Yang Dituntut Paus Fransiskus: Hentikan Segenap Diskriminasi dan Persekusi terhadap Kaum Homoseks

569
Romo Franz Magnis-Suseno, SJ, Guru Besar Emeritus STF Driyarkara
4/5 - (4 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – UCAPAN Paus Fransiskus dalam sebuah film dokumentasi yang diumumkan Rabu tanggal 22 Oktober lalu telah menjadi berita heboh dalam media internasional.  Paus Fransiskus dikutip mengatakan, “Orang-orang homoseks adalah anak-anak Allah dan berhak atas suatu keluarga.” “Jangan ada yang diusir atau dibikin menderita karenanya.” Dan “agar mereka terlindung secara hukum… kita harus memikirkan pengaturan hukum sipil bagi pasangan sesama jenis bukan nikah (same-sex civil unions).”

Paus Fransiskus memang sudah beberapa kali menyatakan perhatiannya pada manusia dengan keterarahan seksual berbeda. Ialah Paus pertama yang menerima kunjungan seorang transsekual dengan tunangannya bersama uskup mereka di Vatikan. Tahun 2013, Paus Fransiskus menjadi terkenal dengan ucapannya mengenai seseorang yang gay: “Siapakah aku untuk bisa menghakiminya?” Lain kali Paus Fransiskus menegaskan bahwa anak dengan kecenderungan homoseks harusnya diperlakukan dengan pengertian dan jangan dikutuk atau diabaikan.

Reaksi-reaksi Berbeda

Michael Seewald, Professor dogmatik Katolik di universitas Münster, berpendapat bahwa pernyataan Paus Fransiskus “merupakan koreksi masif terhadap haluan sikap Gereja yang sampai sekarang”.  Ahli Vatikan Marco Politi menilai ucapan Paus Fransiskus sebagai amat penting, tetapi tidak mengherankan. Ia berpendapat bahwa tidak ada jalan kembali. Romo James Martin SJ menilai, “Saya kira, itu langkah besar ke depan. Paus mendukung pengakuan negara terhadap persatuan sipil homoseks.”

Dari pihak-pihak konservatif dalam Gereja reaksi-reaksi sampai sekarang masih terbatas. Seorang pengritik menuduh Paus Fransiskus “menambah kebingungan yang sudah luas dalam dunia Katolik”.  Menurut Mgr. Thomas Tobin, seorang uskup di New York, “Pernyataan Paus jelas bertentangan dengan ajaran Gereja sejak lama.” Ia minta agar Paus menjelaskan mengapa ia mendukung pengaturan hukum sipil terhadap pasangan se-jenis (same-sex civil unions) yang sebelumnya selalu ditolak Gereja.

Bukan Dukungan Para Perkawinan Homo

Tetapi apa yang sebenarnya dikatakan Paus Fransiskus? Yang jelas, Paus Fransiskus tak pernah menyatakan mau membuka Sakramen Perkawinan bagi pasangan sejenis. Lebih dari itu: Ia juga tetap menolak penyamaan “perkawinan” antarpasangan sejenis dan perkawinan (biasa) antara laki-laki dan perempuan oleh negara.

Menurut Gereja Katolik penolakan “perkawinan homo” bukan diskriminasi. Hubungan antara lelaki dan perempuan merupakan kepentingan dasariah masyarakat, sedangkan hubungan antara dua orang sejenis tidak. Hubungan laki-laki dan perempuan perlu dilindungi masyarakat karena hanya hubungan ini menjamin apa yang menjadi kepentingan paling dasar umat manusia: kelanjutannya. Hanya dari hubungan laki-laki dan perempuan bisa lahir anak baru. Dan sesudah lahir, anak selama 15 sampai 20 tahun pertama hidupnya memerlukan ruang sosial stabil agar bisa menjadi manusia dewasa yang sanggup memberikan sumbangannya pada keselamatan komunitasnya. Ruang itu adalah keluarga. Karena itu wajarlah kalau masyarakat, negara dan Gereja menolak penyamaan “perkawinan homo” dengan perkawinan tradisional.

Paus Fransiskus bersama orang muda.

Yang Dimaksud Paus Fransiskus

Yang dimaksud Paus Franssiskus adalah lain. Yaitu agar negara memberi perlindungan kepada orang-orang dengan kecenderungan homoseks. Paus Fransiskus tahu betapa dalam banyak masyarakat orang-orang homoseks tersingkirkan, didiskriminasi, terancam. Demi perlindungan itu Paus Fransiskus minta agar hidup bersama pasangan sesama jenis mendapat kedudukan terakui resmi dengan dicatat menurut hukum sipil sebagai hubungan legal bukan-perkawinan (same-sex civil union). Dengan dicatat secara resmi pasangan itu tidak lagi dapat dicap – dan dipersekusi – sebagai hubungan haram-asusila.

