Stop Menghancurkan Bumi

139
Peserta pertemuan orang muda lintas iman peduli lingkungan di Civita Youth Camp, Tanggerang Selatan, Banten, 3/11.
[HIDUP/Yola Salvia]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Dari hari ke hari kerusakan lingkungan menjadi semakin parah. Orang muda diajak untuk berada di garis depan pelestarian lingkungan.

Gerakan Orang Muda Peduli Sampah (Gropesh) bergandeng tangan dengan Komunitas Pemerhati dan Peduli Lingkungan Hidup (Pepulih) mengadakan acara temu orang muda lintas iman peduli lingkungan di Civita Youth Camp, Tanggerang Selatan, Banten, 3/11. Kegiatan ini melibatkan peserta yang berasal dari berbagai komunitas dan agama. Acara ini mengambil tema “Bertanah Satu Berair Satu Indonesia”.

Dalam pertemuan ini terungkap, kerusakan yang sebenarnya terjadi di bumi kita setiap tahunnya kian semakin parah. Jika masyarakat terus-terusan tidak memiliki kepedulian akan lingkungan hidup, maka sebanyak 80% hutan di bumi kita akan hilang. Sebanyak 1662 hektar lahan yang bisa dijadikan lahan bercocok tanam akan berubah menjadi gurun setiap jamnya, dan 27 % terumbu karang dunia akan hancur dan akan hilang dalam 30 tahun mendatang.

Ketua Panitia kegiatan, Mikhail Gorbachev menjelaskan, kerusakan lingkungan hidup yang semakin marak, setidaknya terlihat dari banyaknya sampah plastik yang dibuang ke laut. Secara sadar maupun tak sadar, mayarakat yang membuang sampah ke lautan, telah merampas hak hidup hewan-hewan dan tumbuhan yang hidup di sana. Bahkan, lanjutnya, kebiasaan membuang sampah ini telah membawa penyakit yang akan masuk ke dalam tubuh manusia sendiri.

Khusus pencemaran laut, dalam pertemuan ini terungkap sebanyak 80 juta keping polusi plastik masuk ke lautan. Yang sungguh memilukan hati, sampah plastik secara konsisten menjadi komposisi perusak laut sebanyak 60-90 %. Istilah sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit memang tepat untuk menggambarkan sampah plastik di lautan sekarang ini.

Mikhail menjelaskan, sebenarnya ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengembalikan kondisi bumi menjadi lebih baik. Misalnya, menjadi relawan dalam sebuah gerakan bersih-bersih dunia yang dilakukan setiap tahun.

Mikhail menjelaskan, setiap orang dapat menjadikan kebersihan sebagai budaya dan harus terus dipertahankan. Budaya kebersihan dapat dilakukan dengan dua hal, yaitu meminimalkan dan memilah sampah. “Banyak yang dapat dilakukan untuk memperbaiki bumi yang tercemar ini,” ungkapnya.

Dengan memulai dari hal-hal yang kecil, seperti mengganti plastik menggunakan tas belanja, akan sangat membantu pengurangan sampah plastik yang akan merusak lingkungan.

Mikhail berharap agar masyarakat sadar bahwa di dalam lingkungan hidup ini tidak hanya ada manusia, namun juga ada hewan dan tumbuhan. “Hewan dan tumbuhan juga memiliki hak untuk hidup, maka sangat perlu untuk menjaga lingkungan hidup,” ujar Mikhail.

Belakangan ini kondisi lingkungan merupakan satu hal yang mencuri keprihatinan khusus di seluruh dunia. Bumi yang dahulu indah, kini perlahan-lahan telah dihancurkan oleh ketamakan dan keegoisan manusia. Bukan semakin membaik, pencemaran kini menjadi fenomena yang semakin memperburuk kelangsungan hidup manusia, dan makhluk hidup lainnya.

Acara yang berlangsung selama dua hari itu mendatangkan lima pembicara yang menaruh perhatian dan fokus terhadap lingkungan hidup. Mereka ialah Novrizal Tohir (Direktur Pengelolaan Sampah KLHK), Romo A. Andang Listyo Binawan, SJ (Climate Change Project Indonesia), Kerri Nabasaria Panjaitan (Pegiat Lingkungan Hidup), Agustina Iskandar (World Clean Up Day), dan Norman Lianto (Pendiri Foodbank of Indonesia).

Yola Salvia

HIDUP NO.45 2019, 10 November 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here