Paroki Katedral Samarinda : Perlu Adil dalam Pelayanan

268
Paroki Katedral Samarinda.
[HIDUP/Karina Chrisyantia]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Melayani umat sangat melekat pada tugas Gereja, bukan pada individu. Paroki Katedral Samarinda secara tegas mengupayakan setiap umat mendapat keadilan dalam pelayanan.

Katedral adalah purwa-rupa bagi hidup menggereja dan perlu memancarkan cahayanya sebagai ibu bagi seluruh umat. Begitupun yang sedang dilakukan oleh Paroki Katedral Santa Maria Penolong Abadi, Keuskupan Samarinda, Kalimantan Timur.

Gereja, menurut Kepala Paroki Katedral Samarinda, Pastor Moses Komela Avan, Pr., harus hidup dari umat beriman. Sebagian besar umat beriman, bukan hanya kaum berjubah. “Saya adakan pemberdayaan kaum awam, misalkan di dewan paroki dan prodiakon. Bukan hanya merekrut tetapi membuat pembekalan pemberdayaan berkesinambungan agar mereka dapat melaksanakan tugas dengan keterampilan dan tingkat pengetahuan yang berkualitas,” jelasnya. Ia mengakui, para pastor tidak sanggup melayani permintaan umat tanpa bantuan awam. “Maka dari itu, pelayanan kami atur sehingga seimbang,” ujarnya.

Umat yang merayakan syukuran dan meminta Misa peringatan hari-hari istimewa, kata Pastor Moses, kebanyakan orang mampu. Karena itu, dibuat peraturan yang sudah ditetapkan, mana yang harus ada Misa, mana yang bisa ibadat saja. “Jika semua umat minta pelayanan untuk Misa di rumah secara bersamaan pasti yang dilayani yang minta duluan kan? Lalu, yang duluan adalah Misa perayaan ulang tahun ke-25 tahun sedangkan ada umat yang juga perlu Misa untuk peringatan seribu hari. Pernah ada kejadian, pastor lebih memilih melayani perayaan ulang tahun ketimbang peringatan arwah. Maka, saya mengambil angka-angka yang simbolis untuk dilayani pastor, di luar itu, ibadat dengan prodiakon,” tegasnya.

Selain itu, Pastor Moses mendidik umat untuk tidak punya budaya “permintaan khusus”. Maksudnya, tidak bisa meminta pastor tertentu untuk berpelayanan. “Tahbisan itu menentukan jabatan, tapi tetap melekat atas nama Gereja. Dan Gereja tidak membedakan siapapun,” tegasnya.

Bagi Pastor Moses, selain mendidik umat, peraturan semacam ini menolong para pastor untuk jauh dari rasa nyaman dan godaan. Karena jika sudah nyaman, akan lupa berlaku adil. “Intinya, hierarki jangan pernah melukai umat dengan ketidakadilan,” pungkasnya.

Karina Chrisyantia

HIDUP NO.50 2019, 15 Desember 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here