Uskup Pejuang Kemanusiaan di Sudan

164
Mgr Cesare Mazzolari MCCI berfoto bersama anak-anak Sudan Selatan. (www.santamariaallafonte.it)
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – NAMA Mgr Cesare Mazzolari MCCI begitu akrab di telinga rakyat Sudan, terutama Sudan Selatan yang baru merdeka tahun 2011 dari Sudan. Sebagai uskup, Mgr Cesare memperjuangkan pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal, melalui pendirian banyak institusi pendidikan, kursus, pelatihan, dll. Ia juga mengembangkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat kecil. Tak kalah penting, ia memulai perjuangannya dengan berjibaku melawan praktik-praktik perbudakan dan advokasi hak-hak asasi manusia, terutama anak-anak.

Mgr Cesare menghabiskan 30 tahun sebagai misionaris di Sudan. Uskup kelahiran Brescia, Italia, 9 Februari 1937 ini bergabung dengan tarekat Missionari Comboniani Cordis Iesu (MCCI), yang biasa disebut Misionaris Combonian. Ia ditahbiskan imam Combonian di San Diego, Amerika Serikat pada 17 Maret 1962. Misi perdana yang ia emban adalah menggembalakan umat Afro-Amerika dan Meksiko-Amerika yang mayoritas bekerja sebagai pekerja tambang di Cincinnati, Amerika Serikat.

Tahun 1981, Mgr Joseph Abangite Gasi, Uskup Tombura, Sudan (kini Keuskupan Tombura-Yambio, Sudan Selatan) mengundang para misionaris Combonian untuk bekerja di keuskupannya. Menanggapi undangan Mgr Gasi, Pater Cesare menawarkan diri untuk pergi bermisi ke Afrika. Pengajuan diri Pater Cesare dikabulkan. Ia lalu diutus bekerja di Paroki Nzara, Keuskupan Tombura, sebagai Pamong dan Direktur Spiritual di Seminari Menengah St Joseph Rimenze.

Seiring waktu, misi Combonian berkembang. Pater Cesare pun didaulat untuk menjadi Provinsial MCCI di Sudan Selatan selama enam tahun. Ia tinggal di Provinsialat yang berada di wilayah yurisdiksi Keuskupan Agung Juba, Sudan Selatan. Sepak terjangnya sebagai Provinsial Combonian menarik perhatian Bapa Suci Yohanes Paulus II (1920-2005). Tahun 1990, Pater Cesare ditunjuk menjadi Administrator Apostolik di Keuskupan Rumbek, yang kala itu menjadi zona perang. Langkah pertamanya adalah memulai negosiasi dengan berbagai pihak dan berkampanye ke mana-mana agar daerah ini mendapat perhatian serta bantuan dalam hal kemanusiaan. Ia pun dengan tegas menyatakan perlawanan terhadap segala bentuk perbudakan, terutama perbudakan anak. Tak heran jika tahun pertama menjadi Administrator Apostolik Rumbek, Pater Cesare sudah membantu pembebasan 150 anak yang mengalami perbudakan.

[nextpage title=”Uskup Pejuang Kemanusiaan di Sudan”]

Mgr Cesare Mazzolari MCCI sedang merayakan Misa bersama umatnya di Sudan Selatan. (www.kirche-in-not.de)
Mgr Cesare Mazzolari MCCI sedang merayakan Misa bersama umatnya di Sudan Selatan. (www.kirche-in-not.de)

Tahun 1991, Pater Cesare membuka kembali misi di Yirol dan berlanjut ke kota-kota lain. Namun, pecahnya Perang Sipil jilid kedua di Sudan membuat banyak stasi misi yang sudah ia buka, terpaksa mengalami kendala yang amat serius. Misionaris Combonian itu pun pernah mengalami perlakuan sewenang-wenang. Tahun 1994, ia ditangkap dan sempat disekap selama 24 jam oleh kelompok pemberontak di bawah bendera Sudan People’s Liberation Army (SPLA). SPLA adalah kelompok separatis bersenjata yang memberontak melawan pemerintahan Khartoum.

Meski demikian, dukungan internasional pun akhirnya mengalir. Namanya kian dikenal dan diperhitungkan sebagai pejuang kemanusiaan bagi rakyat Sudan. Tak disangka, pada 6 November 1998, Bapa Suci Yohanes Paulus II mengangkatnya menjadi Uskup Rumbek. Akhirnya, Takhta Keuskupan Rumbek pun bertuan setelah mengalami sede vacante selama 16 tahun. Takhta ini terakhir diduduki oleh Mgr Gabriel Dwatuka Wagi (1925-1990), yang mengundurkan diri pada 17 Juli 1982.

