HIDUPKATOLIK.COM – TIGA puluh menit sebelum Misa peringatan HUT Ke-11 BerKhat Santo Yusup (BKSY), Kardinal Ignatius Suharyo saat tiba di Kapel St. Robertus Magnus Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta Selatan langsung menyalami umat yang tengah duduk rapih di bangku-bangku panjang kapel. Melihat Uskup Agung Jakarta itu mendatangi mereka, spontan sejumlah umat berdiri dan diikuti yang lain menyambut uluran tangan Kardinal.

Tak berhenti di situ. Kardinal malah melayani umat perwakilan paroki-paroki di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) yang hadir untuk berfoto bersama per paroki di depan altar. “Bapa Kardinal tampak senang hari ini,” ucap Kasyanto, salah satu pengurus BKSY pagi itu, Minggu, 22/12/2025. Hari ini diadakan Misa Syukur HUT BKSY Ke-11. Kesempatan berfoto dengan Kardinal tak disia-siakan setiap pewakilan. Kapan lagi ada kesempatan seperti ini.

Gerakan Bela Rasa
Sebelum Misa dimulai, pengurus BKSY memberikan pemaparan tentang kondisi BKSY hingga Desember 2024 dan tata laksana layanan baru BKSY tahun 2025.
Sesuai dengan namanya, BerKHat St. Yusup adalah gerakan atau program untuk berbela rasa kepada sesama yang menderita – kecil, lemah, miskin, tersingkir, difabel. Bela rasa diungkapkan dalam bentuk bantuan kepada mereka yang sakit dan meninggal dunia.
Dalam buku saku BKSY dijelaskan, ada dua bentuk bantuan. Pertama, apabila peserta dirawat inap di rumah sakit, keluarga yang bersangkutan akan memperoleh bantuan sebesar Rp 100.000/hari maksimal 90 hari dalam satu tahun. Kedua, bila peserta meninggal dunia, keluarga yang bersangkutan akan memperoleh bantuan sebesar sepuluh juta rupiah. Tujuannya adalah agar jenasah yang bersangkutan dapat dimakamkan secara layak dan bermartabat.

Y.H. Suryo Pujo, salah satu pengurus BKSY menyampaikan, dari 68 paroki di KAJ, baru di 32 paroki gerakan bela rasa ini hadir dan berkarya. Harapannya, gerakan ini bisa eksis di semua paroki di KAJ. Namun hingga usia ke-11 tahun ini, pertumbuhan gerakan ini masih pasang-surut. Di paroki tertentu, jumlah peserta menurun atau tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah umat. Misalnya saja, Paroki Matius Bintaro, Tengerang, Banten dengan jumlah 9.700 jiwa umat namun umat yang menjadi anggota BKSY baru sekigar 1700 orang. Hal yang sama juga terdapat di sejumlah paroki.

