INKLUSIVITAS, ENGGAK BISA DITAWAR!

124
Mahasiswa Fakultas Teknobiologi Unika Atma Jaya Jakarta melakukan penelitian di laboratorium Kampus Unika Atma Jaya, Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, Banten. (Dok. Atma Jaya)
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM Menjadi agen of change membutuhkan kesiapan diri untuk terbuka dan menghargai keberadaan orang lain. Inklusifitas menjadi satu nilai penting bagi Atma Jaya.

TAGLINE Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya, Ja-karta adalah “Terpercaya Kualitas Lulusannya”. Tagline ini dipadukan de-ngan empat nilai utama yaitu, “Kristiani, Unggul, Profesional, dan Peduli”.

Empat karakteristik ini terekam dalam sejumlah aktivitas yang dilakoni para mahasiswa. Sejak awal, mahasiswa telah dituntut untuk bisa hidup bahkan menghidupi masyarakatnya. Mahasiswa harus menjadi pribadi yang unggul dalam bidang akademik, profesionalitas, dan konsisten mewujudkan perpaduan antara iman, pengetahuan, teknologi, serta budaya.

Dalam buku “50 Tahun Pengabdian Atma Jaya,” Kardinal Emeritus Julius Darmaatmadja, SJ mengatakan, pen-didikan dan pembinaan di Atma Jaya adalah sebuah proses yang menyentuh seluruh aspek kemanusiaan baik dimensi religius, personal, sosial dan kultur. “Inilah harapan sekaligus tujuan pendidikan karakter sebagai budaya akademik di Indonesia,” tulis Kardinal Julius.

Semangat Inklusif

Pendidikan karakter di Unika Atma Jaya menyentuh seluruh aspek kehi-dupan mahasiswa. Pendidikan karakter terintegrasi dalam berbagai kegiatan, yakni kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Di sini, ada kontrol terhadap aturan dan integritas terkait nilai-nilai yang menjadi panduan organisasi. Selebihnya adanya usaha men-ciptakan lingkungan yang mendukung perilaku baik seluruh civitas academica.

Usaha-usaha ini, pada akhirnya ber-muara pada tiga ranah aktivitas yaitu dialog, tindakan, dan pengakuan. Tiga hal ini tidak saja berlaku bagi subjek bina, tetapi juga kepada semua karyawan pendidik dan kependidikan. Menyamai nilai-nilai adalah sebuah proses yang harus dialami semua warga Unika Atma Jaya Jakarta, demi tercapainya budaya akademik yang sehat.

Hasil dari proses panjang ini adalah Unika Atma Jaya Jakarta menjadi salah satu perguruan tinggi inklusif di Indo-nesia. Unika ini selalu membaca persoalan sosial, termasuk ketika inklusivitas yang masih menjadi isu hangat di Indonesia.

Kelompok marginal sering diper-lakukan berbeda oleh masyarakat. Ke-lompok difabel, penyandang autisme, transpuan, juga pengungsi merupakan sebagian kecil dari kelompok marginal, yang acap kali terhalang dalam bekerja karena tersandung stigma masyarakat. Di Unika Atma Jaya Jakarta, keterbatasan fisik bukan penghalang dalam meraih mimpi. Sebagai perguruan tinggi multi-kultural, Unika ini membuka diri bagi semua kelompok ras, agama, golongan, dan suku. Tujuan jangka panjang ini diakui bisa menjadi sebuah sarana untuk keluar dari jebakan kemiskinan.

Dosen Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta, Penny Handayani mengatakan, rendah penyerapan tenaga kerja bagi penyandang disabilitas karena adanya kesadaran yang rendah, terhadap potensi penyandang disabilitas. Selain itu, ada pandangan, bahwa penyan-dang disabilitas menjadi beban bagi per-usahaan. Stigma dari masyarakat semakin memperkeruh situasi ini.

Para pencari kerja disabilitas memadati bursa kerja disabilitas, Job and Innovation Fair for Diversability 2019 yang melibatkan Unika Atma Jaya, Jakarta. (Dok. Atma Jaya)

Agen Perubahan

Serangkaian kepedulian sosial di-wujudkan Unika Atma Jaya dalam kerja sama dengan lembaga nasional dan internasional. Kampus ini terus berusaha mengadvokasi dan mendorong masya-rakat, untuk mau membuka tangan bagi kaum marginal. Mahasiswa perlu sadar terlibat sebagai agent of change (agen perubahan). Salah satunya, mahasiswa diharapkan memiliki kepedulian sosial kepada sesama.

Mantan Wakil Rektor Unika Atma Jaya Bidang Penelitian dan Kerjasama, Elisabeth Rukmini, menyebut, keber-pihakan kepada yang miskin merupakan aksi nyata misi kemanusiaan Unika Atma Jaya Jakarta. “Ini merupakan bagian dari social responsibility. Suatu hal yang dapat kita lakukan dengan skala kecil, tetapi punya pengaruh besar,” tuturnya saat peluncuran program Self Improvement Lesson Vocational Training for Refugees (SILVER) bersama International La-bors Orbanization (ILO) dan United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR), September 2019 lalu.

Dalam perkembangannya, semangat inklusivitas dan proses menjadi agen of change juga dihayati pada unit pelayanan yang lain. Misal, Rumah Sakit Atma Jaya Jakarta menjadi rumah sakit yang inklusif. Secara pengelolaan memang terpisah, tetapi memiliki satu tarikan nafas keberpihakan yang sama, yaitu membantu mereka yang kecil sesuai harapan pemerintah DKI Jakarta saat pendirian awal RS ini.

Plt. Direktur Utama RS Atma Jaya Pluit, dr. Shenny Nurmala menyebutkan, pelayanan kepada mereka yang kecil masih menjadi slogan rumah sakit. Wujud konkretnya adalah rumah sakit masih melayani pasien BPJS. Di rumah sakit, ada pavilium eksekutif, yaitu Pavil-ium Bonaventura yang diperhitungkan bagi masyarakat yang sederhana, se-perti pasien BPJS. Ada juga Lembaga Pengembangan Jejaring Klinik Pratama Atma Jaya (LPJKP) yang melayani masyarakat yang marginal. Di LPJKP ada pelayanan khusus kepada mereka yang terinfeksi HIV- AIDS.

Saat ini, Kantor Beasiswa Unika Atma Jaya Jakarta telah menyedikan 11 program beasiswa. Ada beasiswa ASAK (Ayo Sekolah Ayo Kuliah), Bidikmisi, Beasiswa Jabodetabek, Beasiswa Reguler, Beasiswa Lotte, Beasiswa Pembangunan Jaya, Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik, Beasiswa Pertiwi, Beasiswa Perusahaan, Beasiswa Smart, dan Beasiswa Tempat Kost. Selain itu, ada juga beasiswa Dokter Untuk Indonesia Timur (DUIT), bekerja sama dengan Misereor, sebuah lembaga bantuan sosial dari Jerman. Program ini diinisiasi sejak tahun 2006. Tahun 2020, telah lulus seleksi tujuh orang mahasiswa kedokteran dari Indonesia Timur.

Kerja sama dengan Ikatan alumni juga dikembangkan, terakhir melalui platform benihbaik.com dan lembaga Crowd Sourcing. Semua usaha ini dilakukan untuk semakin menegaskan misi Unika ini menjadikan setiap lulusannya siap menjadi agen perubahan yang berkualitas.

Yusti H. Wuarmanuk

 

(Dok. HIDUP)

Kardinal Ignatius Suharyo

Belajar Meluhurkan Warisan Perintis

“TRANSFORMASI organisasi, hendaknya tak lepas dari semangat para pendiri. Kita perlu mengingat rumusan menawan dari Frans Seda, ‘keberadaan Atma Jaya merupakan satu bentuk partisipasi umat terhadap Gereja dan partisipasi Gereja pada tanah air.’

Dengan demikian, peran Atma Jaya, tak lain merupakan keikutsertaan dalam sejarah pembentukan bangsa, sekaligus merupakan sebuah kesinambungan dari sejarah pembentukan kualitas bangsa ini. Maka, ada beberapa poin penting yang harus direfleksikan dalam Lustrum XII Atma Jaya ini.

Pertama, warisan ini begitu mulia dan kaya, sekaligus menantang kita untuk terus menerus menggali kekayaan itu dengan belajar. Kita harus belajar meluhurkan warisan mulia dari para perintis.

Kedua, Atma Jaya perlu mengkris-talisasi semboyan sebagai pribadi yang Kristiani, unggul, profesional, dan pe-duli dalam hidup sehari-hari. Di sini terbentang “roh” dari Atma Jaya.

Ketiga, kita perlu belajar menjadi (learning to be). Kita belajar menjadi dewasa dan semakin menjadi manusia. Dalam Kitab Suci disebut belajar makin sempurna di dalam kasih (kesucian). Dalam bahasa sehari-hari belajar men-jadi pribadi yang matang.

Keempat, semua orang perlu belajar untuk hidup bersama. Atma Jaya adalah model hidup bersama. Kita tidak bisa berjalan sendiri tanpa dukungan orang lain.”

Yusti H. Wuarmanuk

HIDUP NO.24, 14 Juni 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here