Pengalaman Pastor Pius Titirloloby Mendoakan Umat yang Meninggal Karena Covid-19

764
Pastor Pius Titirloloby dengan APD dan saat mempersiapkan diri mendoakan umat yang meninggal karena Covid-19/Dok. Pribadi
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM-KAMIS, 6 Agustus 2020, saya ditelepon Pembimas Katolik Provinsi Maluku, untuk meminta kesediaan saya ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ambon mendoakan seorang umat yang baru meninggal karena Covid- 19.

Setelah mengecek beberapa informasi, maka saya bersedia untuk pergi mendoakan umat kita yang baru meninggal terrsebut. Ini untuk pertama kali saya mendoakan jenazah yg meninggal karena Covid- 19.

Ketika sampai di RSUD dr. Haulusy Ambon, saya melapor ke petugas piket di loby depan. Kemudian saya diantar ke ruangan tim medis yang biasa melayani jenazah yang meniggal karna Covid.

Ketika sampai di ruangan, saya berkomunikasi dengan dokter yang menjadi ketua tim di ruangan itu. Dokter tersebut bertanya apakah saya bersedia mendoakan jenazah tersebut di ruang jenazah. Saya menjawab, kalau dari segi medis hal itu dimungkinkan, maka saya bersedia. Dokter mengatakan dimungkinkan, dan akan mengikuti portokuler kesehatan yg telah ditetapkan.

Sang Dokter menyambung, Pastor jangan panik ya, kami semua di sini suda 25 kali melayani jenazah Covid 19. Saya jawab, dokter saya siap melayani mengikuti petunjuk kesehatan yang ditetapkan.

Kemudian saya diberikan perlengkapan APD (Alat Pelindung Diri), lengkap dari penutup kaki sampai kepala, masker dan face shiel. Saya memakainya, dengan terlebih dahulu meletakkan stola pada bahu saya baru memakai baju APD-nya. Buku doa pun dibungkus di dalam kertas transpran, sehingga tetap steril.

Setelah semua tim siap dengan peralatan APD-nya, termasuk dua anggota keluarga dari orang yang meninggal, maka Dokter, ketua tim, meminta saya pimpin doa sebelum kami semua melakukan pelayanan. Semua anggota tim non-Katolik. Mereka mengikuti doa dengan khusyuk.

Setelah doa, kami menuju ruangan jenazah, sekitar 100 meter dari ruangan persiapan tersebut. Ketika sudah dekat, sekitar 50 meter, ada seorang anggota tim berjalan di depan sambil menyemprot disinfektan sepanjang jalan menuju ruang jenazah.

Ketika sampai di ruangan jenazah, para petugas masuk duluan ke ruangan itu, sambil tetap menyemprot disinfektan. Sedangkan saya dan dua anggota keluarga tetap di luar.
Setelah mereka menyiapkan ruangan dan membuka kain penutup jenaza, kami dipersilahkan masuk, sesuai permintaan kekuarga. Dari jarak agak jauh, keluarga diizinkan untuk memotret jenazah. Kameranya suda dibungkus dengan ertas plastik transparan.

Setelah itu kami keluar, dan petugas medis menyiapkan jenazah untuk dimasukan di dalam peti jenazah. Selama jenaza disiapkan pintu ruangan jenazah ditutup. Setelah kurang lebih 25 menit jenazah selesai disiapkan, dan dimasukan di dalam peti jenazah. Jenazah sudah ditutup dengan kain dan plasik. Kemudian petugas mempersilahkan saya dan keluarga untuk masuk di dlm ruang jenazah untuk berdoa.

Saya pun memimpin doa. Setelah pimpin doa, peti jenazah ditutup. Kami dipersilahkan keluar. Setelah itu peti jenaza siap diantar ke mobil jenazah. Saya pun diarahakan untuk kembali. Sebelum meninggalkan ruang jenazah, saya disemprot dengan disinfektan. Dari kepala sampai kaki, depan dan belakang, buku doa yang dibungkus dengan kertas transparan pun disemprot.

Kemudian saya diarahkan meinggalkan ruang jenazah. Setelah sekitar 75 meter, di suatu sudut saya diarahakan untuk melepaskan seluruh peralatan APD dan kertas yang membungkus buku doa. Setelah itu saya diberikan hand sanitizer untuk membersihkan tangan saya. Setelahnya saya dipersilahkan pulang.

Hal Teknis

Dari pengalaman ini, ada beberapa hal yang patut diperhatikan:
Pertama, Umat kita yg meninggal karna Covid-19 patut dilayani. Dan kita tidak perlu takut berlebihan, karena telah disiapkan peralatan dan prosedur kesehatan yang dapat melindungi kita. Petugas medis suda 25 kali melayani, mereka aman-aman saja, karena mengikuti portokuler kesehatan yg ditetapkan.

Kedua, Sebaiknya saat pelayanan, tidak membawa banyak peralatan, cukup tas kecil yang berisi stola dan buku doa, hal ini untuk meminimalisir barang-barang kita untuk terkontaminasi.

Keempat, Sebaiknya doanya sudah diketik pada lebaran khusus, bukan di buku, supaya lebaran doa itu bisa dilapisi kertas plastik transparan, setelah doa, lembaran itu bisa langsung dibuang.

Edit: Yusti H. Wuarmanuk

Pastor Pius Titirloloby

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here