HIDUPKATOLIK.COM – Yayasan Mardi Waluya Sukabumi (YMWS) melakukan pembenahan organisasi secara simultan. Mereka menggodog ulang nilai-nilai lembaga, arah karya, identitas, hingga komunikasi publiknya. Suster Ludovika SFS sebagai ketua yayasan memimpin langsung pembenahan ini bekerja sama dengan Yayasan Kawan Tumbuh Indonesia (YKTI). Dua pelatihan berkelanjutan diselenggarakan di Sukabumi pada 8-10 Agustus 2025 dan 10-12 Oktober 2025.
Yayasan Mardi Waluya Sukabumi membawahkan karya pendidikan (TK, SD, SMP, dan SMA) dan kesehatan (klinik). Mereka mengelola sekolah-sekolah “Mardi Waluya” di Sukabumi, Bogor, Cibinong, dan Cipanas. Semuanya di Keuskupan Bogor. Suster Fransiskan Sukabumi (SFS) juga mengelola karya serupa di Keuskupan Agung Semarang, yakni di Grobogan dan Sragen, dengan naungan Yayasan Mardi Lestari.
Situasi karya mereka beragam. Ada yang jumlah muridnya berkurang, namun sebaliknya ada yang bikin macet jalanan kota karena jumlah muridnya berlimpah. Situasi ini menarik perhatian Suster Ludovika SFS. Bukan sekadar merespons situasi sesaat, ia mengajak tim yang dipimpinnya melihat kembali relevansi kehadiran mereka di masyarakat di tengah dunia yang sedang dan akan terus berubah. Baginya, ini saat yang tepat untuk berbenah.
Bekerja sama dengan YKTI, YMWS merancang langkah-langkah pembenahan secara terstruktur, terukur, dan dengan implementasi yang cepat bisa dieksekusi. Rangkaian pelatihan diselenggarakan. Para pemimpin unit karya dikumpulkan di Sukabumi dan Megamendung. Juga beberapa orang dikirim untuk ikut dalam pelatihan “Transformasi Sekolah Katolik” LEKAS di Muntilan dan “School Leadership Camp” YKTI-YISK di Semarang.
Mereka meyakini, pembenahan dibangkitkan dari dalam. Memeriksa diri dikedepankan ketimbang sibuk memetakan situasi di luar. Kesadarannya, hanya jika bangunan mereka kokoh masyarakat akan percaya. Kekokohan bangunan itu bukan demi dilihat bagus dari luar, apalagi dibanding-bandingkan dengan bangunan lain, melainkan terutama karena mereka yang ada di dalam bangunan itu layak mendapatkannya. Siapa mereka yang dimaksud? Murid di lembaga pendidikan dan pasien di lembaga kesehatan.
Oleh karena itu, difasilitasi H.J. Sriyanto, Ignaz Kingkin Teja Angkasa, dan A.A. Kunto A dari YKTI, tim YMWS mengolah aspek-aspek apa saja yang perlu dilihat kembali supaya kehadiran mereka sungguh-sungguh masih sesuai dengan semangat awal pendiriannya sebagai lembaga Katolik dengan Spiritualitas Fransiskan. Setelah itu, aspek-aspek apa saja yang perlu dibenahi, baik sebagian maupun total, supaya kehadiran mereka tetap relevan di masa yang akan datang.
Setelah ada kesadaran dari dalam, alur pembenahan dimulai dari luar menuju ke dalam. Pada pelatihan pertama tentang “branding lembaga”, mereka melihat citra lembaga dari kacamata “publik mengenal kita sebagai siapa”. Perspektif ini dijadikan tolok ukur “apakah citra itu sesuai dengan siapa kita ingin dikenal”. Tegangan ini menarik. Diskusinya antara memenuhi harapan publik, yang artinya “propasar”, atau “profetik” menjadi saksi nilai-nilai Kasih yang benar, adil, dan damai? Ini sangat tidak mudah.
Tidak mudah karena perkara citra lembaga tak sekadar ikhwal konten di media sosial. Tak sekadar diukur dengan parameter follower dan engagement. Lebih dari itu, “branding” adalah tentang persepsi yang tertanam di benak publik. Dan persepsi itu dibentuk oleh interaksi real dan virtual. Suatu jejalin pengalaman yang panjang dan mendalam.
Untuk itu, pada pelatihan kedua, aspek yang lebih fundamental dibongkar, yakni menyangkut visi, misi, dan nilai inti lembaga. Dokumen-dokumen diperiksa. Rumusan-rumusan pernyataan ditajamkan. Indikator-indikator ditetapkan. Sebelum dikomunikasikan ke luar, citra lembaga diselaraskan ke dalam dengan identitas dan budaya lembaga. Khusus lembaga sekolah, juga diselaraskan dengan profil murid dan guru.
Dengan keselarasan setiap aspek tersebut, demikian Suster Ludovika SFS, ia berharap setiap tim yang berkarya di Yayasan Mardi Waluya Sukabumi sungguh paham tugas perutusan profetik mereka yang secara apostolik turut menjaga eksistensi Gereja Katolik di tengah tantangan zaman ke depan.
A.A. Kunto A (Semarang)






