Belajar Filsafat : Kehidupan

371
Savic Ali, Direktur NU Online-Alumnus STF Driyarkara.
[NN/Dok.Pribadi]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Tidak ada kata gagal bagi seorang yang pernah mengenyam pendidikan filsafat. Sebab sejatinya filsafat adalah ilmu tentang kehidupan.

Filsafat membantu kita memikirkan suatu masalah secara mendalam dan kritis. Dengan belajar filsafat, manusia dilatih menjadi pribadi yang utuh yakni mampu berpikir secara mendalam, rasional, dan komunikatif.

Semua Bisa Jadi Filsuf
Ulil Abshar Abdallah
(Tokoh Islam Liberal-Alumnus STF Driyarkara)

“Di masa tertentu, beberapa mahasiswa dari luar pernah memberi lebel kepada STF Driyarkara, dengan sebutan “Sekolah Tanpa Faedah” (STF). Sebutan ini karena situasi belajar filsafat yang menguras waktu dan tenaga sementara lapangan kerja belum memadai bagi lulusan filsafat.

Tetapi bagi saya, di balik itu, ada sesuatu yang menarik dari pola pendidikan seperti ini. Banyak orang tidak sadar bahwa STF Driyarkara bukanlah sekolah tanpa faedah, tapi telah menjadi tempat penggodokan para pemikir dan tokoh.”

Kebebasan Berpikir
Ayu Utami
(Novelis, Alumna STF Driyarkara)

“Selama ini STF Driyarkara bisa dibilang kampus filsafat terbaik. Semoga itu terus dijaga. Jangan sampai turun mutunya. Di era demokrasi, kita sudah memiliki kebebasan berpendapat, tapi ternyata belum punya mutu kebebasan berpikir. Peran STF Driyarkara semakin besar untuk meningkatkan mutu kebebasan berpikir.

Saya di Teater Utan Kayu buat seri Philosophy Underground, yang guru-gurunya kebanyakan dari STF Driyarkara. Kelas ini untuk awam dan pemula. Semoga mereka jadi suka filsafat dan masuk Driyarkara. Di kelas menulis juga saya coba perkenalkan filsafat sedikit-sedikit. Supaya orang tidak gampang kagum sama retorika ala “filsuf gadungan” yang sering muncul di televisi.”

Mother of Knowledge
Savic Ali
(Direktur NU Online- Alumnus STF Driyarkara)

“Belajar filsafat, diandaikan seperti kita sedang menerobos masuk pintu sempit. Bila seseorang tidak punya pengetahuan dasar tentang filsafat, tentu akan kesulitan memulainya. Padahal ketika seseorang belajar filsafat, maka ia sedang belajar tentang cara berpikir tentang kehidupannya sendiri.

Misal, saat ini, di tengah persoalan politik dan sosial yang kian kompleks, seiring era digital, pemikiran-pemikiran reflektif dan mendasar untuk membangun tatanan baru sangat dibutuhkan. Dalam konteks ini filsafat sebagai mother of knowledge yang bisa membantu dalam mencari jawaban atas persoalan-persoalan baru.”

Kritis pada Diri
Chavchay Syaifullah
(Ketua Dewan Kesenian Provinsi Banten-Alumnus STF Driyarkara)

“Belajar filsafat berarti kita belajar tentang kehidupan masa lalu, kehidupan yang sedang kita jalani, maupun hidup yang akan datang. Filsafat membantu kita berpikir logis dan abstrak, sekaligus membantu membentuk argumen yang rasional dan kritis. Di sini kritis tidak saja kepada realitas di luar kita, tetapi pertama-tama kepada diri sendiri. Menurut saya, inilah kemampuan-kemampuan yang belum kita dapat di bidang ilmu lain. Orang mengatakan mencari kerja dengan ilmu filsafat itu sulit. Padahal kemampuan dasar yang kita miliki membuat seseorang bisa bekerja di seluruh bidang kehidupan seperti di bidang informasi-komunikasi, jurnalistik, penerbitan, konsultan, pendidikan, agamawan, atau pun menjadi wirausaha.”

