Pertanda Tanggal yang Salah

396
Mgr. Martinus Dogma Situmorang, OFMCap, memimpin Misa peresmian kolumbarium yang dibangun Keuskupan Padang, 2/11. Misa ini menjadi yang terakhir ia rayakan di wilayah keuskupan yang ia pimpin; jenazahnya pun disemayamkan di sini.
[Dok. Komsos Keuskupan Padang]
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Sebelum kepergiannya, Mgr. Martinus Dogma Situmorang, OFMCap, Keuskupan Padang sebenarnya sudah merencanakan Musyawarah Pastoral. Namun “musyawarah”ini tetap berlangsung, untuk melepas sang uskup tercinta.

Tak hanya sekali, Pastor Alex Suwandi mengingatkan tanggal berlangsungnya Musyawarah Pastoral (Muspas) Keuskupan Padang, Sumatera Barat, kepada Uskup Padang, Mgr. Martinus Dogma Situmorang, OFMCap. Pasalnya, sang uskup mengingat, bahwa Muspas akan berlangsung 19-22 November 2019. Padahal, sebagai ketua Steering Committee Muspas akan berlangsung dari 18 sampai 22 November, beda sehari dengan yang diingat Mgr. Situmorang. Termasuk untuk Surat Gembala yang disiapkan untuk Muspas ini, Mgr. Situmorang pun masih menuliskannya tanggal 19-22/11. Tak ada prasangka apa-apa yang dirasakan Pastor Alex saat itu. Rencananya, dalam Muspas yang diadakan di Padang, Sumatera Barat ini akan datang seluruh imam dan perwakilan umat dari seluruh keuskupan yang tersebar di tiga provinsi, Sumatera Barat, Jambi, dan Riau.

Namun yang terjadi setelah beberapa kali “kesalahan tanggal” itu, boleh jadi akan terus diingat Pastor Alex. Saat baru dua hari mengikuti Sidang Tahunan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) di Bandung, Jawa Barat, Mgr. Situmorang dilarikan ke Rumah Sakit Borromeus, Bandung, 5/11. Setelah dirawat selama beberapa hari, ia dipanggil Tuhan pada 19 November 2019 lalu, tepat di tanggal di mana ia beberapa kali salah mengira menjadi awal dimulainya Muspas. Kemudian, ia dimakamkan di sebuah kelumbarium yang baru saja selesai dibangun Keuskupan Padang pada 22 November tanggal di mana seharusnya Muspas berakhir.

Muspas Umat
Mengetahui bahwa uskupnya sakit, Pastor Alex pun sempat menengoknya di Bandung. Meski tak bisa berkata apa-apa, Mgr. Situmorang terlihat gembira dikunjungi wakilnya sebagai Uskup Padang itu. Lantaran sang uskup sedang sakit, bersama imam lain di keuskupan, akhirnya diputuskan untuk menunda Muspas.

Namun, Pastor Alex merefleksikan, Muspas sebenarnya tidak benar-benar tertunda. Di tanggal-tanggal yang sebelumnya direncanakan untuk Muspas, imam-imam, biarawan, biarawati, dan umat dari berbagai paroki di Keuskupan Padang “bermuspas”. “Jadi seluruh acara Muspas terbentuk lain dengan peristiwa ini. Inilah penyelenggaraan Ilahi,” ujar Pastor Alex kepada HIDUP.

Bagi Pastor Alex, Mgr. Situmorang adalah sosok yang cerdas. Mgr. Situmorang memiliki bakat untuk belajar bahasa. Pastor Alex mencontohkan, uskupnya itu sudah bisa bahasa Mentawai, hanya beberapa bulan setelah ia mulai mempelajarinya. “Beliau orang yang pintar, cerdas, saleh, dan pendoa. Ia pintar mengungkapkan pendapat dengan tajam. Ia ingat nama-nama umat,” ujarnya.

Cukup lama juga Pastor Alex tinggal satu komunitas bersama Mgr. Situmorang. Selama kebersamaan ini, ia mengenal uskupnya sebagai pribadi yang hangat. Ia juga mengenal Mgr. Situmorang yang tidak suka menceritakan penyakitnya. Mgr. Situmorang tidak mau karya pastoralnya terhalang karena sakitnya. “Beliau sebagai orang yang mudah bergaul, suka salaman dengan umat, ingat nama-nama umat,” ujar Pastor Alex.

