Pastor Winston Fernandez Cabading OP, Anggota Tim Eksorsis dan Anggota Komisi Fenomena Luar Biasa Keuskupan Agung Manila : Eksorsisme Mendekatkan Umat kepada Allah

604
Pastor Winston sedang berdialog dengan seorang peserta Konferensi Eksorsisme.
[HIDUP/Yanuari Marwanto]
3/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Eksorsisme bukan tentang setan. Fokus pelayanan ini selalu membawa orang agar dekat dengan Tuhan.

Anggota Asosiasi Eksorsis Internasional (International Association of Exorcists) ini tak pernah menyangka dan tak pernah mengajukan diri menjadi seorang imam eksorsis. Berikut nukilan kisah imam yang murah senyum ini ketika ditemui di Pontianak, Minggu, 22/9.

Bagaimana Pastor ditunjuk sebagai imam eksorsis Keuskupan Agung Manila?

Tahun 2013, ketika merayakan 25 tahun sebagai anggota Dominikan (Ordo Pengkhotbah/ Ordo Praedicatorium/OP), saya pergi ke Roma untuk menghadiri Konferensi Eksorsisme. Kehadiran saya di sana hanya untuk mengetahui, apakah yang saya ajarkan di kampus sesuai dengan yang disampaikan di sana. Jadi, saya datang ke konferensi bukan untuk menjadi seorang eksorsis. Tapi hanya sebagai dosen.

Pada September 2013, saya bertemu dengan Pastor Syquia (Jose Fransisco Syquia) dan tim di Roma. Dia mengajak saya untuk bergabung bersamanya dalam pelayanan eksorsisme. Saya terkejut dan tak berniat sama sekali. Tapi, dia (Pastor Syquia) bilang, Gereja membutuhkan eksorsis. Dia juga percaya kalau saya bisa membantunya. Pada akhirnya saya menyetujui.

Kapan pertama kali Pastor melakukan eksorsisme? Apakah ada rasa takut?

Pelayanan pertama ketika mengikuti pelatihan dari Pastor Syquia pada November 2013.

Sebelumnya, pada Oktober 2013, Uskup Agung Manila (Kardinal Luis Antonio Gokim Tagle) menunjuk saya sebagai imam eksorsis untuk membantu Pastor Syquia. Saat itu, saya masih berada di Amerika. Surat penunjukan sebagai imam eksorsis dikirim ke kampus saya di Manila. Jadi, saya tak mengetahui isi detail surat tersebut.

Pada 24 November 2013 malam, ketika masih di Amerika, saya merasa amat grogi. Tiap lima menit saya ke toilet. Itu berlangsung dari pukul 22.00 sampai 04.00. Pagi hari keluhan tersebut berhenti. Saya langsung pergi ke dokter. Ternyata, dokter tak menemukan masalah apa pun.

Saya bergegas kembali ke Manila pada hari itu. Tiba di sana, saya mendapatkan surat penunjukan dari Uskup Agung Manila. Saya membaca surat tersebut. Ternyata, pada tanggal surat penunjukan saya sebagai imam eksorsis, pada tanggal itu pula saya mengalami “buang-buang air” di Amerika.

Kedua, saat masih training, pada malam hari, kami melayani eksorsisme di sebuah paroki di Manila. Tim menyuruh saya untuk berbicara kepada korban. Saat itu, korban belum kerasukan setan. Ketika kami (saya dan korban) mulai berbicara. Dia mulai ngomong kapan dan di mana dia lahir. Dia juga mendeskripsikan rumahnya.

Saya terdiam. Sebab, apa yang dia ceritakan persis seperti tempat tinggal saya. Semua sama. Ada satu lokasi yang dia ceritakan merupakan tempat saya biasa bermain. Kakek buyut saya sangat marah bila mengetahui saya bermain di sana. Katanya, ada roh (jahat) di tempat itu.

