Ketua Lembaga Biblika Indonesia Romo Albertus Purnomo, OFM: Kesombongan atau Kerendahan Hati

150
Romo Albertus Purnomo, OFM
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 09 Juli 2023 Minggu Biasa XIV Za.9:9-10; Mzm.63:10abcd, 10e-11, 12-13, 14; Rm.8:9, 11-13; Mat.11:25-30.

“APAKAH kamu ingin menjadi besar? Maka, mulailah dengan menjadi kecil. Apakah kamu ingin membangun dirimu seperti bangunan yang luas dan tinggi? Pikirkanlah terlebih dahulu fondasi kerendahan hati. Semakin tinggi bangunan dirimu, seharusnya semakin dalam fondasinya. Kerendahan hati adalah mahkota keindahan.” Perkataan Santo Agustinus ini mengingatkan kita bahwa seorang murid Kristus perlu memiliki fondasi kerendahan hati dalam hidupnya. Sebab, kerendahan hati adalah dasar dari semua keutamaan lainnya.

Kerendahan hati adalah salah satu tema yang kerap diangkat oleh Yesus ketika mengajar para murid-Nya. Dalam salah satu perikop Injil Matius, diceritakan, Dia berdoa demikian, “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil” (Mat. 11:25). Doa Yesus ini menarik perbedaan tajam antara orang bijak pandai dan orang kecil. Mengapa Yesus malahan bersyukur atas perbedaan ini? Selanjutnya, apa arti kata “semuanya itu” yang menjadi garis perbedaan itu?

Kata “semuanya” memunculkan banyak tafsiran. Apakah ini menunjuk pada misteri Kerajaan Surga? Pengetahuan dan cinta dari Allah? Kabar gembira keselamatan? Kebenaran dari Allah? Dari sekian banyak kemungkinan, tampaknya ‘semuanya’ ini mengacu pada diri Kristus sebagai penyelamat yang menghadirkan Allah dan Kerajaan-Nya dalam ajaran dan karya-Nya. Orang bijak dan pandai tampaknya tidak tertarik dengan semuanya ini. Mungkinkah karena terlalu sederhana atau tidak ilmiah? Tetapi, orang kecil justru terbuka dan bersukacita menerima ajaran dan perbuatan Kristus.

Mengapa orang bijak dan pandai sulit menerima? Meski tidak semua, mereka adalah tipikal orang yang cenderung melebih-lebihkan kualitas intelektual mereka, terlalu percaya diri, dan mudah merendahkan orang lain yang tidak seperti mereka. Kesombongan adalah perangkap mereka. Jika sudah jatuh dalam kesombongan, mereka akan berpikir, tidak terlalu membutuhkan siapa pun, termasuk Allah. Karena itu, sekalipun Allah mengungkapkan diri kepada orang semacam ini, tampaknya percuma karena tidak akan diterima.

Tetapi, mengapa dinyatakan kepada orang kecil? Orang kecil umumnya menunjuk pada orang yang rapuh dan terpinggirkan. Mereka kerap mengalami pengalaman pahit dan penderitaan. Inilah yang sering membuat mereka malah lebih peka, sadar dan terbuka terhadap segala sesuatu. Selain itu, hati orang kecil itu umumnya seperti “bayi”. Mereka melihat kenyataan hidup secara murni dan sederhana tanpa kepura-puraan atau kepalsuan.

Mereka secara alami menyadari ketergantungan kepada yang lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih mampu memberikan apa yang mereka butuhkan untuk hidup. Orang kecil yang rendah hati akan mencari satu hal yang dapat menopang di dalam setiap keadaan hidup, yaitu Sang “kebaikan tertinggi,” Allah sendiri.

Sebetulnya, para pengikut Kristus dalam gereja perdana dulu adalah ‘orang kecil’ yang dimaksud penginjil Matius ini. Mereka itu ibarat murid yang sering mengalami penderitaan dan belum berpengalaman, sehingga mau menerima ajaran dan perbuatan Kristus yang menyelamatkan. Sebagai murid Kristus pada zaman sekarang ini, kita seharusnya tidak melupakan identitas sebagai ‘orang kecil’. Bukan dalam arti harus miskin secara material, tetapi lebih sebagai orang kecil dalam arti spiritual. Artinya, kita perlu membangun keutamaan kerendahan hati sehingga terbuka pada kenyataan hidup dan sadar akan kehendak Allah di dalamnya.

Namun, yang lebih penting lagi, seperti yang  tercatat dalam doa singkat Yesus (Mat.11:25-26), hindarilah mentalitas ‘orang bijak dan pandai’ yang sering terjebak dalam kesombongan. Sebab, kesombongan dapat menjauhkan kita dari kasih dan pengenalan akan Allah. Kesombongan adalah cinta yang berlebihan terhadap diri sendiri dengan mengorbankan orang lain dan menganggap diri sendiri lebih penting dari orang lain.

Inilah yang membuat kita mudah untuk tidak peduli dan buta terhadap hal-hal yang berasal dari Allah. Kesombongan adalah akar dari segala dosa dan kejahatan sehingga mampu menutup pikiran terhadap kebenaran dan hikmat Allah bagi kehidupan kita. Namun, kita sendirilah yang akhirnya harus memilih antara kesombongan atau kerendahan hati.

“Sebagai murid Kristus pada zaman sekarang ini, kita seharusnya tidak melupakan identitas sebagai ‘orang kecil’.”

HIDUP, Edisi No. 28, Tahun Ke-77, Minggu, 9 Juli 2023

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here