HIDUPKATOLIK.COM – Paus bertemu dengan sekitar 15.000 guru dan siswa di Lapangan Santo Petrus di Roma akhir Oktober lalu, dalam rangka Yubileum Dunia Pendidikan dan mengajak para guru untuk terhubung dengan “diri batin” siswa mereka, karena tanpa perjumpaan yang mendalam dengan mereka, “setiap usulan pendidikan pasti akan gagal.”
Seperti dilansir Vatican News, berdasarkan pengalaman pribadinya sebagai guru di lembaga pendidikan Agustinian, Paus Leo mendasarkan pidatonya kepada para pendidik dari seluruh dunia, yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus dalam rangka Yubileum Dunia Pendidikan.
Hidup batin, kesatuan, kasih, dan sukacita, empat aspek kunci doktrin Santo Thomas Aquinas: menurut Paus Agustinian, inilah landasan pendidikan Kristiani.
Paus mendesak agar keempat aspek ini menjadi “elemen kunci” praktik pendidikan, yang ia yakini membantu mewujudkan wajah “Gereja (…) Bunda dan Guru (…) bagi banyak murid dan mahasiswa yang pendidikannya kalian dedikasikan.”
Perjumpaan Manusia yang Mendalam
Mengacu pada pepatah Santo Agustinus — “suara kata-kata kita menusuk telinga, tetapi Guru sejati ada di dalam” — Paus mengingatkan umatnya bahwa “adalah keliru untuk berpikir bahwa kata-kata yang indah atau ruang kelas, laboratorium, dan perpustakaan yang lengkap sudah cukup untuk mengajar.”
“Semua ini hanyalah sarana dan ruang fisik, yang memang bermanfaat, tetapi Guru ada di dalam,” ujarnya, menekankan bahwa kebenaran tidak mengalir melalui suara, dinding, atau koridor, melainkan melalui “perjumpaan mendalam antarpribadi — yang tanpanya setiap upaya pendidikan pasti akan gagal.”
Interioritas
Melanjutkan refleksi ini, Paus mencatat bahwa siswa masa kini membutuhkan bantuan untuk “bersentuhan dengan jati diri mereka,” menekankan tantangan kedangkalan di dunia yang “didominasi oleh layar dan filter teknologi.” Beliau juga menunjukkan bahwa bahkan para pendidik—”sering kali lelah dan terbebani dengan tugas-tugas birokrasi”—mengandung risiko nyata melupakan cor ad cor loquitur (“hati berbicara kepada hati”), sebuah ungkapan Santo Yohanes Henry Newman yang menggemakan nasihat Agustinus sendiri: “Jangan melihat ke luar dirimu. Kembalilah pada dirimu sendiri. Kebenaran bersemayam di dalam.”
Menurut Paus, kedua ungkapan ini mengajak kita untuk memandang pendidikan sebagai “sebuah perjalanan yang dijalani guru dan peserta didik bersama — menyadari bahwa pencarian mereka tidak pernah sia-sia, tetapi juga bahwa mereka harus terus mencari bahkan setelah mereka menemukannya.”
“Hanya upaya yang rendah hati dan bersama ini,” katanya, “yang di lingkungan sekolah berbentuk proyek pendidikan, yang dapat mendekatkan siswa dan guru kepada kebenaran.”
Kesatuan
Mengenai tema kesatuan, Paus—yang motto kepausannya, In Illo uno unum est, berpusat pada konsep ini—menyatakan bahwa “hanya di dalam Kristus kita sungguh-sungguh menemukan kesatuan: sebagai anggota yang terhubung dengan Sang Kepala, dan sebagai rekan dalam perjalanan pembelajaran seumur hidup.”
Dimensi “kebersamaan” ini, yang begitu hadir dalam tulisan-tulisan Santo Agustinus, sangat fundamental dalam konteks pendidikan, kata Paus, baik sebagai tantangan terhadap keegoisan maupun sebagai stimulus untuk pertumbuhan.
Kasih
Tentang kasih, Paus menekankan bahwa “untuk mengajar, berbagi pengetahuan saja tidak cukup — harus ada kasih.”
“Mengajar tidak pernah bisa dipisahkan dari kasih,” katanya, “dan salah satu tantangan masyarakat kita saat ini adalah kita tidak lagi cukup menghargai kontribusi besar yang diberikan para guru dan pendidik kepada masyarakat dalam hal ini.”
Hanya ketika kasih terlibat, tegasnya, pengajaran akan benar-benar berbuah — “tidak hanya dalam isinya, tetapi terutama dalam kasih yang disampaikannya.”
Sukacita
Terkait tema sukacita, Paus Fransiskus menyatakan bahwa “guru sejati mengajar dengan senyuman, dan tantangan mereka adalah membangkitkan senyuman yang terpancar dari lubuk jiwa siswa mereka.”
Ia menyatakan keprihatinannya bahwa lingkungan pendidikan saat ini semakin menunjukkan “tanda-tanda kerapuhan batin yang meluas di segala usia.” “Kita tidak bisa menutup mata terhadap seruan minta tolong yang hening ini,” Paus Leo memperingatkan. “Sebaliknya, kita harus berusaha mengidentifikasi akar permasalahannya yang terdalam.”
Kecerdasan buatan, Paus memperingatkan, dengan “pengetahuannya yang teknis, dingin, dan terstandarisasi,” berisiko semakin mengisolasi siswa yang sudah terisolasi, memberi mereka ilusi bahwa mereka tidak membutuhkan orang lain — atau lebih buruk lagi, bahwa mereka tidak layak bagi orang lain.
Dalam konteks ini, Paus Fransiskus mengatakan, peran pendidik adalah keterlibatan manusia — “dan sukacita dari proses pendidikan itu sendiri sangat manusiawi, api yang menyatukan jiwa-jiwa dan menjadikannya satu.” (fhs)






