TANTANGAN MEWUJUDKAN KEADILAN SOSIAL

796
Wartawan Senior/Kontributor
Rate this post

 

HIDUPKATOLIK.COM – Perbuatan  Keadilan Sosial tidak selesai dengan kepedulian sesama manusia, tetapi dijiwai bahkan “disucikan” sebagai arahan aktualitas keberimanan.  

TEMA keadilan sosial memayungi empat sub tema pertemuan Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) Keuskupan Agung Jakarta 2020 selama  September lewat. Sikap dan perbuatan adil, buah iman Kristiani, kita, dipuncaki ajakan menjadi saudara dalam penderitaan selama pandemi Covid-19.

Kapan penderitaan berakhir? Pemerintah sudah bekerja keras, alih-alih mengedukasi masyarakat bahwa memakai masker itu keharusan, apalagi mengajak bersama-sama Covid-9 sebagai musuh bersama. Kalau di seluruh Indonesia hari-hari ini mencapai angka sekitar 4.000 orang terpapar, berapa ribu lagi orang yang terpapar sampai akhir tahun? Mereka yang disembuhkan semakin banyak, tetapi berapa ribuan lagi yang masih terkapar di RS-RS , berapa miliar rupiah digelontorkan dari kocek pemerintah, belum lagi dampak ekonomi yang akan dibayangi resesi ekonomi. Dengan segala risikonya, menaati berbagai kebijakan–utamanya protokol kesehatan—merupakan salah satu bentuk solidaritas.

BKSN 2020 menaruh tema Keadilan Sosial sebagai pilihan yang cerdas. Di tengah keprihatinan umum, di tengah maraknya kegiatan peribadatan, umat membutuhkan satu pendasaran atas keberagamaan dan keberimanan. Bahwa solidaritas tidak hanya hakikat sosialitas manusia dan kemanusiaan, tetapi juga tugas umat beriman yang dikuatkan oleh nas-nas Kitab Suci maupun ajaran para Bapa Suci. Ajaran beriman perlu diikuti perbuatan, di antaranya “iman tanpa perbuatan adalah sia-sia”, “beriman, bersaudara dan berbela rasa merupakan kesatuan hakiki keberagamaan dan keberimanan”.

Kata kunci Keadilan Sosial BKSN 2020 diharapkan menyegarkan pemaknaan aktual sila kelima Pancasila dasar negara kita. Sepanjang sejarah manusia, mekanisme pasar tidak akan menjamin terselenggaranya keadilan sosial. Dalam buku keempat dan kelima karya klasik Adam Smith, The Wealth of Nations, dua buku yang menegasi tiga buku sebelumnya, ia melakukan koreksi terhadap sistem pasar bebas. Adam Smith sadar, pasar bebas butuh intervensi negara agar produksi pangan dan keadilan sosial terjamin (bdk. Francis Wahono, Ekonomi Politik. Daulat Rakyat Indonesia. Pancasila sebagai Acuan Paradigma, PBK: 2020).

Lewat empat subtema BKSN 2020, disampaikan ajakan memaknai keadilan sosial ke tataran jati diri keberagamaan dan keberimanan. Perbuatan  Keadilan Sosial tidak selesai dengan kepedulian sesama manusia, tetapi dijiwai bahkan “disucikan” sebagai arahan aktualitas keberimanan. Dalam sejarah keberiman Kristiani, Keadilan Sosial merupakan tema penting, sejak zaman Nabi Amos tahun 760 SM, sampai sekarang (Amos 5: 7-13). Keadilan Sosial sudah lama digulirkan Gereja Katolik lewat Ajaran Sosial Gereja yang dimulai dengan Ensiklik Rerum Novarum  oleh magisterium Paus Leo XIII, tahun 1891. Konsep keadilan lantas dirumuskan sebagai konstitusi Konsili Vatikan II tahun 1962-1965. Kesejahteraan bersama adalah sejumlah kondisi sosial yang memungkinkan setiap kelompok atau pribadi manusia merealisasikan kesempurnaannya (bdk. Al. Andang L. Binawan, Spritualitas Keadilan Sosial, Kanisius: 2020).

Dari sekian dokumen Konsili Vatikan II tentang Ajaran Sosial Gereja dan magisterium para Bapa Suci,  tidak bisa ditinggalkan Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis (Keprihatinan Sosial Gereja) Paus Yohanes Paulus II,  tahun 1987.  Dalam ensiklik ini ditegaskan peran struktur kekuasaan ekonomis, politis dan sosial. “Mekanisme ekonomis , finansial dan sosial, meskipun dikemudikan oleh kehendak manusia , namun bekerja hampir secara otomatis, dengan memperkuat kekayaan pihak yang satu dan kemiskinan pihak yang lain”.

Bagaimana kaitan dengan solidaritas dan harapan pascapandemi Covid-19? Solidaritas yang terbangun dari keniscayaan sebagai mahkluk sosial, utamanya dalam konteks keprihatinan massal akibat pandemi,  memperoleh penegasan makna sebagai representasi keberagamaan dan keberimanan. Membangun harapan sebagai janji Allah yang meniadakan kesombongan dan membebaskan kita dari keputusasaan.

Harapan yang diimpikan dan kita usahakan, di antaranya adalah (1) berkembangnya sistem perekonomian yang berkeadilan;  dan (2) habitus baru keadilan eko-sosial (ramah lingkungan ekologis) seperti diingatkan Bapa Suci Paus Fransiskus lewat Ensiklik Laudato Si’ (Terpujilah Engkau) tahun 2015.

St. Sularto, Wartawan Senior/Kontributor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here