Tuntutan Paus Fransiskus agar kaum homoseks diberi perlindungan terhadap persekusi sangat sesuai dengan garis khas kepausarannya – yang juga sepenuhnya menjadi prioritas dua Paus sebelumnya – bahwa Gereja harus menyertai dan melindungi mereka yang lemah, miskin, tersingkir, dipersekusi, terusir, ya mereka yang pinggiran. Orang-orang yang disebut LGBTQ (lesby, gay,  dwisexual, transsexual, queer) jelas termasuk di situ. “Mereka juga anak-anak Allah.”

Implikasi Luas

Namun tidak bisa disangkal bahwa pernyataan Paus Fransiskus mempunyai implikasi. Sikap Gereja Katolik terhadap gejala homoseksualitas memang mengalami perkembangan mendalam dalam 50 tahun terakhir. Selama hampir 2000 tahun apa pun yang berbau “homo” dianggap dosa. Baru Santo Paus Johannes Paulus II, belajar dari psikologi, menyatakan bahwa kecendrungan homoseks tidak merupakan dosa. Kecenderungan seksual tidak dibikin dan bukan hasil pendidikan, melainkan ditemukan secara alami oleh kita masing-masing. Tetapi suatu kecenderungan alami berada di luar tanggungjawab kita dan karena itu tidak dapat merupakan dosa. Kecenderungan itu juga tidak dapat mau “disembuhkan”. Sejak Paus Johannes Paulus II Gereja Katolik menuntut agar orang dengan kecenderungan homoseksual sepenuhnya diakui sebagai warga masyarakat dan manusia dan wajib diperlakukan menurut hak-hak asasi manusia.

Namun karena anggapan tradisional Gereja bahwa segenap hubungan seksual di luar perkawinan yang sah (tentu antar laki-laki dan perempuan) adalah dosa, Paus Johannes Paulus II maupun Paus Benediktus XVI menegaskan bahwa hubungan seks antara pasangan sejenis merupakan “kelakuan yang tidak benar”, “sesuatu yang secara hakiki buruk secara moral” (“an intrinsic moral evil”).

Dengan permintaan Paus Fransiskus anggapan tradisional itu dipertanyakan. Tak mungkin Gereja akan minta negara menyediakan jaminan hukum bagi pola kehidupan yang dianggapnya dosa. Kalau Paus Fransiskus minta agar negara menyediakan ruang aman bagi pasangan sejenis tidak mungkin ia menganggap hubungan itu, termasuk hubungan seksual, sebagai dosa. Itu juga implikasi kenyataan bahwa semakin banyak imam, tidak tanpa pengetahuan uskup mereka, bersedia memberi berkat non-sakramental kepada niat hidup bersama dua orang sejenis. Tak mungkin memberkati maksud hidup bersama dengan cara yang merupakan dosa.

Kesimpulan

Jelas sekali, tuduhan bahwa Paus Fransiskus mendukung perkawinan antardua manusia sejenis (“perkawinan homo”) tidak berdasar sama sekali. Yang dituntut Paus adalah agar segenap diskriminasi dan persekusi terhadap kaum homoseks dihentikan dan agar, demi tujuan itu, negara diharapkan menyediakan ruang di mana pasangan homoseks dapat hidup bersama secara sah-legal. Implikasi sikap Paus: membiarkan diskriminasi dan persekusi terhadap manusia-manusia homo merupakan suatu kejahatan terhadap kemanusiaan. Bagi Paus Fransiskus perlindungan terhadap orang yang lemah, miskin terancam, terdiskriminasi adalah salah satu tuntutan Yesus yang paling mendalam.

Akan tetapi benar juga: pandangan tradisional bahwa segala hubungan seks di luar perkawinan sah dengan sendirinya merupakan dosa tidak lagi dapat dipertahankan. Paus tidak akan minta untuk melindungi secara hukum suatu cara hidup yang olehnya dinilai dosa. Itu tidak berarti bahwa Paus Fransiskus outing diri sebagai pemuji free sex. Tetapi Gereja Katolik memang sedang berada dalam proses pencarian pengertian lebih mendalam tentang bagaimana sikap positif, etis, bertanggung jawab, sesuai dengan tuntutan Yesus, terhadap seksualitas manusia dapat diwujudkan. Yang penting: segala persekusi dan stigmatisasi terhadap orang-orang dengan kecenderungan homoseks harus diakhiri, itulah pesan Paus Fransiskus.

Romo Franz Magnis-Suseno, SJ, Guru Besar Emeritus STF Driyarkara, Jakarta

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here