Perda Agama, Antara Ideologis dan Komoditas Politik

436
Narasumber diskusi dengan tema "Perda Agama ; Ideologis atau Komoditas Politik?": (kiri-kanan) Direktur Program SMRC Sirojuddin Abbas; Peneliti CSRC UIN Jakarta Rita Pranawati; dan Kandidat Doktor di Pennsylvania University, Akhmad Sahal. Acara diselenggarakan oleh Maarif Institute, di Tebet, Jakarta Selatan Rabu (21/11). [Akurat.co/Oktavian]
5/5 - (1 vote)

Jakarta, HIDUPKATOLIK.com Dalam suatu cuplikan video yang cukup viral di media sosial berjudul “17 tahun menyebar toleransi” (BBC Indonesia), istri dari Presiden Indonesia keempat Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah mengutarakan pendapatnya tentang kondisi negara Indonesia saat ini.

Keprihatinan seorang mantan ibu negara terpancar jelas dari air mukanya dengan ucapan agak terbata-bata. “Anak bangsa ini harus diselematkan, negara ini harus diselamatkan. Intoleransi kian mencuat, kemudian kerukunan itu digoyang-goyang, negara dan bangsa itu selalu diteror dan sebagainya.”

Kekhawatiran itu ternyata tidak hanya dialami oleh ibu Nuriyah. Direktur Eksekutif MAARIF Institute Muhd. Abdullah Darraz turut menyinggung tentang adanya berbagai perda yang bernuansa agama di Indonesia dan membawa dampak negatif yakni munculnya politik partisan.

Darraz menilai bahwa perda-perda tersebut harus ditinjau ulang demi mewujudkan Indonesia yang lebih baik lagi, utamanya dalam membuat aturan hukum bersama di negeri yang plural ini. “Perda-perda itu bukan hanya mendiskriminasi kelompok minoritas dan kaum perempuan, tetapi lebih jauh telah merusak kehidupan berbhineka yang tak jarang berpotensi merusak tatanan sosial masyarakat.”

Hal tersebut dikatakan oleh Darraz dalam kata sambutannya membuka acara diskusi publik bertema “Perda Agama; Ideologis atau Komoditas Politik?” di Aula Kantor MAARIF Institute, Tebet Barat Dalam II, pada Rabu, 21/11. Aturan hukum bersama ini, menurut Darraz, akan lebih efektif jika menginduk pada konstitusi UUD.

Selain itu hadir sebagai narasumber dalam diskusi ini, Direktur Program SMRC (Saiful Mujani Research & Consulting), Jakarta, Sirojuddin Abbas; Direktur The Cokro, Akhmad Sahal; dan Peneliti CSRC UIN Jakarta, Rita Pranawati. Direktur Riset MAARIF Institute, Moh. Shofan sebagai pemandu diskusi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here