Dua Puluh Lima Tahun Wafatnya Ibu Teresa: Dunia Lapar Akan Cinta

132
Ibu Teresa dan Paus Yohanes Paulus II
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – “SANTA” Teresa dari Kalkuta. Demikian salah satu judul Sajian Utama majalah ini  tahun 1997 (Lih.: No. 38, Tahun XI, 21 September 1997). Dari 58 halaman majalah ini, ada 34 halaman mengupas tuntas sosok Ibu Teresa. Ia menghembuskan nafas terakhir pada hari Jumat, 5 September 1997. Judul di atas dibuat berdasarkan pembahasan bersama dewan Redaksi setelah melihat perjalanan pendiri Konggregasi Misionaris Cinta Kasih ini dalam memperjuangkan, membela, berbela rasa dengan kaum miskin dari yang termiskin, tersingkir dari yang paling tersingkir di India. Ia menerima pelbagai macam penghargaan, termasuk Hadian Nobel Perdamaian tahun 1979. Karyanya pun tersebar ke pelbagai penjuru dunia.

“Ibu Teresa adalah teladan dunia modern karena karakter pribadinya yang sangat altruis. Penghayatan hidup dan semangat imannya, layak menjadi teladan bagi semua orang,” kata Paus Yohanes Paulus II saat mendengar kabar kematian sang sahabat rohaninya itu.

“Kematian Ibu Teresa melemparkan seluruh bangsa, dunia ke dalam kedukaan begitu dalam. Ia telah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk semua orang. Ia orang kudus terkemuka,” kata Shahi Imam Ahmed Buchari, Pemimpin Mesjid Jamma, New Delhi, India.

“Seluruh hidup Wanita penuh pesona ini sungguh merupakan bentuk ungkapan penghayatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan utama yang mencerminkan prinsip-prinsip kebaikan, bela rasa, kepedulian besar kepada orang lain dan iman kepada Tuhan. Kami rakyat Rusia sangat bersedih, dan sangat kehilangan,” kata Presiden Rusia, Boris Yeltsi.

“Ia adalah simbol harapan bagi kaum papa dan sekarat,” kata Perdana Menteri Singapura, Goh To Chok Tong.

Pemenang Nonel Perdamaian 1992, Rigoberta Menchu Tum mengatakan, kepergian Ibu Teresa telah meninggalkan jejak jelas upaya perjuangan menegakkan kebenaran, persamaan hak, dan kadilan.

Presiden Bill Clinton dari Amerika Serikat menyebut Ibu Teresa sebagai pribadi yang luar biasa dan salah satu ‘raksasa’ di zaman kita ini.

Demikian komentar sejumlah pemimpin dunia saat mendengar kepergian Ibu Teresa pada tahun 1997 lalu. Paus Yohanes Paulus II mengtutus Kardinal Angelo Sodano untuk memimpin Misa Requiem untuk mengantar jenazah Ibu Teresa ke peristirahatan terakhir di Rumah Induk Misionaris Cinta Kasih. Di sepanjang jalan Jawaharlal Nehru yang dilalui arak-arakan peti jenazah, ribuan orang berkerumun, termasuk para bhikku, menunggu prosesi. Saat koor dalam Misa, para Suster Misionaris Cinta Kasih menyanyikan sebuah lagu dengan syair, “Dunia sekarang ini tidak hanya lapar akan sepotong roti, tapi juga lapar akan cinta.”

Tak perlu menunggu lama setelah kematiannya, pada tahun 2013, Ibu Teresa telah digelari Beata, dan tahun 2016 sudah menjadi Santa. Pada hari Senen, 5 Septermber 2022, kita, dunia mengenang 25 tahun meninggalnya Ibu Teresa. Jejak-jejak karyanya pun telah sampai ke Indonesia melalui Kerabat Kerja Ibu Teresa (KKIT), dan belum lama, Misionaris Cinta Kasih juga telah berkarya di Keuskupan Atambua, NTT.

HIDUP, Edisi No. 37, Tahun ke-76, Minggu, 11 September 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here