Stasi Santo Michael Labuan, Paroki St. Maria Tak Bernoda Rangkasbitung, Keuskupan Bogor : Gereja di Ujung Barat Jawa

467
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Tsunami mungkin pernah menelan sukacita mereka, tetapi kekuatan iman, harapan, dan kasihlah yang membuat mereka bertahan.

Sebuah mobil meluncur menembus pekatnya malam menuju Stasi Santo Michael Labuan, St. Maria Tak Bernoda Rangkasbitung, Keuskupan Bogor. Romo Andreas Arie Susanto ada di dalam mobil itu bersama rombongan orang muda Katolik (OMK) Keuskupan Bogor yang datang dari Stasi Maja, Paroki Cibubur, dan Paroki Rangkasbitung.

Praktisnya, Stasi Labuan terletak di pesisir barat Pulau Jawa. Perlu waktu sekitar lima jam lebih untuk sampai ke wilayah administratif Kabupaten
Pandeglang ini dari Stasi Ignasius Cikotok. Sepanjang jalan menuju stasi, benak Romo Arie, sapaan akrabnya, dipenuhi dengan peristiwa mencengangkan setahun lalu. Saat itu, tsunami dan banjir mendatangi wilayah yang dekat dengan bibir pantai, seperti Pantai Carita, Pulau Umang,
Tanjung Lesung, dan Ujung Kulon. Kali ini tsunami disebabkan oleh longsor bawah laut akibat aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau. Sebagian rumah umat hampir ludes terbawa arus. Semua harta benda mereka hilang.

Sebelum tsunami datang, banjir mendahului menggenangi area Sekolah Mardi Yuana Labuan – tempat sementara untuk beribadah karena belum memiliki gereja sendiri. Umat dengan antusias sudah mempersiapkan perayaan Natal termasuk kandang Natal. Namun tepat tanggal 24 Desember 2018, tsunami datang menghempas sukacita itu. Umat yang bisa menyelamatkan diri, bergegas mengungsi ke area yang lebih aman. Tak ada Misa
Natal di tahun itu.

Walaupun setahun telah berlalu, peristiwa itu masih segar dalam ingatan umat. Termasuk dalam benak seorang anak laki-laki keturunan Tionghoa. Bocah bertubuh gempal itu masih saja takut ketika mendengar bunyi guntur dan hujan
deras yang mengingatkannya akan kejadian traumatis itu.

Pasca kejadian itu, Uskup Bogor, Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM mengunjungi umat saat Natal 2019 yang lalu. Kedatangannya untuk merayakan
Natal bersama umat Stasi Labuan yang bertepatan dengan peringatan satu tahun tsunami di Pandeglang menjadi pelipur lara tersendiri. “Kedatangan Uskup saat Natal menjadi sukacita untuk mereka dan juga untuk saya. Menarik untuk saya, walaudilanda begitu banyak kesusahan mereka tetap berusaha merayakan imannya dalam
perayaan Ekaristi,” ungkap Romo Arie.

Kunjungan itu pun menjadi mercusuar sukacita bagi umat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ketua Stasi Labuan, Ignasius Antho Sabar Darma Mukti, “Kunjungan Bapa Uskup kemarin masih menjadi sumber sukacita kami hingga saat ini.”

Berawal dari didirikannya SD Mardi Yuana pada tahun 1959 dengan jumlah umat yang hanya dua hingga empat orang saja, sampai saat ini, umat stasi ini mampu berkembang menjadi sekitar 100 jiwa. Ini pun belum semua terdaftar. Perkembangan demikian membuat stasi mendapatkan pelayanan permanen yakni diadakan Misa sebulan sekali setiap Minggu ketiga. Misa
masih menempati ruangan kelas SD hingga saat ini. Jika tidak ada Misa, umat bersama prodiakon akan mengadakan ibadat rutin setiap hari Minggu.

Meskipun berasal dari berbagai suku seperti Sunda, Jawa, Batak, Flores, Manado, dan Tionghoa, mereka terus bahu membahu membangun semangat menggereja walaupun tanpa bangunan fisik gereja. Mereka tak jemu-jemu memberikan diri agar iman mereka terus terawat di tengah trauma bencana yang pernah bersarang di hati mereka.

Felicia Permata Hanggu (Labuan)

HIDUP NO.06 2020, 9 Februari 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here