web page hit counter
Minggu, 7 Desember 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Membuat Tanda Salib yang Benar dan Maknanya

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COMPastor Kris yang terkasih, saya beberapa kali melihat umat Katolik membuat tanda salib agak berbeda, khususnya bagian “dan Putera”. Ada yang menunjuk pada dada bagian tengah, ada yang menunjuk pada perut bagian atas. Saya pernah mendengar informasi bahwa perut merujuk pada “rahim”. Yang benar bagaimana ya, Pastor? Dan bagaimana penjelasannya?

Ika, Magelang, Jawa Tengah

SAMPAI sekarang tidak ada suatu ketentuan khusus tentang bagaimana membuat tanda salib. Ada yang mengatakan bahwa saat menyebut “Putera” menyentuh dada, menunjuk pada “hati”, ada pula yang mengatakan menyentuh “perut”, karena menunjuk pada “rahim”. Manakah yang benar? Tidak ada jawaban pasti atas pertanyaan tersebut. Silakan melakukan sesuai apa yang dirasa sesuai serta tepat selaras dengan rasa devosi masing-masing. Selama ini, Gereja lebih bicara tentang ritus atau devosi penghormatan salib namun tidak berbicara tentang bagaimana membuat tanda salib.

Ada yang lebih penting daripada itu semua. Tanda salib bagi kita adalah pernyataan iman akan Allah Tritunggal, jadi semacam “credo mini” namun pula menunjukkan bahwa berkat pembaptisan kita telah menandai diri kita dengan tanda salib. Sudah sejak awal Gereja, kita sudah mengenal tanda salib sebagai penanda identitas para pengikut Kristus tersalib. Pada masa dulu agak umum diterangkan demikian soal tanda salib, bahwa kita mengimani Bapa, yang ada di surga, maka kita menyentuh dahi, namun pula Putera, Allah yang menjelma, sehingga kita menyentuh bagian entah dada ataupun perut, menunjuk pada bumi ini atau pada hati-Nya yang menyatakan kasih-Nya, serta Roh Kudus dengan menyentuh bahu, tempat dan tanda daya kekuatan. Allah yang kita imani adalah Allah yang juga menjelma menjadi manusia, turun ke dunia, Emmanuel, Allah beserta kita. Kedua Pribadi Ilahi tersebut ada dalam kepaduan utuh dengan Roh-Nya dalam kesatuan Allah Tritunggal. Bahu yang satunya, dengan mengatakan “amin” adalah persetujuan atau pengakuan iman akan Ketiga Pribadi Ilahi tersebut. Iman ditandai dengan pengakuan, dan kemudian pewujudan nyatanya.

Baca Juga:  Kongregasi FCh Rayakan 34 Tahun Kemandirian dan Hidup Membiara di Palembang

Ada yang membuat tanda salib dengan tiga jari pertama, dan dua jari yang lain ujungnya saling bersentuhan membentuk semacam kesatuan. Hal itu dipandang menggambarkan ketiga Pribadi Ilahi, sedangkan kedua ujung jari telunjuk dan ibu jari yang saling bersentuhan menunjuk pada dua kodrat Yesus Kristus: Allah dan manusia. Tradisi ini cukup lama, bahkan hingga kini, banyak digunakan di kalangan Gereja Timur, dengan tidak menyangkal bahwa di kalangan Gereja Katolik pun sering melakukannya. Akan tetapi dalam tradisi Gereja Katolik Barat, yang lazim dilakukan adalah membuat tanda salib dengan kelima jari terbuka, sebagaimana biasa kita lakukan. Tidak jarang hal tersebut dipahami sebagai pengenangan akan kelima luka-luka penyaliban Yesus.

Baca Juga:  Paus Leo tentang AI: Generasi Baru Harus Dibantu, Bukan Dihalangi

Memang membuat tanda salib adalah juga mengenang akan sengsara dan wafat Yesus, dan karenanya: kemenangannya akan dosa dan maut. Kita yang telah dibaptis dalam Kristus dibaptis pula dalam kematian-Nya supaya dengannya kita dapat hidup baru di dalam Dia (lih. Rom. 6:3-4), bukan lagi kita, melainkan Kristus yang hidup dalam diri kita (lih. Gal. 2:20). Bukankah syarat mengikuti Yesus adalah dengan menyangkal diri dan memanggul salib (lih. Luk. 9:23; Mat. 16:24; Mrk. 8:34). Salib bila demikian adalah penanda bahwa kita adalah murid-murid Yesus. Konsekuensinya, kita harus sedia memanggul salib. Memang Yesus Kristus sendiri adalah penanda bagi kita, namun karena Dia memanggul salib, maka kita pun sebagai syarat mengikuti-Nya adalah pula dengan memanggul salib, dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib (lih/ Ibr/ 12;2), sebab memang kita telah diperdamaikan oleh darah salib Kristus (lih/ Kol/ 1:20). Salib itu bukan kutukan, kebodohan ataupun batu sandungan, melainkan tanda dan saran penyelamatan, karenanya Paulus pun tidak mau bermegah selain dalam salib Tuhan kita, Yesus Kristus (Gal. 6:14).

Baca Juga:  Pertemuan Katolischer Akademischer Ausländer-Dienst (KAAD): Jembatan Ilmu, Iman, dan Solidaritas Pangan

Apa yang jauh lebih penting daripada bersoal tentang bagaimana membuat tanda salib yang benar, tiada lain adalah bagaimana kita membangun hidup selaras dengan salib Tuhan. Karena membuat tanda salib tiada lain mengungkapkan pula hasrat dan kehendak kita untuk menyalibkan setiap manusia lama kita agar kita hidup baru dalam Kristus, mengenakan hidup dalam Dia (lih. Kol. 3:5-15). Tidak mengherankan kalau sejak awal tradisi Gereja cukup lazim setiap kali orang mau melakukan sesuatu, misalnya memulai pekerjaan ataupun perjalanan, mereka menandai diri dengan tanda salib agar segalanya dilakukan dan dialami dalam Roh Kasih Kristus yang telah menyelamatkan dan menuntun kita pada hidup baru sehingga kita tidak jatuh dalam dosa, segala hal yang menjauhkan kita dari-Nya.

Pastor T. Krispurwana Cahyadi, SJ (Dok. Pribadi)

Pastor T. Krispurwana Cahyadi, SJ
Teolog, Tinggal di Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No 37, Tahun Ke-79, Minggu, 14 September 2025

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles