TEKANAN EKONOMI DAMPAK PANDEMI

283
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM PENGASUH rubrik konsultasi keluarga terkasih, saat ini saya bekerja di sebuah perusahaan yang well established di Jakarta. Saya sudah 15 tahun berkarya di sana. Pada lima tahun terakhir ini, saya menduduki jabatan manajer di perusahaan. Saya bertanggung jawab menangani keuangan perusahaan pusat dan salah satu anak perusahaan. Oleh karena kondisi pandemi Covid-19, anak perusahaan tutup dan gaji saya dipotong 50%. Suami saya freelance guru les. Banyak orang tua yang membatalkan les sehingga suami saya pengangguran. Anak kami dua orang masih usia SD. Di rumah kami ada Ibu mertua dan kakak ipar yang juga tinggal bersama kami dan menjadi tanggungan kami. Saya merasa tertekan atas kondisi ini. Apa yang perlu saya lakukan?   

Yulia, Jakarta

Dear Ibu Yulia, saya dapat memahami kesulitan yang Ibu hadapi saat ini. Dikarenakan oleh pandemi, Ibu mengalami penurunan penghasilan sementara suami juga tidak bisa melanjutkan pekerjaan seperti biasa. Di sisi lain, Ibu dan suami juga bertanggung jawab secara finansial atas kehidupan sejumlah orang dalam keluarga, yang membuat Ibu merasa tertekan.

Dalam menghadapi situasi krisis, setiap orang pada umumnya akan melalui berbagai pengalaman yang dapat dikaitkan dengan tahapan kesedihan. Elisabeth Kubler Ross (1969) menjelaskan lima tahapan kesedihan, sebagai berikut: (1) penyangkalan, (2) kemarahan, (3) tawar-menawar, (4) depresi, dan (5) penerimaan. Adapun kelima tahapan tersebut tidaklah harus dialami orang secara berurutan, beberapa orang mungkin saja tidak mengalami keseluruhan tahapan.

Pada tahap pertama, penyangkalan, seseorang menolak bahwa sesuatu hal yang buruk telah terjadi. Pada tahap kedua, kemarahan, seseorang mulai melampiaskan amarahnya, kepada berbagai pihak yang dianggap berkontribusi terhadap hal buruk tersebut. Pada tahap ketiga, tawar-menawar, seseorang mulai melakukan proses “tawar-menawar” dengan dirinya sendiri. Misal, apabila pada waktu itu ia sempat melakukan tindakan tertentu, maka hal ini seharusnya tidak akan terjadi. Pada tahap keempat, depresi, seseorang mulai merasakan kesedihan akibat kehilangan secara bersamaan dengan munculnya kesadaran untuk menghadapi realitas. Pada tahap kelima, penerimaan, seseorang sudah mulai bisa menerima kenyataan dan mampu kembali menjalani kehidupannya.

Melihat tindakan yang Ibu memutuskan untuk berkonsultasi, saya menduga, Ibu pada saat ini berada di tahap “keempat”, depresi. Kesadaran yang muncul, bahwa permasalahan ini perlu dihadapi, membuat Ibu tergerak menemukan jalan keluar dan berdamai dengannya. Ini menjadi suatu awal positif untuk melangkah menuju tahap berikutnya yaitu penerimaan. Sebaliknya, apabila sampai saat ini Ibu ternyata masih belum berhasil menyelesaikan “PR” di tahap sebelumnya, bahkan hal itu sampai mengganggu produktivitas, Ibu saya sarankan menemui psikolog untuk mendapatkan bantuan.

Salah satu hal yang dapat saya sarankan adalah dengan mengevaluasi pengeluaran rutin keluarga, yang selama ini berjalan. Ibu dalam hal ini perlu memilah, apakah pengeluaran tersebut betul dibutuhkan atau sekadar diinginkan. Selanjutnya, perlu dipertimbangkan pula jika memang betul dibutuhkan, apakah pengeluaran tersebut dapat lebih diminimalisir atau tidak.

Sebagai contoh, makan merupakan sebuah kebutuhan, namun apabila terus-menerus dilakukan dengan memesan makanan dari luar, hal ini tentu saja akan dapat menguras penghasilan yang dimiliki. Oleh karena itu, menjadi penting memastikan, bahwa pengeluaran hanya dilakukan untuk hal-hal yang benar dibutuhkan, agar terhindar dari kondisi yang dalam peribahasa disebut sebagai “lebih besar pasak dari pada tiang”.

Berikut, apabila Ibu memiliki uang berlebih atau tabungan, ada baiknya jika uang tersebut tidak dihabiskan, alih-alih dicadangkan untuk kepentingan jangka panjang, misal untuk tiga bulan ke depan. Dalam kondisi tidak pasti seperti saat ini, amatlah penting bagi kita memiliki cadangan finansial, untuk dapat memastikan kecukupan keuangan, jika pandemi ini berlangsung lama.

Hal lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah membuka usaha sampingan, untuk dapat menambah penghasilan. Dalam era kemajuan teknologi seperti sekarang, ada berbagai peluang usaha, yang dapat dilakukan dengan fasilitas teknologi. Sebagai contoh, Ibu dapat membuat suatu produk yang kemudian dijual secara online, atau suami dapat membuka kursus sendiri secara daring.

Membangun usaha secara online tentu memiliki keunggulan dari segi konsumen, di mana usaha ini memungkinkan Anda untuk menjangkau pasar yang lebih luas, bahkan global. Terpenting jangan lupa mengomunikasikan rencana ini kepada anggota keluarga lain, agar mereka juga dapat memberikan masukan dan merasa dilibatkan. Selamat mencoba.

Immanuel Yosua Dosen Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta

HIDUP NO.24, 14 Juni 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here