Abang yang Hangat
Kalaupun ada tanda-tanda yang terlihat, bahwa Mgr. Situmorang telah mendekati saat-saat terakhirnya, hal itu karena sudah beberapa lama, ia memiliki masalah dengan kesehatannya. Suatu hari, Pastor Guido Situmorang, OFMCap menanyakan kondisi kesehatan Mgr. Situmorang yang juga abang kandungnya itu. “Kesehatan saya relatif baik,” ujar Pastor Guido mengingat pesan singkat yang pernah ia terima.

Saat membaca pesan itu, Pastor Guido maklum, kondisi abangnya sebenarnya tidak baik. Ia mengingat, abangnya itu memang tidak mau orang lain kawatir pada kesehatannya. Mgr. Situmorang tidak pernah mengeluh akan kondisi kesehatannya. Saat akhirnya dirawat di ICU RS Borromeus, Pastor Guido bersyukur masih bisa bertemu dengan abangnya. Ia pun sempat merayakan Ekaristi di kapel rumah sakit bersama dengan keluarga untuk mendoakan sang abang. “Ketika Beliau di ICU, doa saya ialah mohon sambil bersyukur kepada Tuhan atas dirinya. Isi dari permohonan yakni kesabaran, daya tahan, dan hati serta pikiran yang damai,” ujarnya.

Sebagai adik dan sama-sama sebagai anggota Ordo Kapusin (Ordo Fratrum Minorum Capuccinorum/OFMCap), tentu apabila bertemu dengan sang abang, obrolan keduanya tidak hanya soal keluarga. Dalam banyak kesempatan, mereka juga berdiskusi tentang Gereja dan ordo. Pastor Guido mengakui, abangnyalah salah satu yang mempengaruhi sehingga akhirnya ia memilih masuk seminari dan juga memilih masuk Kapusin. Usia keduanya berbeda tujuh tahun. Itu sebabnya, keduanya tidak pernah mengalami sama-sama sebagai formandi dalam Ordo Kapusin. Namun, saat Pastor Guido menjalani pendidikan filsafat dan teologi di Pematang Siantar, Sumatera Utara, saat itu abangnya menjadi rektor Seminari Tinggi Kapusin Jalan Medan, Pematang Siantar.

Pastor Guido mengingat, abangnya selalu yang pertama kali memiliki inisiatif untuk menyapa terlebih dahulu. Ia mengingat saat pernah pergi berdua, saat ia membaca buku dalam perjalanan, sang abang justru meluangkan waktu untuk menulis pesan di atas beberapa lembar kartu pos untuk dikirim ke kenalan-kenalannya. “Action kecil itu menggambarkan kepada saya tentang siapa saya dan siapa dia,” ujar wakil Provinsial OFMCap Provinsi Medan ini.

Mgr. Situmorang memang dikenal sebagai pribadi yang mengenal dan mengingat setiap orang yang pernah ia jumpai. Pastor Guido mengakui kelebihan abangnya itu sebagai pribadi yang hangat. Ia bersyukur atas anugerah Mgr. Situmorang bagi keluarganya.

Ordo Kapusin bisa dikatakan sebagai keluarga kedua bagi Mgr. Situmorang, setelah keluarga besar Situmorang di Palipi, Samosir, Sumatera Utara. Ordo Kapusin tentu ikut merasa kehilangan atas kepergian Mgr. Situmorang. Pastor Selestinus Manalu OFMCap mengungkapkan, Mgr Situmorang memilih menjalani panggilannya sebagai calon imam, imam, dan akhirnya dipercaya sebagai Uskup Padang. Atas semua yang baik dan luar biasa dalam hidup Mgr. Situmorang, kini telah berbuah menjadi berkat bagi banyak orang. “Gembala kita ini mengajarkan apa yang ia imani dan mengimani apa yang dia ajarkan dengan totalitas yang sangat tinggi,” ujar Pastor Selentinus.

Mgr. Situmorang, bagi keluarga, tidak saja baik, tetapi amat sangat baik. Mangadar Situmorang mengingat, abangnya itu peduli kepada setiap anggota keluarganya satu per satu. Rektor Universitas Katolik Parahyangan Bandung ini, meyakini, Mgr. Situmorang selalu mengingat keluarganya satu per satu di dalam doanya. “Kami ingin menyampaikan rasa syukur kami, sungguh rasa syukur kepada Tuhan karena Tuhan berkenan menghadirkan Mgr Martinus di tengah keluarga,” ujarnya.

Antonius E. Sugiyanto (Padang)

HIDUP NO.48 2019, 1 Desember 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here