Apakah Relasi Kita Selama Hidup Di Dunia Akan Berlanjut Di Surga?

2464
4.4/5 - (15 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Bayi saya yang berumur lima bulan, meninggal 20 tahun yang lalu. Di surga nanti, apakah saya akan bertemu dan bisa mengenali anak saya? Sebaliknya, apakah anak saya akan mengakui kami sebagai orangtuanya? Apakah dia akan tampil sebagai orang dewasa atau masih seperti bayi?

Yuliana Giok Kiem, Malang

Pertama, di surga kelak, kita akan tetap bisa saling mengenali satu sama lain. Seperti halnya Yesus yang bangkit, para murid bisa mengenali Yesus seperti pada saat Yesus hidup di dunia. Contoh dalam Injil sangat jelas, bahwa sesudah kematian, orang kaya itu bisa mengenali pengemis miskin yang dulu mengemis di rumahnya. Tetapi harus dikatakan bahwa pengenalan kita bukan lagi didasarkan pada penampilan badaniah, karena badan kita sudah dimuliakan, sehingga berbeda dengan badan jasmaniah di dunia. Roh kitalah yang akan mengenali roh orang-orang lain.

Demikian pula, pengetahuan tentang relasi yang ada selama di dunia ini, tidak akan hilang. Artinya, roh suami akan mengenali roh istri dan memiliki pengetahuan bahwa dulu di dunia dia adalah istrinya. Demikian pula relasi-relasi yang lain, orangtua dengan anak, menantu, cucu, dan yang lain. Demikian pula, anak-anak akan tetap mengakui relasi yang dimiliki dengan orangtuanya.

Jadi, Ibu akan mengenali anak Ibu. Sebaliknya, anak Ibu akan mengenali Ibu dan Bapak sebagai orangtuanya. Jadi, ada kesinambungan (kontinuitas) antara identitas di dunia dengan identitas di alam kekal kelak. Pengetahuan tentang relasi yang dimiliki selama di dunia juga tidak akan hilang, meskipun relasi itu sudah tidak lagi penting.

Kedua, harus dikatakan bahwa kesinambungan ini disertai juga dengan ketidaksinambungan (diskontinuitas), yaitu keadaan diri pribadi tiap orang tidaklah sama dengan keadaan ketika berada di dunia. Keadaan Yesus yang bangkit tidaklah persis sama dengan keadaan Yesus historis. Karena itu, para murid tidak langsung mengenali-Nya. Para arwah tidak lagi tergantung pada ruang dan waktu. Demikian juga, mereka tidak mengenakan badan jasmaniah seperti kita di dunia ini. Yang bisa dipastikan ialah bahwa di alam kekal kelak, kita tidak lagi membutuhkan rumah, pakaian, dan makan seperti di dunia. Karena itu, kita tidak membutuhkan “kiriman” hal-hal itu dari dunia ke surga.

Ketiga, tentang keadaan kita di surga, Kitab Suci mengajarkan bahwa mereka yang secara setia dan sepenuh hati melakukan kehendak Allah, akan memandang Allah (Mat 5:3), yaitu pencerahan dari muka ke muka yang dicapai melalui iman dan harapan. Kebahagiaan memandang Allah dari muka ke muka ini akan berkembang karena kasih dan pelayanan kita kepada sesama. Kasih dan pelayanan itu akan mentransformasi kita secara rohani menjadi semakin “menyerupai Allah” (1 Kor 13:12; Yoh 3:15; 1 Yoh 3:2; Mat 25, et passim).

Kehidupan kekal bersama Allah dianugerahkan bersama dengan kepenuhan, kesempurnaan, sepenuhnya manusiawi, dan hidup. Manusia akan hidup dalam relasi akrab yang mendalam dan sangat intim dengan Allah dan dengan sesama. Manusia akan mencapai kepenuhan diri pribadinya.

Tentu saja, kepenuhan dan kesempurnaan surgawi di alam kekal ini tidak sama dengan menjadi dewasa dalam pengertian duniawi. Maka, pastilah anak Ibu tidak seperti bayi dan juga bukan seperti orang dewasa di dunia ini, tetapi akan mencapai kepenuhan dan kesempurnaan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata kita di dunia ini.

Keempat, kita perlu menyadari bahwa selama di dunia ini pengertian dan konsep-konsep yang kita miliki banyak dipengaruhi kategori ruang dan waktu. Juga konsep kita tentang kasih, keindahan, dan kebaikan, semua dibatasi oleh pengalaman-pengalaman kita di dunia ini. Tak ada gagasan duniawi kita dapat mencerminkan kenyataan surgawi. St Paulus menyatakan bahwa apa yang belum pernah dilihat mata dan belum pernah didengar oleh telinga, disiapkan oleh Allah untuk mereka yang mencintai-Nya (1 Kor 2:9).

Petrus Maria Handoko CM

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here