Gestis Verbisque: Menjaga Keabsahan Sakramen

458
Paus Fransiskus bersama Dikasteri Ajaran Iman
4.2/5 - (5 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Pernahkah anda mendengar kisah seorang imam yang mengalami peristiwa ini, seluruh sakramen yang pernah diterimanya dan seluruh pelayanan sakramen yang pernah diberikannya dianggap tidak sah? Hal ini terjadi setelah diketahui bahwa ketika ia dibaptis, imam yang membaptisnya tidak memenuhi aturan keabsahan suatu sakramen (materi dan formanya tidak sesuai ajaran Gereja Katolik).

Sedangkan imam yang membaptisnya itu pada akhirnya mengundurkan diri setelah diketahui selama kurang lebih dua puluh tahun ia melakukan pembaptisan dengan cara yang salah. Hal ini terjadi di Arizona, Amerika Serikat.

Pernahkah anda mengalami hal serupa yang saya alami. Berhari-hari saya berdebat keras dengan seorang imam asal Jerman, yang selama bertahun-tahun memimpin Perayaan Ekaristi dengan mengucapkan Doa Syukur Agung versi kreativitasnya sendiri (tidak mengikuti apa yang tertulis dalam Missale Romanum) dan melakukan perubahan liturgi atas inisiatifnya sendiri? Meskipun saya menyertakan berbagai dokumen resmi Gereja tentang Sakramen Ekaristi (yang semestinya sudah ia ketahui) dan berbagai alasan kuat untuk mengatakan bahwa tidak semestinya ia melakukan hal itu, namun ia tetap bersikeras melakukannya dengan semata-mata mengatakannya sebagai “kebebasan.”

Contoh peristiwa-peristiwa tersebut bukanlah karangan belaka, melainkan sungguh terjadi.

Vatikan, 3 Februari 2024 Dicastery for The Doctrine of The Faith (Dikasteri Ajaran Iman) mengeluarkan catatan berjudul “Gestis Verbisque” (Materi dan Forma) yang menegaskan kembali bahwa demi keabsahan/validitas suatu Sakramen, maka materia sacramenti (materi/tindakan) dan forma sacramenti (forma/rumusan kata-kata konsekratoris) tidak dapat diubah atas inisiatif sendiri (tanpa melalui prosedur yang telah ditetapkan Tahta Apostolik).

Catatan ini dirasa mendesak dan perlu dikeluarkan dalam menghadapi semakin banyaknya penyimpangan liturgi yang terjadi dalam pelayanan sakramen. Lebih disayangkan lagi, hal itu justru dilakukan oleh para imam yang semestinya tahu dan semestinya dapat mengarahkan umat pada perayaan liturgi dan sakramen yang benar.

Catatan Gestis Verbisque dibahas dan disetujui dengan suara bulat oleh para Kardinal dan Uskup yang merupakan Anggota Dikasteri dan hadir pada Sidang Pleno. Catatan setebal 11 halaman yang ditulis dalam Bahasa Italia ini pun langsung disetujui Paus Fransiskus.

Hal ini menegaskan kembali bahwa rumusan dan unsur material yang ditetapkan dalam ritus esensial setiap Sakramen tidak dapat diubah sesuka hati atas nama kreativitas. Kenyataannya, melakukan hal ini menjadikan Sakramen itu sendiri tidak sah. Oleh karena itu, rahmat Sakramental tidak pernah ada dan tidak ada rahmat Sakramental yang dianugerahkan.

Pembukaan Pleno oleh Paus Fransiskus

Paus Fransiskus membuka sidang pleno Dikasteri Ajaran Iman dengan ceramah yang menyatakan bahwa Sacrosanctum Concilium (konstitusi tentang liturgi suci yang dikeluarkan pada Konsili Vatikan II, 1962-1965) masih tetap relevan sejak dikeluarkan enam puluh tahun lalu. Isinya, kata Paus Fransiskus, merupakan keinginan yang tepat untuk mereformasi Gereja dalam dimensi fundamentalnya, untuk membuat kehidupan umat beriman Kristiani semakin bertumbuh setiap hari, untuk menyesuaikan institusi-institusi yang rentan terhadap perubahan dengan lebih baik terhadap kebutuhan zaman, untuk memupuk hal-hal yang dapat memberikan kontribusi pada persatuan semua orang yang beriman kepada Kristus untuk menghidupkan kembali hal-hal yang berfungsi untuk memanggil semua orang ke dalam Gereja.

Oleh karena itu, ini merupakan pekerjaan pembaruan spiritual, pastoral, ekumenis dan misioner yang mendalam, kata Paus, seraya menambahkan bahwa para Bapa Konsili menyadari bahwa tanpa reformasi liturgi tidak ada reformasi Gereja.