Pusat Studi Sendiri
Armand Suparman
(Peneliti di Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Jakarta-Alumnus STFK Ledalero)

“STFK Ledalero, sebagai institusi pendidikan yang mengarahkan seluruh outputnya untuk mencintai pengetahuan, kebenaran, dan kebijaksanaan. Selama ini STFK Ledalero, sudah berkontribusi dan berpartisipasi dalam pembangunan nasional dan daerah, melalui suara-suara kritis di media atau berdialog secara langsung dengan policy maker.

Hemat saya, akan lebih baik ke depan, selain memberikan catatan kritis melalui opini pribadi (dosen atau maha siswa). Secara kelembagaan STFK Ledalero perlu memiliki Pusat Studi sendiri yang akan melakukan kajian sekaligus advokasi kebijakan, baik di aras lokal maupun nasional.”

Mengubah Diri
Ladislaus Naisaban
(Komposer Musik Liturgi-Alumnus STFK Ledalero)

“Belajar filsafat mengajak kita untuk memahami dan mempertanyakan ide-ide tentang kehidupan dan tentang pengalaman kita sebagai manusia. Berbagai konsep yang akrab dengan hidup kita, seperti kebenaran, akal budi, dan keberadaan kita sebagai manusia juga dibahas dalam filsafat. Belajar filsafat membuat pikiran saya terbuka. Memang filsafat
tidak memberikan jawaban mutlak yang berlaku sepanjang masa.

Tetapi filsafat membantu saya mengubah diri saya sendiri. Dan bagi saya inilah hakikat dari pendidikan karakter yang utama. Belajar bukan utamanya menjadi pintar tetapi belajar untuk hidup.”

“Makanan” Bergizi
Jerry Gatum
(Alumnus STFK Ledalero)

“Hingga kini, salah satu lembaga pendidikan berprestasi dari wilayah Indonesia Timur STFK Ledalero telah menghasilkan ratusan alumni yang berkarya di seluruh benua di dunia, dan ribuan alumni yang berkontribusi di Indonesia. Bagi saya, STFK Ledalero adalah “ibu yang baik”, yang selalu setia memberi ‘makan’ setiap orang yang datang dan berlindung dalam mengejar pengetahuan. ‘Makanan’ tentu berbeda tergantung cara serap setiap orang yang menyantapnya. Tetapi secara umum filsafat dan teologi adalah ‘makanan’ yang bisa memberi kekuatan kepada para penghuninya.

Dengan menyantap kekuatan dari Ledalero, para penghuninya diha rapkan memiliki ‘metabolisme’ yang kuat dalam menghadapi setiap persoalan kehidupan. Paling utama, makanan ini membuat kita terus berjasa dalam membangun dan menunjang dunia dengan nilai-nilai spiritual, moral-etis, sosial, psikologis, dan intelektual.”

Kemampuan Retorika
Valens Daki -Soo
(Politisi-Alumnus STFK Ledalero)

“Filsafat membantu saya secara pri badi khususnya dalam hal retorika. Saya menyadari kemampuan retorika ini saya dapat bukan saat terjun ke dunia politik atau bidang pemerintahan. Semua ini terjadi dalam proses pendidikan dan pembinaan di STFK Ledalero. Di tempat ini, saya belajar tentang banyak hal.

Diskusi-diskusi ilmiah tentang filsafat adalah modal utama bagi saya dalam membangun karir di tengah dunia profan. Kemampuan berkomunikasi dengan mahir, kemahiran persuasif, ketrampilan melobi, public speaking, dan soft skill lainnya sangat menunjang partisipasi kita dalam membangun dunia. Inilah misi utama saya sebagai anggota Gereja dan masyarakat.”

Yusti H. Wuarmanuk

HIDUP NO.44 2019, 3 November 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here