Mgr Cesare ditahbiskan sebagai Uskup Rumbek oleh Bapa Suci Yohanes Paulus II pada 6 Januari 1999. Sejak menjadi Administrator Apostolik Rumbek, Mgr Cesare sudah memulai membangun kembali keuskupan yang luluh lantak akibat menjadi zona perang untuk usaha pemisahan diri Sudan Selatan dari Sudan. Rentetan perang besar yang berdampak di Rumbek terjadi pada periode 1955-1973 dan periode 1983-2005. Bahkan tahun 1960-an, Pemerintah Khartoum mencanangkan kebijakan untuk mengusir seluruh misionaris asing yang berkarya di Sudan. Praktis banyak stasi-stasi misi yang terbengkelai dan tak jarang sudah ditutup.

Namun, Mgr Cesare tak pernah berhenti berjuang. Ia mendirikan Seminari Menengah yang awalnya dinamakan Pusat Pendidikan St Bakhita. Selain itu, ia begitu peduli dengan kualitas para pendidik sehingga dibangunlah Pusat Pendidikan dan Pelatihan bagi para guru, termasuk Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kateketik untuk kepentingan pastoral. Sembari memperjuangkan pendidikan yang maju di Sudan, ia juga bergerilya mencari bantuan untuk mendirikan pusat-pusat kesehatan bagi masyarakat korban perang saudara. Bahkan Mgr Cesare tak segan meminta pertolongan banyak kongregasi di seluruh dunia untuk memajukan keuskupannya. Hasilnya, kini banyak sekali tarekat klerikal maupun laikal yang bekerja di Keuskupan Rumbek, berkat kerja kerasnya mengetuk pintu banyak tarekat di dunia.

[nextpage title=”Uskup Pejuang Kemanusiaan di Sudan”]

Mgr Cesare Mazzolari MCCI. (www.cattolicanews.it)
Mgr Cesare Mazzolari MCCI. (www.cattolicanews.it)

Ketika Republik Sudan Selatan mendeklarasikan kemerdekaannya pada 9 Juli 2011, Mgr Cesare menjadi saksi peristiwa bersejarah itu. Ia ditunjuk untuk memimpin doa pembukaan dalam Selebrasi Hari Kemerdekaan di Freedom Square, Rumbek. Dirinya sudah melebur dan menyatu dengan denyut kehidupan rakyat Sudan Selatan. Rakyat begitu menaruh hormat dan memandangnya sebagai figur Bapak yang senantiasa siap membantu anak-anaknya yang berkekurangan dan menderita.

Sayang sekali, seminggu usai merayakan kemerdekaan Sudan Selatan, Mgr Cesare wafat. Pada saat mempersembahkan Ekaristi pagi, 16 Juli 2011, ia mengalami serangan jantung. Nyawanya pun tak tertolong.

Mendengar Mgr Cesare wafat, otoritas pemerintah sipil segera menyerukan hari berkabung nasional selama tiga hari untuk menghormati Bapak rakyat Sudan Selatan ini. Sebelum dikuburkan di Katedral Rumbek, jenazahnya disemayamkan di Katedral itu agar rakyat bisa memberikan penghormatan terakhir. Tak disangka, selama beberapa hari, pintu Katedral Rumbek terus dibuka. Lautan manusia menyemut. Mereka datang tanpa memperhatikan label agama, latar belakang dan status sosial. Tua-muda, lelaki-perempuan, klerus-awam, besar-kecil, Kristiani-Muslim, bahkan suku-suku yang masih animis, semua merasa kehilangan figur gembala. Mereka datang siang-malam dari berbagai penjuru Sudan Selatan untuk memberikan penghormatan yang terakhir kepada Mgr Cesare. Gembala pejuang kemanusiaan itu telah tiada, tapi semangatnya masih menyala di hati rakyat Sudan Selatan.

Karena besarnya jasa Mgr Cesare, dicanangkanlah pameran biografi misionaris Combonian yang bekerja tak kenal lelah selama 30 tahun di Sudan ini. Pameran biografi ini digelar sejak 30 September hingga 15 Oktober di Institut Pusat Studi Paulus VI, Concesio, Italia. Banyak pengunjung datang dari berbagai kalangan untuk mengenang kebesaran Mgr Cesare yang mendedikasikan diri bagi pemuliaan martabat kemanusiaan di Benua Hitam. Pameran bertajuk “Person for Others” ini memperlihatkan buah-buah perjuangan Mgr Cesare dalam bidang kemanusiaan dan misi Gereja di Sudan. Kini sudah ada Onlus CESAR Foundation yang bermarkas di Concesio untuk membantu pelayanan kemanusiaan, terutama di Afrika.

R.B.E. Agung Nugroho

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here