Pasal Kerahasiaan Kepausan Dihapus

35
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Paus Fransiskus telah menghapuskan kerahasiaan kepausan untuk kasus-kasus pelecehan seksual para imam.

Paus Fransiskus secara tegas telah menyatakan
bahwa rahasia kepausan tidak akan berlaku dalam kasus tuduhan dan persidangan yang melibatkan pelecehan anak di bawah umur dan kepemilikan
pornografi oleh para anggota klerus. Keputusan yang disampaikan pada hari Selasa ini membuat kerjasama dengan otoritas sipil menjadi landasan
tidak hanya dari praktik Gereja, tetapi juga hukum Gereja. Walaupun demikian, rahasia kepausan tetap berlaku atas hal-hal lain, tetapi tidak pada tingkat kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur dan pelanggaran terkait.

Melalui instruksi yang diterbitkan pada tanggal 17 Desember, “Tentang Kerahasiaan Proses Hukum”,
ada dua perubahan lagi yakni menentukan perolehan atau kepemilikan materi pornografi yang mengeksploitasi subyek di bawah usia 18 tahun sebagai kejahatan berat bagi klerus dari berbagai tingkatan. Perubahan itu mungkin lebih lama daripada yang diinginkan pengamat dan pendukungnya, tetapi langkah ini adalah bentuk pemenuhan janji. Selanjutnya, memperkenalkan
kemungkinan bagi orang awam yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai pengacara dalam proses kanonik di hadapan pengadilan sipil di mana dakwaan kriminal yang berat diadili.

Dari ketiga perubahan itu, penghapusan rahasia kepausan dari kasus kejahatan seksual yang melibatkan anak di bawah umur pasti akan menghasilkan diskusi terbanyak. Direktur editorial Vatican News, Andrea Tornielli memuji perubahan
ini sebagai tanda keterbukaan, transparansi, dan kesediaan untuk berkolaborasi dengan otoritas sipil. Berita ini tentu mendapat sambutan hangat
dari para korban dan advokasi mereka yang sudah lama mengalami penundaan kasus. Umat Katolik Irlandia dan pengacara Marie Collins memuji perkembangan ini sebagai berita bagus. Ia mencatat Komisi Kepausan untuk Perlindungan Anak-anak telah menyerukan perubahan selama masa jabatan pertama mereka yang dimulai pada tahun 2014. “Akhirnya, ada perubahan nyata dan positif,” ujar Marie.

Anne Barrett Doyle dari BishopAccounability.org pun setuju. Ia mengatakan langkah ini adalah sikap bijak yang strategis untuk diambil Paus Fransiskus dalam iklim saat ini. “Jaksa penuntut tidak hanya melihat para imam yang melakukan pelecehan, tetapi para uskup yang menutupi kejahatan mereka,” katanya. “Masyarakat sipil tidak akan lagi mentolerirnya. Ini adalah langkah yang harus ia lakukan dengan kekuatan akuntabilitas baru di dunia sekuler,” ujarnya.

Penyelidik kejahatan seksual terkemuka Gereja dan arsitek utama reformasi besar Paus Benediktus XVI untuk hukum pidana dan prosedural, Uskup Agung Malta, Mgr. Charles Scicluna mengatakan kepada Vatikan News, 17/12, pertanyaan tentang transparansi sekarang
sedang dilaksanakan di tingkat tertinggi. Ia menambahkan, jika mereka yang mendengar berita ini berharap selubung keheningan yang besar akan
segera terangkat, tetapi, penghapusan rahasia kepausan tidak menciptakan atau mengumumkan kondisi untuk informasi yang bebas untuk semua, atau hal seperti itu.

Selain itu, Sekretaris Dewan Kepausan untuk Penafsiran Teks Legislatif, Mgr. Juan Ignacio Arrieta menekankan dan mengemukakan alasan
mengapa perkembangan baru ini tidak ada hubungannya dengan meterai pengakuan dosa. “Instruksi ini,” Uskup Agung Arrieta menulis, “tidak memiliki tabrakan dengan kewajiban mutlak untuk mengamati meterai sakramental, yang merupakan
kewajiban yang dikenakan pada imam dengan alasan posisi yang ia duduki dalam administrasi sakramen pengakuan dosa dan dari peniten.

Pada dasarnya, perubahan undang-undang ini menurunkan tingkat kerahasiaan di mana penyelidikan dan pengadilan Gereja dilakukan dari tingkat kerahasiaan yang paling tinggi ke tingkat normal. “Dokumen-dokumen dalam persidangan
pidana bukan domain publik, tetapi tersedia diberikan kepada pihak berwenang, atau orang-orang yang berkepentingan, dan pihak berwenang yang memiliki yurisdiksi hukum atas masalah ini,” tegas Mgr. Scicluna.

Felicia Permata Hanggu

HIDUP NO.01 2020, 5 Januari 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here