Dari sharing beberapa perwakilan, yang tercetus dalam acara ini sesuai permintaan Theodorus Wiryawan, gerakan belum begitu meresap ke tengah umat karena di di setiap paroki memang sudah ada semacam badan/seksi mengurus kebutuhan umat berkaitan dengan kematian seperti St. Yusup. Ada juga yang mengira bahwa BKSY seperti asuransi. Sejatinya, BKSY berbeda dengan asuransi pada umumnya. “Selama ini BKSY memang mendapat dukungan dari Asuransi Central Asia (ACA) dan Asuransi Jiwa Central Asia Raya (CAR). Namun, BKSY bukan produk asuransi. ACA dan CAR memang mendukung di bidang pendanaan. Bahkan dana yang terhimpun dari peserta BKSY masih sangat kurang dibandingkan dengan bantuan yang diberikan kepada peserta. ACA dan CAR dalam hal ini mendukung penuh BKSY,” papar Suryo Pujo.
Ia menegaskan, BKSY bukanlah asuransi dan bukan gerakan bisnis yang tujuannya mencari profit. “BKSY adalah gerakan iman, gerakan rohani, gerakan kasih. Karena gerakan iman, BKSY harus dilihat dengan kacamata iman, bukan dengan kacamata bisnis,” katanya. Seperti disampaikan, BKSY lahir dari kepedulian Paguyuban Lingkaran Sahabat Monsinyur Ignatius Suharyo (PangLingSah). Anggotanya adalah para alumni Seminari St. Petrus Mertoyudan, Magelang, tempat Kardinal Suharyo menjalani pendidikan seminari. PaLingSah menjadi Penanggung Jwab Program BKSY.
Kerelaan Berkorban
Dalam khotbahnya, Kardinal Suharyo mendorong umat untuk terlibat dan rela berkorban dalam gerakan bela rasa ini. “Hadir di sini hari ini saja sudah merupakan pengorbanan,” ujarnya mengingat pertemuan ini diadakan di hari libur.
Kardinal pun mengajak umat yang hadir untuk menjadi rasul BKSY. “Butuh waktu, kerelaan untuk berkorban dan menghargai pribadi-pribadi yang datang pada perjumpaan ini,” tambahnya.
Bagi Kardinal, perjumpaan — seperti dikisahkan dalam Injil hari ini: Maria mengunjungi Elisabet saudaranya – akan meneguhkan. “Dalam perjumpaan, kita pun diteguhkan dalam peristiwa kita yang berbeda-beda di dalam keluarga, masyarakat, dan lain-lain,” imbuhnya.
BKSY Terbuka
Kendati dimulai di KAJ, BKSY terbuka dan diharapkan dapat diikuti sebanyak mungkin orang di keuskupan-keuskupan lain di Indonesia. Harapannya, semakin banyak orang yang peduli dan berbela rasa terhadap sesama yang membutuhkan.
Selain mendaftar melalui paroki-paroki, peserta juga bisa mendaftar melalui komunitas-komunitas. Misalnya, melalui Komunitas Koster Jakarta, Komunitas Karyawan KAJ, Yayasan-yayasan sosial KAJ, dan lain-lain.
Syarat-syarat, pertama, usia 15 tahun sampai dengan menjelang usia 80 tahun, sehat dan paham bahwa ikut BKSY adalah untuk berbela rasa. Kedua, berbagi iuran sebesar delapan puluh ribu per orang per tahun. Ketiga, data sesuai KTP dan KK Pemerintah. Keempat, ada nomor telepon/hape. Bisa langsung login di: www.acakomunitas.com. BKSY berlaku untuk 12 bulan dan dapat diperpanjang. Kepersertaan akan berakhir saat peserta meninggal dunia dalam periode kepesertaan. Dan, pada tanggal yang sama dengan mulai berlakunya program BKSY pada tahun berikutnya.

Ada empat syarat untuk mengajukan bantuan. Pertama, berkoordinasi dengan Petugas/Rasul BKSY Paroki, segera memberikan ke Sekretariat BKSY agar bantuan dapat segera diberikan. Kedua, atas permintaan sanggup bertanggung jawab menyerahkan kelengkapan dokumen, Sekretariat akan menyerahkan bantuan langsung kepada keluarga peserta BKSY. Ketiga, wakil keluarga/Rasul BKSY wajib melengkapi dan menyerahkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan sesuai dengan jadual yang ditetapkan. Keempat, memenuhi syarat administratif.
Untuk permohonan bantuan meneninggal dunia perlu memenuhi dokumen. Pertama, fotokopi identitas peserta (KTP, KK Kelurahan, Kartu BKSY). Kedua, apabila meninggal di rumah sakit: Surat Keterangan Kematian dari dokter/rumah sakit dan diagnosa medis penyebab kematian; apabila meninggal di rumah: Surat Kronologis dari ahli waris; apabila meninggal karena kecelakaan lalu lintas: Surat Keterangan dari kepolisian. Ketiga, Surat Kematian dari kelurahan. Keempat, Surat keterangan kematian dari pastor paroki. Kelima, apabila kesulitan mendapatkan surat keterangan ahli waris kelurahan, dapat diganti dengan keterangan ahli waris dari pastor paroki dan PSE/BKSY dilampiri fotokopi KK dan KK ahli waris.
Untuk permohonan bantuan rawat inap, diperlukan, pertama, identitas peserta; surat keterangan rawat inam yang mencantumkan diagnosa medis, tanggal masuk, dan tanggal keluar rumah sakit; apabila peserta adalah pengguna BPJS/Aske/JKS, maka perlu melampirkan surat pengantar dari pastor paroki dan fotokopi kartu terkait.
F. Hasiholan Siagian
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 04, Tahun Ke-79, Minggu, 26 Januari 2025