Mgr. Mandagi: Pemilu Kabupaten Merauke Harus Menjadi Peradaban Baru yang Penuh Damai

238
Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC menyerahkan Surat Gembala kepada para kandidat Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Merauke/HIDUP Helen Yovita
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM-ADMINISTRATOR Apostolik Keuskupan Agung Merauke (KAMe), Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC mengaku bangga karena melihat toleransi yang tinggi di Papua Selatan, khususnya Kota Merauke. Katanya, Merauke, adalah kota damai, tempat setiap orang hidup berdampingan. Di Merauke masyarakat hidup dengan rasa kepedulian yang tinggi, ada cinta bagi setiap orang, termasuk pendatang.

“Merauke adalah tempat damai. Di sini, ada sukacita yang tinggi bagi setiap orang, karena budaya persaudaraan sangat tinggi,” sebutnya di hadapan para kandidat pasangan calon bupati (cabup) dan wakil bupati (wacabup) Kabupaten Merauke di acara Coffee Morning di Wisma Uskup, Jalan Raya Mandala, Merauke, Papua, Jumat, 25/9/2020.

Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC (ketiga dari Kanan) bersama aparat TNI/Polri/ Yovita Helen

Hadir dalam Coffee Morning selain Mgr. Mandagi ada juga tokoh agama; Muspida; tokoh masyarakat Papua Selatan; mantan Bupati Kabupaten Merauke, John Gluba Gebze dan juga tiga cabup dan cawabup: Hendrikus Mahuze-Eddy Santoso, Heribertus Silubun-Bambang Setiadji, serta Romanus Mbaraka-H. Riduwan. Hadir juga sejumlah Forkompinda, tokoh perempuan, tokoh pemuda, dan wartawan se-Kabupaten Merauke.

Acara yang  disiarkan langsung oleh RRI Merauke dan channel Youtube Komisi Sosial Keuskupan Agung Merauke (KAMe) ini dibuka dengan sapaan selamat datang oleh Pastor Hendikus Kariwop, MSC selaku Vikaris Jenderal KAME. Pastor Hengky, sapaannya, menjelaskan sejatinya Pilkada itu harus damai. Mengutip harapan Mgr. Mandagi soal Papua damai, Pastor Hengky berujar setiap orang yang tinggal di Papua Selatan harus merasa benar-benar dihargai. Sebab ini tanah yang diharapkan jutaan orang bisa hidup dalam damai.

“Di sini, ada rasa persaudaraan, ada keakraban, dan pada saat berlangsungnya Pemilu, setiap orang harus membawa dalam dirinya spirit rohani yaitu kasih. Sebab kasih itu adalah keutamaan hidup manusia sejak dilahirkan,” ujarnya.

Kampanye Damai

Saat berbicara, Mgr. Mandagi mengawali dengan sebuah harapan positif akan tanah Papua yang damai. Uskup Amboina ini pertama-tama mengucapkan proficiat kepada rakyat Papua Selatan, khususnya Kabupaten Merauke yang hingga saat ini berjuang untuk hidup damai, tanpa ketersinggungan karena ragam perbedaan.

Mgr. Mandagi menjelaskan, dirinya merasa bangga pertama-tama karena masyarakat sendiri sudah memiliki kesadaran yang tinggi untuk hidup dalam persaudaraan. Ia mengakui rakyat Papua Selatan tidak lagi melihat ragam isu yang berkembang baik intoleransi, radikalisme, sukuisme, atau persoalan lainnya sebagai “biang kerok” perpecahan.

“Sebaliknya kesadaran masyarakat begitu besar. Mereka tidak mudah dipicu oleh ragam persoalan. Masing-masing orang memiliki kesadaran yang kuat akan hidup dalam persaudaraan,” ujarnya.

Peradaban Baru

Untuk itu, Mgr. Mandagi mengharapkan setiap bakal cabup dan cawabup memegang teguh prinsip Pemilu yang jujur. “Setiap kandidat harusnya menghindari politik uang, dan melakukan kampanye secara bersih tanpa adanya suap-menyuap, tidak menyebarkan berita bohong untuk saling menjatuhkan,” tegasnya.

Dikatakannya pula, mengingat tiga kandidat bupati beragama Katolik maka harus benar-benar memegang prinsip nilai-nilai kekatolikan. Pemilu di Papua harus diwarnai dengan sebuah peradaban baru. Ia melukiskan peradaban baru itu dengan keadaan yang membutuhkan komitmen para kandidat agar terus mengusahakan perdamaian. Artinya,  bila harus dinyatakan kalah dalam Pemilu, setiap kandidat harus menerima dengan lapang dada, tanpa mencari kesalahan apalagi membuat rusuh.

Tak lupa, Mgr. Mandagi mengingatkan kepada KPU, Bawaslu, TNI/Polri agar terus berupaya agara semboyan Papua Damai menjadi semboyan utama dalam Pemilu. “Saya merasakan bila ada damai di Papua Selatan, Anda sekalian yaitu KPU, Bawaslu, TNI/Polri telah turut ambil bagian dalam menjaga tanah Papua. Sebab setiap agama mengajarkan cinta kasih,” ungkapnya.

Peran umat Katoli, sebutnya, adalah dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia dalam konteks Pemilu. Setiap orang Katolik harus menjadi pemilih, penyelenggara, pengawas, dan kandidat. Turut  serta menyempurnakan dunia dengan Pemilu, dengan mencari pemimpin-pemimpin yang membawa kedamaian dan ketentraman.

Janji Kandidat

Sementara itu, seorang kandidat Romanus Mbaraka, mengucapkan terima kasih kepada Mgr. Mandagi yang telah memfasilitasi, sehingga pertemuan dalam nuansa kekeluargaan boleh dilaksanakan. Romanus mengatakan bahwa, dalam sejarah beberapa suku seperti Suku Marind, Muyu, Mappi, dan Asmat sudah diajarkan untuk cinta damai dan tidak membuat keributan. Jadi damai itu sudah dari turun temurun. “Sehingga saya pastikan kami tak mungkin ribut,” ungkapnya. Lanjutnya, “Kita semua selalu hidup bersama. Begitu Agama Katolik masuk di sini, diterima dengan damai,” ujarnya.

Romanus berjanji dirinya bersama dua kandidat lain Hendrikus Mahuze-Eddy Santoso dan Heribertus Silubun-Bambang Setiadji, selalu hidup bersama. Kalaupun tim saling ‘gosok-gosokan’ di bawah, pasti akan dikendalikan. Dia juga menjamin orang di kampung-kampung tak mungkin ribut. Hanya sebatas adu argumentasi, tetapi kalau sampai benturan fisik tak mungkin.

Coffee Morning yang dihadiri oleh sekitar 70 orang ini, diakhiri dengan penyerahan surat gembala uskup kepada para kandidat paslon,wartawan, dan juga seluruh tokoh agama dan tokoh masyarakat yang hadir, dan disusul dengan foto bersama dan santap kasih bersama diwisma uskup KAME.

Yusti H. Wuarmanuk

Laporan: Helen Yovita (Merauke)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here