Pikiran Manusia Ibarat Penggiling Padi

264
Sekretaris Eksekutif Komisi Komunikasi Sosial KWI, RD Kamilus Pantus / Foto : Kevin S Putra
2.5/5 - (4 votes)

Sejak awal, Gereja Katolik tidak menempatkan internet sebagai tujuan akhir pencarian manusia. Internet ditempatkan sebagai sarana. Dia bukan tujuan pencarian manusia, apalagi dianggap sebagai Allah yang kedua.

Demikian disampaikan Sekretaris Eksekutif Komisi Komunikasi Sosial Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), RD Kamilus Pantus, di Rumah Retret Panjer Enjing, Gedanganak, Ungaran, Semarang, Sabtu (25/11).

Di hadapan seratus Orang Muda Katolik (OMK) Keuskupan Agung Semarang, Kamilus menegaskan bahwa Gereja mengapesiasi penemuan internet sebagai bagian dari cara kerja Allah menggunakan akal budi manusia. “Sebagai sarana, gereja menjadikan internet sebagai lahan untuk mewartakan kebenaran-kebenaran Injil,”ujar pastor asal Ruteng ini.

Gereja dari awal bahkan sebelum internet muncul sudah bicara tentang hal-hal yang berkaitan dengan komunikasi sosial. Banyak dokumen gereja yang menyebutkan bagaimana sikap gereja terhadap kemajuan yang ada.

Penggiling
Paus Frasiskus dalam pesannya di Hari Komunikasi 2017 menyebutkan, pikiran manusia itu ibarat penggiling padi. Fungsi pertama dari penggiling, memisahkan sekam dan beras. Dalam pikiran mansia ada aneka informasi yang masuk. “Kecepatan informasi, membuat manusia tidak ada waktu untuk merefleksikan apakah yang semua yang masuk itu baik atau tidak. Maka paus menganjurkan, berhadapan dengan kecepatan informasi itu kita harus bekerja seperti penggiling padi itu,”ujar Kamilus

Menurut Kamilus, penyaringan pertama berada pada tahap akal budi, untuk menyaring yang baik dan benar. Jangan langsung percaya apalagi langsung share, tapi kita harus melihatnya dari kacamata akal budi. Apakah yang ada ini benar atau tidak. “Dalam aspek terdalam, penyaringan kedua ada pada suara hati,”ujar Kamilus.

Dalam suara hati ada intervensi Roh Kudus. Dia akan membisikkan pada kita yang baik dan yang tidak. Maka kalau dipakai bahasa dunia film, sensor internal manusia itu ada pada suara hati.  Menurut Kamilus, Gereja telah memberi aneka sarana untuk memurnikan sensor internal seperti retret, doa, baca kitab suci, doa rosario. Semua aktivitas ini selain untuk mendekatkan diri pada Tuhan juga menajamkan fungsi suara hati, sehingga peran sebagai sensor internal menjadi maksimal.

“Kalau kita tahu memanfaatkan sensor internal itu, orang bisa membaca siapa kita. Ketika sensor dimaksimalkan orang tahu kualitas atau siapa diri kita karena identitas kita dapat terbaca dari cara berkomunikasi,”ujar Kamilus.

Menurut Kamilus, kalau sehari-hari kita bicara porno, menyakiti orang lain maka identitas kita dipertanyakan. Sumber informasi terdalam kita berarti tidak berfusngi. Kalau kebiasaan kita merampok, mencuri, dan lainnya berarti peran suara hati tidak ada.

Paus sendiri, kata Kamilus, minta supaya dua hal ini (akal budi dan suara hati) dipakai secara maksimal menghadapi penyebaran informasi yang sangat cepat itu sehingga kita tidak hanya menjadi manusia konsumtif, tapi seorang konsumtif yang kritis. “Kita terima masukan yang ada tapi kita jalankan fungsi kritis dengan peran akal budi dan suara hati,”tegas Kamilus.

Kota ketujuh

Kota Semarang menjadi kota tujuan ketujuh dalam rangkaian kegiatan Forum Dialog dan Literasi Media yang digagas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggandeng Konferensi Waligereja Indonesia.

“Ini kota yang terakhir setelah Jakarta, Medan, Malang, Bandung, Manado, dan Kupang, di tahun ini,”ujar Kamilus. Dilaksanakan oleh Komisi Komunikasi Sosial KWI, kegiatan Literasi Media ini didukung oleh Komisi Komsos dan Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Semarang.

Seratus Orang Muda Katolik (OMK) dari beberapa elemen seperti ISKA (Ikatan Sarjana Katolik Indonesia), Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI), dan Pemuda Katolik Republik Indonesia (PMKRI) belajar memahami bagaimana media sosial memunculkan dunia baru yang disebut dunia virtual. Selama dua hari hingga Minggu di Rumah Retret Panjer Enjing, Gedanganak, Ungaran, Semarang, OMK belajar berani tampil menjadi agen penyebar kabar baik (positif).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here