Stasi Santo Ignasius Cikotok Paroki St. Maria Tak Bernoda : Bertahan dalam Kesahajaan

538
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Kendatipun hanya dirawat oleh para lansia, stasi ini terus berusaha menjaga api iman di dalam kesederhanaan.

Kapel St. Josef berdiri tegak di tengah kesunyian rumah warga. Tak ada semarak kerlap-kerlip lampu warna-warni Natal. Hanya pepohonan rimbun ditemani beberapa bunga yang mekar. Suara tuts piano pun tak terdengar. Gemerisik angin dan rintik-rintik hujan lah yang menjadi penyemarak melodi menyambut malam Natal. Suasana demikian seolah menggambarkan kondisi saat Sang Sabda lahir ke dunia dari rahim Perawan Maria di Betlehem. Hening.

Tak kurang dari setengah jam, ruang Gereja masih terlihat kosong dari dekorasi khas Natal. Kandang Natal pun belum terpajang. Melihat situasi demikian, rombongan orang muda Katolik (OMK) Keuskupan Bogor yang datang dari Stasi Maja, Paroki Cibubur, dan Paroki Rangkasbitung langsung mempersiapkan gereja agar layak menjadi tempat Misa Malam Natal. Lampu yang rusak diganti. Lantai yang berdebu disapu. Kandang Natal dengan dekorasi seadanya dibuat. Peralatan liturgi dipersiapkan. Maklum, sejak PT.
Aneka Tambang (Antam) di Kecamatan Cibeber, Lebak, Banten, Jawa Barat tidak beroperasi lagi, umat Katolik di stasi ini menyusut. Tersisa hanya sekitar lima umat usia lanjut yang masih setia.

Stasi dibawah asuhan Paroki Rangkasbitung ini mendapat pelayanan Misa Malam Natal bersama Romo Andreas Arie Susanto. “Kesederhanaan menjadi tanda otentik untuk mengenang kembali kelahiran Kristus di bumi. Natal tak harus dirayakan dalam gemerlap indah dekorasi, namun justru dalam kesahajaan, Natal memancarkan makna sesungguhnya,” tutur Romo Rekan Paroki
Rangkasbitung ini.

Salah satu umat lansia, Maria Aminah (75) mengaku sangat bersukacita karena dapat dikunjungi romo saat Malam Natal. “Kunjungan romo adalah hadiah Natal terindah bagi kami,” ujar lansia yang sudah berada di Cikotok sejak tahun 1962 ini.

Aminah berkisah, adanya umat Katolik di Cikotok berawal dari permintaan tenaga kerja dari perusahaan tambang emas, yang pada waktu itu bernama Perusahaan Pembangunan Pertambangan NV. Kebetulan, saat itu pemimpin
perusahaan adalah seorang Katolik. Ia meminta Uskup Bogor kala itu, Mgr. Nicholas Joannes Cornelius Geise, OFM. Kemudian Mgr. Geise lalu memberikan informasi tersebut kepada Uskup Agung Semarang dan hampir seluruh paroki di Jawa Tengah mendapatkan kabar itu. Alhasil, pada akhir tahun 1957 umat Katolik sebanyak 50 orang datang dari Klaten, Boro, dan Bantul. Mereka datang untuk bekerja.

Meningkatnya permintaan akan pelayanan rohani
Katolik di Cikotok, maka pembangunan kapel dimulai. Kapel Santo Josef dibangun pada tahun 1967 dengan swadaya umat Katolik Cikotok dan
sumbangan lahan dari PT. Antam serta Dinas Kehutanan. Kapel itu pun selesai dibangun pada tahun 1969 dan diberkati oleh Mgr. Geise, OFM. Aminah pun mengenang bagaimana ramainya suasana umat saat itu. “Dahulu kami banyak
melakukan kegiatan dengan bantuan imam dari Sukabumi. Saya masih ingat bahkan umat berjubel sampai harus duduk di luar kapel saat Misa.”

Aminah menceritakan, sekarang tinggal generasi tua yang tinggal di stasi ini. Sebagian besar umat Katolik telah merantau keluar atau kembali ke kampung halaman. Aminah juga menyampaikan mimpinya yang sederhana yakni agar Paroki
Rangkasbitung dapat secara aktif membuat kegiatan di stasi. “Supaya stasi tidak lapuk dimakan zaman, ada baiknya sesekali retret atau rekoleksi dapat diadakan di Stasi Cikotok,” harap
Aminah yang piawai berkebun ini.

Romo Arie pun mengakui bahwa stasi ini terus ada karena dirawat oleh para lansia. Dedikasi mereka
patut diperhitungkan. Hal ini patut disyukuri, meski hanya sedikit umat dan berusia lanjut, mereka tetap bersemangat.

Felicia Permata Hanggu (Cikotok)

HIDUP NO.02 2020, 12 Januari 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here