Menjelaskan Soal Perceraian kepada Anak

328
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Romo Erwin yang baik, saya adalah seorang ibu yang terpaksa bercerai dengan suami saya tiga bulan yang lalu. Sebelumnya kami hidup dalam ketidakcocokan selama sembilan tahun. Selama ini kami tidak secara terbuka mengatakan adanya konflik di antara kami kepada anak kami yang berusia delapan tahun. Bagaimana saya harus menjelaskan jika anak saya bertanya, “Mengapa papa berpisah dengan mama?” Mohon pencerahan dari Romo. Terima kasih.

Joice, Jakarta.

Ibu Joice yang baik, terima kasih atas pertanyaan Ibu mengenai pendidikan anak. Masalah yang Ibu alami dalam keluarga adalah sebuah tragedi yang tidak diinginkan dan merupakan situasi yang tidak ideal dan memang sulit untuk dijelaskan, khususnya kepada anak-anak.

Ajaran Gereja mengajarkan bahwa perkawinan antara orang-orang Katolik bersifat kekal dan tidak dapat diceraikan, kecuali oleh kematian.

Ajaran ini adalah ajaran formal dan tak tergoyahkan. Ajaran ini harus dijelaskan seperti itu, meskipun ada masalah dalam pelaksanaan di “lapangan”. Ajaran mengenai kesatuan tetap dalam perkawinan Katolik harus disampaikan kepada siapa pun meskipun belum terlaksana. Pendidikan iman haruslah menyampaikan hal-hal ideal dan benar kepada generasi muda agar mereka juga belajar mengejarnya pada masa depan.

Ibu Joice yang baik, penjelasan ideal ini memang suatu perjuangan tersendiri, khususnya ketika kita mengalami kebalikannya. Kita ingin memberikan pendidikan yang baik, tapi pada waktu yang sama menghadapi kenyataan yang sulit dan berlawanan dengan yang ideal itu. Dalam situasi ini, pendidikan iman dan sikap bijaksana harus berjalan bersama.

Jangan mulai dengan pembohongan. Bersikaplah bijaksana untuk menyampaikan kenyataan kepada anak-anak yang belum siap memahaminya. Ini menjadi tips mendidik anak kecil dalam situasi yang sulit. Mengatakan perpisahan tidak harus dengan menjelaskan perceraian; mengatakan sebab secara gamblang; atau bahkan mengajak anak untuk membenci dan mempersalahkan orangtuanya itu.

Hal lain, mengenai bahasa yang kita gunakan. Barangkali kita dapat menggunakan kata-kata yang formal agar nuansa edukasi atau pendidikan terjamin dalam proses pemberian informasi itu. Menggunakan kata “perpisahan” atau “tragedi” memang tidak mudah ditangkap oleh anak di bawah sepuluh tahun, tapi kata itu kita maksudkan agar tidak menutupi masalah tetapi juga mengurangi luka anak karena kata-kata yang terlalu emosional dan kasar.

Hal yang masih perlu dipikirkan adalah bagaimana mengurangi akibat perceraian atau perpisahan itu bagi anak-anak agar tak bersalah. Jika mungkin, anak-anak masih boleh bertemu dengan orangtua yang terpisah sehingga perpisahan tidak menambah pengalaman emosi yang negatif terhadap hidupnya. Jika memang tidak mungkin atau membahayakan, diusahakan suatu pendekatan yang halus sesuai usianya.

Ambillah waktu bersama, ajaklah bicara serius tapi santai tentang perpisahan Anda. Katakanlah bahwa sebenarnya Tuhan mengharapkan perkawinan itu haruslah tak terpisahkan, tetapi Bapak dan Ibu terpaksa tidak hidup dalam satu rumah lagi, karena hidup bersama masih sangat sulit saat ini, sehingga Bapak dan Ibu perlu belajar untuk semakin mencintai satu sama lain.

Jawaban ini memang tidak memadai saat ini, tetapi suatu saat, sesuai usia, kita bisa emakin menjelaskan kenyataan kepada anak Ibu dan Bapak. Bagaimana pun, saya tetap berharap Ibu dan Bapak mempertimbangkan lagi keputusan untuk berpisah, karena bagaimana pun anak-anak menjadi korban dari perpisahan itu.

Pastor Alexander Erwin Santoso MSF

HIDUP NO.36 2019, 8 September 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here