Perlu Sinergi dalam Mengatasi Banjir

61
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Banjir akan menjadi bencana kemanusiaan jika ada bencana kebijakan dan tata kelola.

Hujan deras yang mengguyur Jakarta, Banten, dan Jawa Barat pada penghujung tahun lalu menyisakan banjir besar. Bahkan per tanggal 10
Januari 2020, Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat masih ada satu kelurahan di Jakarta Barat yang terendam banjir dan 150 orang mengungsi. Sementara di Jakarta Timur 65 korban masih berada di pengungsian.

Banjir merupakan bencana hidrologi yang akan menjadi bencana kemanusiaan jika ada bencana kebijakan dan tata kelola. Demikian kata Direktur Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, Robert Na Endi Jaweng, dalam sebuah forum dialektika bertajuk Nasib Gubernur di Banjir Jakarta, di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 8/1.

Endi mengatakan, perencanaan Jakarta hanya
berfokus pada isu internal, mikro tetapi tidak berfokus pada masalah besar yang ujungnya adalah capaian pembangunan dan solusi atas
masalah banjir yang kerap menjadi bencana tahunan di Jakarta. Menurut Endi, banjir Jakarta tidak bisa dilihat hanya dalam kacamata enam
kabupaten/kota administrasi. Kolaborasi antardaerah dengan Banten dan Jawa Barat perlu dilakukan.

Perencanaan Jakarta harus berbasis pada spasial
yang sangat luas.“Tak hanya mitigasi (banjir), evakuasinya juga lemah. Belum lagi, tidak ada sinergi dan kerja sama,” ujar alumnus Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia ini.

Sementara itu, Tim Advokasi Korban Banjir Jakarta 2020, Azas Tigor Nainggolan, menyebut banjir Jakarta kali ini semestinya menyadarkan warga bahwa gubernur, Anies Baswedan tidak bisa kerja.
“Saat kampanye jualannya banjir berarti harus sudah punya konsep untuk banjir, mau melakukan apa untuk mitigasi,” ujar Tigor.

Ia melanjutkan hujan adalah anugerah Tuhan yang memang tidak bisa dikontrol tetapi manusia bisa memprediksi. Tigor meyakini, Gubernur Anies
Baswedan tidak menjadikan permasalahan banjir sebagai prioritas penyelesaian. Karena itu, timnya menilai perlu ada upaya hukum guna mencegah
terjadi kembali dampak buruk dan kerugian akibat banjir di ibu kota.

Salah satu upaya yang dapat diambil adalah mengajukan gugatan perdata melalui mekanisme class action atau gugatan kelompok. Tuntutannya adalah ganti rugi bagi para korban banjir. Gugatan serupa, kata Tigor, telah dilakukan sejak banjir 2002 silam.

Sampai Sabtu, 11/1, 651 warga Jakarta sudah
mendaftarkan diri ke Tim Advokasi Korban Banjir
Jakarta 2020 untuk menggugat gubernur. Paling banyak berasal dari Jakarta Barat. Posko pendaftaran ini dibuka secara daring. Selain ingin
menolong warga,Tigor berharap upaya ini juga
memacu DPRD DKI Jakarta untuk betul-betul bisa
bersuara.

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Dwi Rio Sambodo, mengamini tidak adanya prioritas penanganan banjir selama
kepemimpinan Anies di DKI. Ia melihat belum adanya implementasi dari Pergub 31/2019 tentang naturalisasi yang telah terbit sejak sembilan bulan lalu. Namun belum ada penanggulangan banjir dengan pendekatan naturalisasi.

Rio mengakui ada wacana untuk membentuk panitia khusus (pansus) untuk menyelidiki banjir oleh sejumlah fraksi.

Hermina Wulohering

HIDUP NO.04 2020, 26 Januari 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here