web page hit counter
Sabtu, 12 Oktober 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

dr Ronald Irwanto, SpPD-KPTI, FINASIM: Antibiotik pun Harus Diresep

4/5 - (7 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Banyak orang menganggap gampang cara minum obat antibiotik. Namun, obat ini sebenarnya butuh kehati-hatian. Salah minum, sakit bisa tak bisa sembuh.

Dokter spesialis penyakit dalam, dr Ronald Irwanto, SpPD-KPTI, FINASIM, menemukan banyak pasien yang minum antibiotik berdasarkan saran tetangga atau saudara. Mereka tidak meminumnya berdasar resep dokter. Kecenderungan ini menyebabkan dosis obat yang digunakan untuk membunuh kuman itu tidak sesuai dengan yang seharusnya.

Antibiotik memang diberikan untuk menyembuhkan infeksi yang disebabkan oleh kuman. Namun, antibiotik juga bisa membahayakan jika tidak digunakan secara bijak. Kesalahan penggunaan antibiotik menyebabkan kuman menjadi resisten. Sehingga nantinya dokter harus memberi resep dengan dosis yang lebih tinggi.

Hal ini yang mendorong dr Ronald mulai menggalakkan kampanye peduli antibiotik dan pengendalian infeksi. Tak puas hanya di Indonesia, ia berkampanye hingga mancanegara, seperti Tiongkok, Amerika, dan Eropa.

Edukasi Masyarakat
Pengetahuan dokter-dokter di Indonesia tergolong sudah mumpuni. Namun, dr. Ronald mengakui masih terdapat perbedaan informasi dan teknologi yang diterapkan di setiap rumah sakit. Perbedaan demografi dan infrastuktur di masing-masing daerah ternyata menjadi sebab. “Selama ini saya melakukan kampanye mengenai penggunaan antibiotik dari dua sisi: dokter dan pasien,” kata dr Ronald di ruang kerjanya di Rumah Sakit Pondok Indah, Puri Indah, Jakarta Barat.

Menurutnya, kontrol lebih mudah dilakukan dari pihak dokter. Mereka dapat menyampaikan secara langsung kepada pasien melalui sistem yang ada di rumah sakit. Setiap resep yang ditulis oleh dokter direkam secara transparan sehingga mudah dievaluasi.

Meski begitu, dr Ronald mengaku, di masyarakat hal ini sulit dikendalikan. Banyak faktor dijumpai yang menjadikan orang cenderung sembarangan dalam meminum obat. “Kami tidak dapat melakukan kontrol terhadap obat yang dikonsumsi itu; dari mana asalnya dan berapa banyak yang telah dikonsumsi.”

Aktivis Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik Indonesia (PETRI) ini menjelaskan, ada berbagai jenis kuman terkait antibiotik. Ada kuman yang menyerang bagian tubuh tertentu saja dan ada yang bisa menyerang seluruh bagian tubuh. Kuman tuberculosis (TBC) misalnya, kuman ini menyerang seluruh tubuh. Fungsi antibiotik akan bekerja dengan baik jika diketahui kuman apa yang menyebabkan penyakit. “Harus juga memperhatikan kondisi tubuh orangnya saat itu. Semuanya itu saling terkait dalam menentukan terapinya,” paparnya.

Beberapa kali, dr Ronald mengadakan simposium bersama dengan rekan-rekannya. Mereka memberikan pengarahan kepada masyarakat bagaimana seharusnya bertindak ketika sakit. Misalnya, ia mengkampanyekan bagaimana pertolongan pertama yang harus dilakukan kepada anak yang demam karena infeksi. Hal ini penting agar anak tidak kejang. Dalam kondisi ini anak harus dikompres dan segera dibawa ke dokter. “Jangan ambil tindakan sendiri!” katanya menerangkan.

Menurut dr. Ronald, respons terhadap edukasi tergantung pada individu. Sebagian masyarakat masih percaya dengan tradisi “kerokan”. Ada yang menghindari pengobatan rumah sakit karena biaya yang mahal. “Sesungguhnya, keberadaan BPJS sudah cukup membantu masyarakat. Mereka bisa berobat ke dokter atau rumah sakit agar bisa mendapatkan obat yang sesuai,” lanjutnya.

