Meninggal seperti Kristus

363
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Dalam misa arwah yang memakai Doa Syukur Agung II, ada tambahan doa khusus berikut ini, “Dia telah meninggal seperti Kristus, maka perkenankanlah…” Kalau misalkan yang didoakan itu orang yang selama hidupnya jauh dari ajaran Kristus, hal ini bukankah memberi kesan menyepelekan Kristus? Apakah sebaiknya rumusannya diganti? Bagaimana menurut Pastor?

Albertine, Samarinda, Kalimantan Timur

Mendoakan arwah dalam Perayaan Ekaristi adalah ungkapan iman akan daya rahmat kurban Kristus. Tuhan yang mempersembahkan diri secara berdarah di salib untuk keselamatan kita, kini bertindak dalam kurban yang sama secara tak berdarah di altar.

Sebagaimana disalib, Tuhan menganugerahkan rahmat dan karunia pertobatan, dan mengampuni dosa-dosa secara berlimpah, bahkan dosa yang sangat besar. Karena itu sesuai tradisi Gereja, Ekaristi dipersembahkan bukan hanya untuk orang hidup, tetapi juga untuk orang yang sudah meninggal, yang belum sepenuhnya disucikan (DH 1743). Doa ini terdapat dalam bagian permohonan Doa Syukur Agung (DSA), di mana Gereja nampak sebagai persekutuan tiga kategori: persekutuan orang yang hidup (Gereja bersama uskup), dan kategori orang yang meninggal dan persekutuan para kudus (Santa Maria dan para kudus lainnya).

Rumusan “telah meninggal seperti Kristus” dalam DSA II, juga berkaitan dengan persekutuan tubuh Kristus ini, yang menjadi buah kurban Kristus. Ini mengingatkan kita pada pembaptisan, di mana, kita melalui perlambangan air baptis, turut mati dan bangkit bersama dengan Kristus. Dalam teks-teks bahasa lain, kita melihatnya agak lebih jelas, seperti contoh di bawah ini: “Grant that he (she) who was united with your Son in a death like his, may also be one with Him in His resurrection” ‘Berilah agar dia yang telah dipersatukan dengan putera-Mu dalam kematian seperti (kematian)-Nya juga menjadi satu dengan Dia dalam kebangkitan-Nya’ (bahasa Inggris). Sedangkan dalam bahasa Jerman: “Erbarmedichunseres Bruders…., den du ausdieser Welt zudirgerufen hast. Durch die Taufegehörter Christus an, ihmistergleichgewordenim Tod: lass ihnmit Christuszum Lebenauferstehen”. ‘Kasihanilah saudara kami, yang telah Engkau panggil. Melalui pembaptisan dia menjadi milik Kristus, dia telah menjadi sama dengan Dia dalam kematian, semoga dia bangkit bersama Kristus dalam kehidupan’.

Terjemahan Indonesia tak menyebut pembaptisan, tetapi maknanya sama. Kita mendoakan arwah, yang dalam pembaptisannya sudah meninggal seperti Kristus, dan telah dimeteraikan menjadi milik Kristus. Terlepas dari bagaimana hidup mereka sesudahnya, Gereja memohon agar mereka ini juga dibangkitkan, dan hidup kekal bersama para kudus dalam kemuliaan Tuhan.

Doa ini pastilah tidak menyepelekan Kristus, malahan justru menekankan iman akan buah salib Kristus. Seperti Kristus dulu merentangkan tangan bagi penolak-penolak-Nya, kini Ia juga merengkuh mereka yang jauh dari-Nya. Kita percaya kata-kata konsekrasi: “Inilah darah-Ku, darah perjanjian baru yang ditumpahkan bagi semua orang”. Kata-kata-Nya itu sunguh-sungguh tepat sehingga kita boleh berharap, rahmat itu juga menjangkau semua jiwa, bahkan yang semasa hidupnya masih jauh dari Dia.

Di sisi lain, tanggung jawab manusia tak boleh disepelekan juga. Rahmat Kristus yang sangat istimewa selalu menuntut tanggung jawab. Mereka yang menjadi milik Kristus harus hidup juga di dalam Kristus. Namun kita tidak bisa mengandalkan jasa-jasa kita sendiri, melainkan harus berharap pada buah kurban salib Kristus. Itulah doa kita, tetapi terutama itulah doa Gereja sebagai persekutuan Tubuh Kristus.

Gregorius Hertanto MSC

HIDUP NO.47 2019, 24 November 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here