Para Pastor Se-Papua: Dialog Adalah Langkah Sangat Bermartabat Menuju Pemecahan Masalah di Tanah Papua

191
Pastor Alberto John Bunai (depan kanan) dan Pastor Agustinus Yerwuan OFM (jubah hitam) saat jumpa pers di Jayapura, Kamis, 11/11/2021.
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOIK.COM – HARAPAN ini dikemukakan oleh 194 pastor se-Papua pada bagian akhir seruan moral yang disampaikan dalam keterangan pers di Aula Gereja Kristus Terang Dunia Waea, Jayapura, Kamis, 11/11/2021. Jumpa pers diawali dengan doa yang dipimpin oleh Pastor Agustinus Yerwuan, OFM yang juga bertindak sebagai moderator.

”Dialog adalah langkah dan cara yang sangat bermartabat, menuju pemecahan masalah/konflik di Tanah Papua secara beradab,” ujar Pastor Alberto John Bunai membacakan seruan moral mewakili rekan-rekannya.

Menurut para pastor, seruan moral ini dilatarbelakangi oleh seruan moral 147 Pastor Katolik se-Papua pada tanggal 10 Desember 2020, peristiwa kemanusiaan di Maybrat, dan Peristiwa kemanusiaan di Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang.

Keterpanggilan para imam menyampaikan seruan moral tersebut, menurut mereka, didasarkan pada peran utama Gereja adalah sebagai pembawa damai dan penegak keadilan, serta kebenaran.

Gereja, menurut para pastor, tidak boleh diam ketika berhadapan dengan kenyataan adanya penderitaan dan penindasan, terjadi praktek ketidakadilan, dan perampasan atas hak-hak dasar masyarakat terutama, kaum yang lemah.

Para pastor menyampaikan, bahwa tugas Gereja adalah harus bersuara untuk mereka yang tak bersuara dan harus menjadi promotor keadilan, kebenaran, dan kedamaian.

“Para pemimpin Gereja harus lebih proaktif terlibat memperjuangkan keadilan, kebenaran dan kedamaian; bukan diam membisu dan menghindari persoalan hidup umatnya, mencari kenyamanan diri di balik tembok gedung keuskupan, pastoran, dan biara. Singkatnya, bahwa suka duka umat Tuhan adalah juga suka duka Gereja,” kata para pastor.

Para pastor juga mengatakan bahwa, seorang pastor mempunyai ketiga tugas Kristus sebagai Imam, Raja, dan Nabi. “Tugas sebagai Imam adalah menjaga dan melayani hal-hal rohani di seputar altar/peribadatan. Tugas sebagai Raja, lebih pada menata atau mengatur tata tertib, tata aturan kehidupan umat, dan sistem organisasinya. Tugas sebagai Nabi adalah memperhatikan semua realitas yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat, kehidupan umat Tuhan, termasuk di dalamnya berbagai tindakan kekerasan dan ketidakadilan yang mengorbankan mereka. Realitas ketimpangan sosial semacam ini, menuntut kami untuk segera bertindak atau menanggapinya dalam rupa-rupa cara, termasuk seruan moral ini,” demikian disampaikan para pastor.

Para pastor mengatakan, “Pada kesempatan ini dan dalam situasi yang mencemaskan kehidupan masyarakat saat ini, fungsi kenabian itu mendapat tempatnya. Kami sedang melaksanakan tugas kami sebagai Nabi. Karena itu, seruan ini adalah seruan kenabian.”

“Perlu diingat baik,” kata para pastor tersebut, “kami tidak mencampuri pelbagai kepentingan politik praktis/politik partai ataupun urusan orang pribadi maupun kelompok. Kami bersuara karena kami merindukan suasana yang  aman, agar ada kedamaian, keadilan, dan kerukunan di atas tanah Papua ini. Jika suasana ini terganggu karena sikon politik atau tindakan pribadi/kelompok/perusahaan, apalagi berakibat pada pelanggaran HAM, maka demi perikemanusiaan, wajiblah kami bersuara mencelanya.”

FHS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here