Paus Fransiskus kemudian menjelaskan bahwa reformasi Gereja bergantung pada kasih Gereja kepada Kristus, seperti “kesetiaan suami-istri”, sampai pada titik di mana kita sepenuhnya menjadi serupa dengan Kristus.

Kardinal Viktor Fernández

Saat menyampaikan dokumen tersebut, Kardinal Victor Fernández, Prefek Dikasteri Ajaran Iman, menjelaskan asal usul Catatan tersebut. Beliau mengatakan, “Telah terjadi peningkatan jumlah situasi di mana perlu untuk menyatakan ketidakabsahan Sakramen-Sakramen yang dirayakan karena adanya modifikasi yang kemudian mengarah pada kebutuhan untuk melacak individu-individu yang terlibat untuk mengulangi ritus Pembaptisan atau Krisma dan sejumlah besar umat beriman telah dengan tepat menyatakan kegelisahan mereka.”

Kardinal Victor Manuel Fernández, Prefek Dikasteri Ajaran Iman (DDF) Vatikan

Kardinal Fernández menjelaskan bahwa “walaupun dalam bidang lain dalam tindakan pastoral Gereja terdapat banyak ruang untuk kreativitas, dalam bidang perayaan sakramental hal ini berubah menjadi kehendak manipulatif.”

“Dengan peristiwa/tindakan dan perkataan yang berhubungan erat, Allah menyingkapkan dan melaksanakan rencana keselamatanNya bagi setiap laki-laki dan perempuan.” Demikian bunyi Catatan Gestis Verbisque.

“Sayangnya, perlu dicatat bahwa perayaan liturgi, khususnya Sakramen, tidak selalu dilaksanakan sesuai dengan ritus yang ditentukan oleh Gereja.” tambah Kardinal Fernández.

“Gereja mempunyai tugas untuk memastikan prioritas tindakan Allah dan menjaga kesatuan Tubuh Kristus dalam tindakan-tindakan yang tidak ada bandingannya karena tindakan-tindakan tersebut adalah sakral par excellence dengan kelayakan yang dijamin oleh tindakan imamat Kristus.”

Lebih lanjut Kardinal Fernández mengatakan, “Gereja juga sadar bahwa memberikan rahmat Allah tidak berarti mengambilnya, namun menjadi alat Roh dalam menyalurkan karunia Kristus yang bangkit.” Ia mengetahui bahwa kekuasaannya (potestas, dalam bahasa Latin) sehubungan dengan Sakramen-sakramen berakhir pada substansinya dan bahwa dalam tindakan Sakramental ia harus melestarikan tindakan penyelamatan yang dipercayakan Yesus kepadanya.

Materi dan Forma dalam Sakramen tidak dapat diubah dan tidak untuk dimodifikasi

Dalam Gestis Verbisque, dijelaskan bahwa materi Sakramen terdiri dari tindakan manusia yang melaluinya Kristus bertindak, juga terdapat unsur material (misalnya air, roti, anggur, minyak), di lain waktu terdapat isyarat yang sangat fasih (tanda salib, penumpangan tangan, pencelupan, persetujuan, pengurapan).

Bentuk Sakramen terdiri dari kata, yang memberikan makna transenden pada materi, mengubah makna biasa dari unsur material dan makna murni manusiawi atas tindakan yang dilakukan. Kata-kata seperti itu selalu mendapat inspirasi dalam berbagai tingkatan dari Kitab Suci, berasal dari Tradisi Gereja yang hidup, dan telah ditetapkan secara otoritatif oleh Magisterium Gereja.

Oleh karena itu, materi dan bentuk tidak pernah bergantung dan tidak dapat bergantung pada kehendak individu atau komunitas individu (dengan kata lain, tidak dapat diubah sesuka hati atas nama kebebasan atau kreativitas).

Dokumen tersebut menegaskan kembali bahwa untuk semua Sakramen, bagaimanapun juga, ketaatan akan materi dan forma selalu diperlukan demi keabsahan perayaan, dengan kesadaran bahwa perubahan sewenang-wenang terhadap salah satu dan/atau yang lain—yang berat dan tidak sah. Penyimpangan liturgi dalam pelayanan sakramen membahayakan penganugerahan rahmat Sakramental yang sebenarnya, yang jelas-jelas merugikan umat beriman. Apa yang dibaca dalam buku-buku liturgi yang telah ditetapkan harus ditaati dengan setia tanpa menambahkan, menghapus, atau mengubah apa pun.

Liturgi memungkinkan adanya keragaman yang menjaga Gereja dari “keseragaman yang kaku,” sebagaimana dibaca dalam Konstitusi Konsili Sacrosanctum Concilium. Akan tetapi, keragaman dan kreativitas yang mendorong kejelasan ritus dan partisipasi aktif umat beriman, tidaklah tepat jika diterapkan pada hal-hal yang penting dalam perayaan Sakramen.

Sr. Bene Xavier MSsR, dari Vienna, Austria

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here