan. Hukuman yang harusnya mendatangkan rasa malu, justru menguatkan sinar kesalehan Marina. Ia menjadi pahlawan iman bagi banyak orang yang memandangnya termasuk orang-orang pagan yang memandangnya sebagai wanita paling pemberani di Jepang.

Atas pengalaman ini, Marina lalu dijatuhi hukuman mati dengan cara dibakar hidup-hidup. Ia diikat di sebuah tiang, kemudian api dinyalahkan dengan jarak yang agak jauh agar menyiksa dengan panasnya secara perlahan. Tujuannya agar Marina secepat mungkin menjadi wanita murtad.

Api itu kemudian dimasukin jerami, tanah, daun, dan ranting kering sehingga menghasilkan asap hitam di seantero Nizhisaka, tanah eksekusi Marina. Asap hitam tebal itu meracuninya perlahan-lahan. Marina yang merasa sebentar lagi kehilangan nyawanya lalu berteriak, “Tuhan jemputlah saya dari siksa api neraka ini,” usai berkata demikian, Marina tertuduk lesuh dan meninggal.

Ia dibakar hidup-hidup di Nishizaka, tanah eksekusi bagi ratusan martir Jepang pada November 1634. Marina dan para martir menghabiskan hidupnya di tiang penderitaan bukan dengan teriakan kesengsaraan, tetapi dengan lantunan doa dan pujian. Marina menjadi wanita Jepang yang kuat dan pahlawan iman. Ia dianggap sebagai wanita yang berjuang menghapus sistim kasta yang mendiskreditkan wanita Jepang.

Marina Omura dan lima belas martir Jepang lainnya dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 18 Februari 1981 di Luneta, Filipina. Kemudian ia dikanonisasi oleh Paus yang sama di Roma, 18 Oktober 1987.

Yusti H. Wuarmanuk

HIDUP NO.35 2019, 1 September 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here