In Memoriam Pastor John Tondowijoyo, Professor Sepuh yang Produktif Berkarya

661
[dok.fb.John Tondowidjojo]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com Alunan merdu lagu pujian gereja Katolik siang itu menemani pertemuan saya dengan Prof. Tondowidjojo, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Romo Tondo di Paroki Kristus Raja, Surabaya.

Di usianya yang hampir genap 84 tahun, Romo Tondo masih giat beraktivitas, baik menulis, membina yayasan dan mengajar di berbagai universitas. Profesor ahli komunikasi Ethnologia itu melontarkan gagasan-gagasan yang ingin diraihnya sekaligus bercerita tentang masa lalunya dimana ia pernah memiliki pengalaman menjadi wartawan lepas.

Sekalipun usianya telah sepuh, Romo Tondo masih tajam dalam mengemukakan gagasan dan ide-idenya. Tampak, tubuhnya masih fit dan segar-bugar.

Romo Tondo lalu mengungkapkan bahwa ia terbiasa dengan kedisiplinan dalam menjalani rutinitas. “Disiplin diri dan disiplin waktu harus diterapkan dalam hidup. Misalnya tidur harus teratur, makan teratur dan sebagainya,” tandas kerabat dekat pahlawan nasional R.A Kartini itu.

Ia juga mengungkapkan pola makan yang ia terapkan bahwa ia lebih mementingkan makanan sehat daripada makanan enak. “Makan makanan sehat lebih penting daripada makan makanan enak,” tambahnya.

Pola hidup sehatnya itu menunjang aktivitas mengajar, menulis, berkesenian dan memberi pelatihan komunikasi dan jurnalistik yang dijalaninya sejak 1965 hingga kini. Romo Tondo mengungkapkan pula bahwa di usianya yang sekarang, ia masih punya rencana untuk menerbitkan buku karya terbarunya, yakni ‘Dunia Wayang Purwa dan Pendidikan’.

Ia menceritakan tentang pentingnya dunia pendidikan, utamanya untuk membentuk karakter siswa. “Dalam wayang purwa banyak keteladanan yang dapat dicontoh para siswa untuk membentuk karakter dirinya. Contohnya tokoh Abiyasa dalam pewayangan yang memberi keteladanan bagi sesama,” ujarnya.

Romo Tondo juga mengungkapkan bahwa dunia pendidikan saat ini sangat kurang dalam hal pendidikan ‘Character Building’. “Sekolah saat ini memang banyak mencetak orang pintar, tapi bila pintar semata tanpa ditunjang karakter yang mumpuni, maka hasilnya percuma. Ironisnya, banyak guru tidak mampu mengajar dengan baik. Seharusnya guru selain mentransfer ilmu, mereka juga harus bisa membentuk karakter anak didiknya,” tandasnya.

Romo Tondo berbicara panjang lebar mengenai dunia pendidikan. Kepeduliannya terhadap dunia pendidikan membuatnya menggagas sanggar Bina Tama, yang terletak di kompleks Residen Sudirman, Surabaya.

Sanggar Bina Tama menaungi anak-anak dari kalangan tak mampu agar mereka bisa bersekolah. “Sanggar ini memiliki proyek anak asuh dari kalangan keluarga miskin. Kami membantu mereka untuk bisa meraih masa depannya dimana kami membantu pendidikan mereka dari SD hingga perguruan tinggi,” ujarnya.

Romo Tondo juga menjelaskan bahwa sanggar Bina Tama mendapat bantuan dana dari para dermawan yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan. Yayasan yang tiap tahunnya menerima 10 anak kurang mampu itu telah menghasilkan banyak anak didiknya yang berhasil meraih masa depannya. “Guru besar Unsud, Prof. Fransisca Suhartati dulunya adalah anak didik kami di sanggar Bina Tama,” ungkapnya dengan bangga.

Dalam sanggar Bina Tama yang dibinanya, Romo Tondo memaparkan bahwa ia menerapkan pendidikan karakter dan budi pekerti kepada anak didiknya. Ia juga menjelaskan bahwa dukungan orangtua sangat diperlukan dalam membentuk karakter anak didik.

“Pendidikan di Indonesia terlalu difokuskan kearah iptek sehingga pendidikan pengembangan karakter dan budi pekerti menjadi kurang maksimal. Orangtua sebagai garda terdepan haruslah peduli terhadap pengembangan karakter anak,” ujar putra pasangan KRMT Tondowidjojo dan R.A Sutiretno Sosrobusono itu.

Romo Tondo juga memaparkan bahwa pendidikan karakter dan budi pekerti sangat perlu, sebab bila tidak, anak akan menjadi tidak baik dan bangsa Indonesia akan kehilangan generasi penjaga karakter bangsa.

Dalam mengembangkan karakter anak didik, Romo Tondo telah melakukan sejumlah kegiatan yang menunjang karakter anak, utamanya penanaman kecintaan terhadap budaya Indonesia. Ia kerap mengadakan festival budaya nasional tiap tahun yang diikuti kalangan pelajar.

Menurutnya, penanaman kecintaan terhadap budaya nasional dapat menunjang pengembangan karakter anak. “Budaya nasional harus benar-benar dijaga dan ditanamkan dalam jiwa setiap anak didik supaya karakter bangsa ini tidak lenyap oleh arus globalisasi,” ujarnya. Ia juga menyebutkan bahwa adanya pengaruh global membuat anak lebih tertarik pada arus baru budaya asing.

Akibatnya, budaya bangsa semakin terpinggirkan, terlebih peran dunia pendidikan yang kurang memperhatikan pendidikan pengembangan karakter dan kecintaan budaya bangsa. “Padahal lewat budaya kita bisa membina nasionalisme. Pengaruh media massa dan orangtua yang ikut arus budaya asing yang masuk ke Indonesia membuat anak bisa kehilangan kecintaannya terhadap bangsanya sendiri,” paparnya.

Ia juga menyebutkan bahwa kepeduliannya terhadap dunia pendidikan sejalan pula dengan dukungan gereja dalam dokumen Gravissimun Educationist, Konsili Vatikan II, yang menyebutkan bahwa gereja mengingatkan dan menekankan orangtua untuk memberi pendidikan ‘Character Building’ pada anak.

Romo Tondo juga mengisahkan bahwa aktifitas dan kegiatannya dalam menulis, berkesenian, dan pendidikan membuatnya selalu bersemangat dalam menjalani hidup. “Puji Tuhan saya masih sangat sehat dan masih bisa beraktivitas dan berkarya, sebagai wujud sumbangsih saya bagi umat, masyarakat maupun bangsa dan negara,” pungkasnya.

 

Guruh Dimas Nugraha (Surabaya Post, 9/12/2012)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here