Setelah melakukan eksorsisme, korban hendak pulang. Dia mengajak saya ke sebuah peternakan. Dia berkata kepada suaminya, bahwa saya tinggal di sana. Tapi, saya tak pernah cerita di mana saya tinggal. Ketika saya menceritakan kejadian itu kepada imam eksorsis, imam itu mengatakan, “Winston, ketika kamu berbicara dengannya, dia sudah kerasukan. Dia bercerita kepadamu dan sebenarnya pada saat itu juga setan mengatakan kepadamu. Dia tahu di mana kamu tinggal.” Itu adalah salah satu karakteristik orang kerasukan setan.

Dari situ, setan ingin mengatakan kepada saya: kalau dia mengetahui tentang saya, di mana saya tinggal, dan waspadalah. Saya pergi ke Sakramen Maha Kudus. Saya berdoa dan meminta pertolong kepada Tuhan agar melindungi keluarga saya.

Apakah ada pengalaman paling Pastor ingat selama melakukan eksorsisme?

Pastor Syquia selalu menemani saya saat pelayanan eksorsisme. Tapi, ada satu kasus dia tak bersama kami. Kepada tim, dia mengatakan, saya bisa menangani kasus tersebut. Kasus ini dialami oleh seorang pebisnis terkait dengan hubungan seksual. Selama dia kerasukan seperti tak ada reaksi apa pun. Sampai suatu ketika, dia meminta saya untuk berhenti berdoa karena hendak ke toilet.

Begitu saya berhenti berdoa, orang itu tertawa. Tim meminta saya untuk terus berdoa. Setan mempermainkan kami. Ketika saya lanjut berdoa, setan sangat marah. Dia mengatakan demikian, “Berani-beraninya kalian mengeluarkan kami. Kalian berada di bawah kuasa kami selama ini. Kalian menikmati kehadiran kami. Dan kami tahu dosa-dosa kalian.”

Saya melanjutkan doa dengan menggunakan buku ritual. Setan itu tertawa, mengikik, dan mencela. Saya mengeraskan suara agar tak mendengarkan perkataan setan. Ternyata, dia juga meninggikan suaranya. Setan selalu berkata, “Saya tahu dosa-dosa kalian.”Dan “Ingatlah.” Dia lalu menyebut tanggal dan tertawa.

Sebenarnya, setan tak tahu dosa saya. Dan saya juga tak melakukan dosa seperti yang dikatakannya. Rupanya, dia hanya mencoba untuk mengekstrak pikiran untuk mengambil informasi dan mengetahui reaksi saya. Saya analogikan seperti pemancing. Dia memasang dan melempar umpan ke dalam air. Terserah ikan mau mengambil umpan itu atau tidak.

Setan menuduh dan mengintimidasi saya karena saya telah mengetahui namanya: Asmodeus. Nama setan itu terdapat dalam Kitab Tobit. Dia sering dilambangkan sebagai setan nafsu dan agresif.

Saya jadi khawatir, takut, malu, dan tak tahu harus berbuat apa. Saya memandang Sakramen Maha Kudus. Saya meminta bantuan kepada Yesus. Saya juga meminta pertolongan kepada Bunda Maria dari Fatima. Saya berkeringat. Tubuh saya menjadi dingin seketika. Setan itu terus nyerocos. Tiba-tiba dengan keberanian, saya mengatakan, “Dalam nama Yesus, diamlah!” Setan itu langsung tak berkata-kata lagi. Saya pun takjub. “Wow… it’s work.” Itulah pengalaman yang sangat saya ingat.

Apa itu eksorsisme?
Menurut Gereja Katolik eksorsisme adalah mengeluarkan setan, entah itu (yang merasuki) manusia, binatang, maupun benda. Sayangnya, eksorsisme selalu dihubungkan dengan film. Itulah mengapa para pastor berpikir eksorsisme mirip seperti di film. Dan itu yang membuat mereka takut.

Eksorsisme itu tak menakutkan. Sebab eksorsisme adalah warta Kabar Gembira bahwa Allah merajai semua makhluk yang kelihatan maupun tak kelihatan. Itulah tujuan pelayanan eksorsisme. Eksorsisme bukan tentang setan. Namun, mengenai seseorang yang berada di bawah pengaruh setan. Kita harus membantu orang tersebut untuk dibawa kepada Yesus. Itu fokusnya: membawa orang agar dekat dengan Tuhan, bukan dengan setan.

