SBG Mendongkrak Kualitas Guru Katolik

236
Maria Immakulata Mari Irawati.
[HIDUP/Yusti H. Wuarmanuk]
1/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – SBG menjadi pusat pelatihan guru dalam spiritualitas, profesionalitas dan leadership.

Guru adalah salah satu kunci sukses dan garda depan pendidikan. Namun mereka kerap termarjinalkan kala harus mengikuti perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Menanggapi hal ini, HIDUP mewawancarai Pembina Sentra Belajar Guru (SBG) KAJ, Maria Immakulata Mari Irawati, Rabu, 8/7. Berikut petikannya:

Apa tujuan utama SBG didirikan?

SBG hadir sebagai pusat pelatihan pengembangan guru dalam spiritualitas, katolisitas, profesionalitas (kompetensi) dan leadership. SBG juga menjadi wadah peningkatan kualitas guru Katolik agar mampu bersaing di era global.

Keuntungan apa yang ditawarkan SBG bagi para guru?

Menjadi pendidik berarti punya kesempatan membuat perubahan dan bekerjasama dengan kolega pendidik. Semua guru berkesempatan untuk bersosialisasi, sharing pengalaman suka-duka menjadi guru. SBG menawarkan berbagai program guna meningkatkan soft skill, kompetensi kepribadian dan sosial, serta hard skill, kompetensi profesional dan pedagogik. Mereka pun mendapat sertifikat pelatihan sebagai bahan pertimbangan kenaikan jabatan/sertifikasi.

Program pelatihan apa yang menjadi fokus SBG?

Banyak program yang ditawarkan, yakni pelatihan dengan aneka tema, seperti Paradigma Pedagogi, Guru Sebagai Panggilan Hidup, Motivasi Guru dari Segi Katolisitas, Program ITC, Strive for Excellent, dan Psikologi Pendidikan. Para guru diarahkan membuat perencanaan kurikulum, strategi pengajaran, pelatihan dalam jabatan, serta evaluasi proses belajar mengajar.

Bagaimana cara menjadi anggota SBG?

Anggota SBG adalah guru-guru Katolik di sekolah formal, baik sekolah Katolik maupun non-Katolik, tak terbatas umur, termasuk para pensiunan. Caranya, mendaftarkan diri pada Seksi Pendidikan Paroki. Lalu, Seksi Pendidikan akan meneruskannya pada Koordinator Dekanat, dan baru dimasukkan dalam anggota tetap SBG KAJ. Setelah menjadi anggota, para guru akan dihubungi untuk mengikuti pembinaan dan pelatihan di tingkat dekanat maupun keuskupan. Guru tak lagi menjadi anggota SBG jika tak mampu lagi beraktivitas karena sakit, pindah tugas atau meninggal.

Jika anggotanya guru formal, bagaimana nasib guru nonformal dan informal?

Guru Katolik nonformal, lembaga kursus dan pelatihan atau Bimbingan Belajar (Bimbel), Kelompok Belajar, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dan Pendidikan Anak Usia Dini, serta guru informal, seperti katekis, sudah ada program. Sebagian besar guru nonformal dan informal adalah anggota SBG karena mereka biasanya guru formal yang tiap Minggu menjadi katekis, guru les pada sore dan malam, atau membuka kursus dan Bimbel. Mereka yang belum menjadi anggota SBG selalu dikirimi undangan dan informasi pelatihan yang diumumkan di Warta Paroki. SBG tetap memperhatikan mereka dengan program Pendidikan Kesetaraan (Paket A setara SD/MI, Paket B setara SMP/MTs, Paket C setara SMA/MA, Paket C Kejuruan setara SMK/MAK).

Adakah program atau wadah bagi alumni?

Wadah khusus tidak ada, pada dasarnya, SBG adalah pusat pelatihan guru Katolik, bahkan setelah pensiun pun tetap menjadi Pembina SBG di dekanat. Peran Pembina adalah menjadi pembicara sebulan sekali terkait suka-duka menjadi guru, membimbing guru muda, serta mediator antara guru dan pastor paroki. Bila paroki butuh guru informal dan nonformal bagi Yayasan Katolik, pastor paroki akan minta rekomendasi dari Pembina dan Koordinator Dekanat.

Bagaimana cara evaluasi program SBG?

Tiap akhir pelatihan yang diadakan di dekanat atau KAJ, selalu ada kuestioner – menyangkut usulan dan evaluasi– yang wajib diisi anggota. Usulan itu ditindaklanjuti dekanat dalam rapat bulanan.

Apa rencana SBG ke depan?

SBG akan terus menjajaki pola pendampingan (in-house) di tiap sekolah Katolik, juga menyapa guru Katolik di sekolah negeri. Ke depannya, diusahakan beasiswa kuliah lanjut bagi guru yang berprestasi.

Yusti H. Wuarmanuk

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here