Menjadi Terang Sampai Ujung Bumi

1281
Adrianus Andy Gunardi.
[HIDUP/Maria Pertiwi]
4.7/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Seminari Menengah Wacana Bhakti Jakarta menjadi persemaian benih-benih panggilan calon imam. Mereka ditempa agar bertumbuh menjadi terang sampai ke ujung bumi.

Tahun ini, Seminari Menengah Wacana Bhakti Jakarta merayakan syukur lustrum keenam berdirinya. Selama kurun waktu 30 tahun ini, pihak seminari berupaya untuk mendampingi dan membina para calon imam, agar menjadi pribadi yang rela berkorban.

Rektor Seminari Menengah Wacana Bhakti (2016-sekarang), Romo Adrianus Andy Gunardi mengungkapkan, formula “model baru” pembinaan bagi seminaris terus dicari, sehingga pembinaan dan pendampingan bisa mencetak calon imam yang bisa menjawab tantangan zaman, serta teguh dalam menghidupi panggilan. Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana dinamika pembinaan para seminaris di sini?

Di seminari ini, para seminaris diberikan ruang untuk mengembangkan hidup rohani dan panggilan, studi, berkomunitas, kemandirian, dan mengembangkan kesehatan diri. Secara umum, ada tujuan, ada target pembinaan yang kami miliki di masing-masing tingkat: Kelas Persiapan Pertama (KPP), Kelas I, kelas II, Kelas III, dan Kelas Persiapan Atas (KPA).

Intinya, kami mau angkat nilai-nilai positif di dalam diri orang, yang akan mengembangkan potensi personality-nya, imannya, dan tumbuhkan kegembiraan dan semangat dalam panggilan. Yang dikembangkan bagaimana mengapresiasi orang bukan lewat hukuman.

Seminari ini juga tak bisa dilepaskan dari keterlibatan umat. Soal keterlibatan ini sudah ada sebelumnya misal adanya Sekolah Gonzaga. Kami juga melibatkan psikolog dari Atma Jaya untuk pembinaan seminaris, melibatkan pendamping remaja dalam kegiatan-kegiatan, orangtua dilibatkan dalam kegiatan.

Tantangan apa yang dihadapi dalam pendampingan dan pembinaan para seminaris ini?

Saat ini, keluarga-keluarga hanya memiliki dua anak, keluarga merasa sulit untuk melepaskan anak-anaknya masuk ke seminari. Selain itu, anak-anak ini cenderung dimanjakan, sehingga semangat berjuang agak kurang. Hidup di seminari, mereka harus bergulat untuk bisa hidup mandiri dan hidup rutin; bangun pagi, doa pagi, mencuci pakaian sendiri dll. Ini challenge bagi para seminaris untuk beradaptasi.

Tantangan lain adalah menumbuhkan pemaknaan para seminaris dalam rutinitas hidup ini. Bukan sekadar mereka menjalani rutinitas, tapi merefleksikannya. Setiap hari, para seminaris menulis refleksi harian.

Perkembangan teknologi juga menjadi tantangan. Generasi mereka ini dikatakan generasi yang tidak bisa lepas dari gadget, tapi di sini, aturan seminaris tanpa handphone berlaku. Namun, kami tetap memberi kesempatan untuk mengaktuali sasikan diri terkait perkembangan teknologi, misalnya lewat membuat video, terlibat mengisi website seminari, dll.

Terkait 30 tahun Seminari Menengah Wacana Bhakti, seperti apa refleksi Romo?

Pada perayaan syukur ini kami mengambil tema “Menjadi Abdi di Ladang Ilahi dan Terang bagi Dunia”. Ini direfleksikan dari Yesaya 49:6, “Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa, supaya keselamatan yang daripada-Ku sampai ke ujung bumi.” Melalui tema ini, kami mau merefleksikan bahwa para lulusan seminari ini telah membuat sesuatu, menjadi terang, tersebar dan berkarya dimana-mana.

Syukur ini tertuang lewat beberapa kegiatan seperti konser Wacana Bhakti Symphony Orchestra bertema “Breakthrough Fervent in the Spirit”. Ini menggam barkan panggilan, pembinaan, jatuh bangun selama 30 tahun.

Harapan pada perayaan syukur ini dan harapan ke depan?

Harapannya 4S terus dihidupi. (i) Sanctitas, bidang rohani, diharapkan seminaris memiliki hidup rohani yang baik, mampu berefleksi dan berdiskresi. (ii) Scientia atau bidang pendidikan, para seminaris memiliki kecerdasan dan daya juang. (iii) Sanitas, bidang kesehatan, seminaris diharapkan mampu merawat diri dan lingkungan. (iv) Societas, bidang kebersamaan, dimana seminaris diharapkan bisa berkomunitas baik di dalam seminari maupun dengan masyarakat.

Kami berharap pembinaan yang diberikan bisa menumbuhkan kemauan untuk rela berkorban. Semangat ini menjadi dasar pembinaan dalam pendidikan para calon imam, bagaimana mereka mau memberikan diri bagi orang lain dan rela berkorban bagi orang lain.

Maria Pertiwi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here