Ada orang mengaku punya karunia, seperti penyembuhan dan sebagainya. Bagaimana untuk mengetahui kelebihan itu berasal dari Tuhan dan bukan dari setan?

Tergantung pada tujuan, apakah itu untuk “membangun” Gereja? Orang yang memiliki kemampuan seperti itu juga harus selalu bertanya kepada dirinya, dari mana dia mendapatkan kemampuan itu? Tak menutup kemungkinan dia mewarisi itu dari nenek moyang. Ketika mengikuti pembaruan karismatik lalu mulai mengobati orang, dia merasa itu berkat dari Tuhan tapi sebenarnya dari roh nenek woyang.

Kita juga harus bisa melihat lebih jelas dampak bagi orang tersebut dan orang lain. Kalau (kemampuan) itu menyebabkan kesombongan, keserakahan, atau hal-hal negatif lain bagi dirinya maupun sesama, itu bukan hal yang bagus, itu kepalsuan. Karena setan dapat memalsukan apa yang datang dari Tuhan.

Apakah di lembaga pendidikan Pastor topik tentang demonologi, angelologi, dan eksorsisme merupakan mata kuliah khusus atau bagian dari mata kuliah tertentu?

Tak ada mata kuliah khusus tentang itu. Ilmu itu sebagai pelengkap untuk pendidikan dan pastoral calon imam. Mengapa tak ada subyek khusus tentang ilmu tersebut? Sebab, pelajaran ini belum populer. Para dosen (di sekolah tinggi filsafat dan teologi) mengajarkan setan baru pada hal-hal teoritis, tak ada praktek.

Mata kuliah yang kami ajarkan kepada para mahasiswa lebih kepada soal Moral, Liturgi, Eksegese Kitab Suci, Hukum Kanon. Kemudian, kami menyisipkan tentang eksorsisme, demonologi, dan angelologi di mata kuliah-mata kuliah tadi. Jadi, sekali lagi, ilmu-ilmu tersebut berada dalam mata kuliah besar tadi.

Minimnya informasi tentang topik tersebut tak heran jika masih ada imam yang mungkin tak mengetahui buku-buku doa yang digunakan oleh Gereja untuk eksorsisme. Sebab, soal tersebut di sejumlah perguruan tinggi tak pernah diajarkan kepada para calon imam. Boleh jadi, mereka paham soal Teologi, Hukum Kanon, Filsafat, dan ilmu sains lain, tapi tentang setan, mereka buta. Itulah mengapa ada imam yang takut pada pelayanan ini karena mereka tak tahu apa yang harus mereka lakukan.

Apa harapan Pastor terkait pelayanan eksorsisme ini?

Indonesia punya banyak sekali budaya. Umat Katolik merupakan komunitas kecil di sini. Saya lihat, ketika sudah menjadi Katolik, di sini masih melakukan ritual Pagan. Ini menyebabkan permasalahan spiritual di umat. Ini saya lihat dan rasakan selama konferensi.

Saya juga prihatin, tak banyak imam yang datang dalam konferensi ini. Justru banyak awam yang datang. Dari situ, saya merasa, banyak awam yang ingin mengetahui soal ini, memiliki masalah, dan memohon bantuan. Bagaimana menolong umat? Sementara baru sedikit imam yang merespons kebutuhan mereka.

Saya berharap, konferensi eksorsisme ini dapat menjadi masukan bagi para uskup dan para imam (di Indonesia) untuk membantu umat yang memiliki masalah tersebut. Pelayanan seperti ini tak bisa dilakukan seorang diri. Butuh dan bersama tim. Sebab, serangan spiritual sangat rumit, komplek, dan butuh waktu tak sebentar. Sebab, sebelum sampai ke puncak ritual, kita harus lebih dulu mengurai untuk mengindentifikasi kehidupan mereka yang dimanfaatkan oleh setan. Dan satu ritual takkan pernah cukup. Jika tak punya tim pelayanan eksorsisme, siapa yang akan membantu umat?

Yanuari Marwanto/Ata Piero (Pontianak)

HIDUP NO.40 2019, 6 Oktober 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here