Dua Mata Uang, Dua Tanggung Jawab

403
Mata uang Dinar. [dok.ist.]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Oleh: Henricus Witdarmono (M.A. Rel. Stud. Katholieke Universiteit te Leuven, Belgia)

Banyak orang menilai, keberhasilan Pemilu dan Pilkada serentak 17 April 2019, tergantung pada partisipasi warga negara. Partisipasi itu sendiri terkait dengan kesadaran mengenai makna sebuah kewajiban dalam kehidupan konkret. Injil Markus menunjukkan masalah ini dalam perikop tentang ‘Membayar Pajak kepada Kaisar’ (lih. Mrk. 12:13-17).

Konteks penulisan dalam Injil paling tua itu adalah sejarah dan budaya Palestina, Romawi dan Yunani, yang saling terkait (Walter Kelber, 1983). Ujung dialog Yesus dengan para utusan kelompok Herodian dan Farisi mengenai kewajiban pajak itu, memang berakhir dengan kesimpulan praktis. “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” (ay. 17).

Dalam penyimpulan itu, Yesus sama sekali tidak memakai kutipan Alkitab. Yang ditunjuk adalah realitas pragmatis. Pada zaman Yesus (sekitar tahun 30-an), pajak kepada Kaisar/Negara dibayar dengan mata uang denarius (dinar), yang dibuat oleh pemerintah. Asal usul itu menjadi dasar, setiap mata uang adalah ‘milik’ Kaisar, dan karenanya wajib diberikan kembali kepadanya sebagai penguasa tunggal Negara.

Itulah makna, gambar kaisar, dan tulisan pada mata uang dinar. Di zaman Yesus, pada sisi pertama dinar (lih. gambar kiri), ada gambar Kaisar Tiberius (42 Seb. Mas.- 37 M), dan tulisan: “TI[berivs] CAESAR DIVI AVG[vsti] F[ilivs] AVGVSTVS (Kaisar Augustus Tiberius, putra Augustus yang ilahi).

Di sisi sebaliknya (gambar kanan), ada gambar Dewi Livia (dewi perdamaian), yang memegang tongkat kerajaan dan daun palma lambang perdamaian, dan tulisan PONTIF(ex) MAXIM(us)US (Imam Agung: gelar Kaisar).

Gambar dan tulisan pada dinar Romawi itu menjadi dasar kewajiban mengembalikannya—dalam bentuk aneka pajak—kepada Negara. Ini realitas pertama.

Realitas kedua terkait dengan teks: “berikanlah kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” (ay. 17b). Teks ini harus dibaca dalam konteks sosial, keagamaan, dan politik Palestina Abad Pertama.

Yudaisme zaman itu mewajibkan setiap orang Yahudi dewasa untuk “memberikan kepada Allah”, yang ditafsirkan sebagai pajak kepada Bait Allah, ‘tempat Yahwe bersemayam’. Untuk kewajiban kepada Allah itu, mata uang asing, yang memiliki gambar, simbol, dan tulisan dewa dan penguasa duniawi (kafir), tidak boleh dipakai.

Yang boleh dipakai hanyalah mata uang perak Yahudi, shekel atau syikal, yang tidak memiliki gambar penguasa duniawi. Inilah pragmatisme Yesus saat menghadapi jebakan! 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here