Masyarakat, lanjut dr Ronald seharusnya tidak lagi menganggap remeh setiap penyakit dan hanya meminum obat dari saran tetangga atau saudara. Anjuran untuk pergi memeriksakan diri ke dokter atau berobat ke rumah sakit ini merupakan salah bentuk edukasi terhadap masyarakat. “Kita ingin mengedukasi masyarakat untuk tidak menggunakan antibiotik secara serampangan, banyak apotek yang menjual antibiotik secara bebas.”

Menyikapi masalah kesehatan yang cukup kompleks di Indonesia, dr Ronald mengatakan ada kebutuhan untuk mempercepat evolusi, edukasi, dan regulasi di bidang medis. “Hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah meningkatkan taraf hidup dan martabat kehidupan masyarakat.”

Menjadi Dokter
Dr Ronald yang dibesarkan dalam keluarga Katolik, ayah dan ibunya pun memiliki profesi yang sama. Beberapa saat setelah tamat dari SMA Kolese Kanisius, Jakarta sang ibu meninggal akibat kecelakaan. Sebelum meninggal, sang ibu berpesan agar Ronald melanjutkan studi kedokteran. Pesan ini seakan menjadi jalan masa depannya. Ronald pun menggantung cita-cita meneruskan pendidikan ke jurusan teknik lingkungan. “Sebenarnya saya lebih suka bekerja di lapangan. Tapi amanah ibu menorehkan pergolakan batin yang hebat dalam diri saya,” ungkapnya.

Dr Ronald lulus pada 2002. Ia mengaku Novena dan doa banyak menolong dokter yang kini menjadi anggota Kelompok Kerja Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Kementerian Kesehatan ini. “Saat harus menjalankan program Pegawai Tidak Tetap (PTT) ke Indonesia Timur, mau menikah, dan melanjutkan studi spesialis di Universitas Indonesia (UI), saya selalu memohon pertolongan Bunda Maria,” ungkapnya.

Mengambil Spesialis penyakit dalam bukan hal yang mudah. Ia menjadi satu-satunya lulusan Universitas Trisakti yang diterima studi lanjut di Universitas Indonesia. Apalagi karena hanya delapan dokter yang diterima. Setelah lulus sebagai Dokter Spesialis Penyakit Dalam, penyuka buku dan renang ini melanjutkan studi Sub-Spesialis Konsultan Penyakit Tropik dan Infeksi. “Semua perjalanan hidup itu menjadi rangkaian keajaiban buat saya,” ungkap dr Ronald.

Karunia Lain
Di antara beragam pencapaiannya, dr Ronald selalu bersyukur atas kehidupan rumah tangganya yang sudah berjalan selama 14 tahun. Kini, ia dan sang istri Widya wati Lekok masih merindukan buah hati. “Rezeki manusia tidak sama. Ada yang dikarunikan kebahagiaan melalui kehadiran anak dalam keluarga,” kata pria yang sering manggung di Hard Rock Café bersama Band Alumni Kanisius Rockustik 94.

Yang terpenting bagi dr Ronald adalah bersyukur atas apa yang diterima. Beberapa orang dekat menyarankan agar ia dan istri mencoba program bayi tabung. Namun, mereka setia pada apa yang diajarkan Gereja Katolik. Ia percaya, jika Tuhan berkehendak, pasti dapat. “Kami mengikuti anjuran Gereja saja, tidak melakukan intervensi dalam kehidupan,” tanggapnya dengan tenang.

dr Ronald Irwanto, SpPD-KPTI, FINASIM
Istri : Widyawati Lekok

Riwayat Pendidikan :
SMA Kolose Kanisius Jakarta
Universitas Trisakti (Fakultas Kedokteran)
Universitas Indonesia (Spesialisasi Penyakit Dalam)

Karier :
– Dokter di Rumah Sakit Pondok Indah, Puri Indah, Jakarta Barat
– Dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
– Tim Panel Ahli Pembuatan Panduan Nasional Praktek Kedokteran (PNPK) Sepsis, Kementerian Kesehatan tahun 2016
– Anggota Kelompok Kerja Pencegahan & Pengendalian Infeksi (PPI) Kementerian Kesehatan
– Sekretaris Jenderal Perkumpulan Pengendalian Infeksi Indonesia (PERDALIN).

Angela Rijanti

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles