Saksi Bisu Kekudusan Keluarga Martin

337
Sisi belakang Katedral, tampak berat dan gelap. (Foto: Sr. Bene Xavier, MSsR)
5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – KATEDRAL Saint Pierre di Lisieux merupakan saksi bisu bagaimana Louis Martin membawa anak-anaknya setiap hari untuk ikut merayakan Ekaristi dan bagaimana panggilan itu tumbuh dalam diri kelima anak perempuannya, yang semuanya menjadi biarawati. Putri bungsunya bahkan menjadi seorang santa besar yang berpengaruh dalam perkembangan spiritualitas iman Katolik. Theresia dari Kanak-kanak Yesus atau yang dikenal juga dengan Theresia Lisieux diangkat sebagai seorang doktor Gereja sekaligus pelindung misi yang hidup dan mengalami pertumbuhan rohani di Lisieux.

Selama kurun waktu kurang lebih 10 tahun keluarga Louis Martin mengikuti Perayaan Ekaristi di katedral ini dan di sini pula Theresia mengalami keajaiban dari doanya. Kala itu di tahun 1887 ketika berusia 14 tahun, ada seorang penjahat di Lisieux yang harusnya menerima hukuman mati, Pranzini namanya. Namun ia selalu berhasil lolos. Theresia selalu berdoa memohon rahmat pertobatan bagi Pranzini, ia percaya bahwa Allah yang penuh belas kasih pasti mau mengampuni Pranzini. Suatu ketika Pranzini ditemukan tewas dalam keadaan sambil memeluk sebuah salib. Dari situ Theresia percaya bahwa Tuhan telah mengabulkan permohonannya, yaitu pertobatan Pranzini.

Pada akhir suatu misa di bulan Juli 1887 di Katedral Saint Pierre (Petrus) di Lisieux, Theresia bermeditasi di depan sebuah salib. Dalam meditasinya ia mendengar seruan Tuhan dari salib tersebut, “Aku haus.“ Seruan itu terus bergema dalam hati Theresia dan membuatnya bertanya bagaimana dia bisa menghilangkan dahaga Tuhan akan jiwa-jiwa yang bertobat. Sejak itu dimulailah panggilan dalam hidupnya untuk menyelamatkan jiwa-jiwa yang rapuh melalui doa dan pengorbanan. Theresia pun bergabung dalam biara Karmel di Lisieux dan melakukan misi cinta melalui doa dan karya-karya sederhananya dari dalam biara.

Altar utama, persembahan dari Louis Martin (Foto: Sr. Bene Xavier, MSsR)

Pada 1170 dimulailah pembangungan Katedral Lisieux yang baru selesai pada pertengahan abad 13 atas inisiatif Uskup Arnulf. Pada masa itu katedral tersebut menjadi bagian dari Keuskupan Lisieux hingga pada 1801 bergabung pada Keuskupan Bayeux. Sejak berdirinya hingga kini, bangunan ini merupakan monumen nasional. Bagian depan barat bangunan terdiri dari tiga portal yang diapit dua menara. Menara selatan baru dibangun pada abad 16 dan pada puncaknya ditambahkan pucuk pada abad 17. Bahkan bagian organ tribun baru ditambahkan atas desain Aristide Cavaille Coll pada 1871. Ketika seluruh kota hancur di tahun 1944 akibat Perang Dunia II, anehnya katedral ini selamat dan tetap berdiri utuh. Barangkali Tuhan sendiri yang menjaga katedral ini tetap utuh agar kita hingga kini bisa tetap menyaksikan tempat dimana kekudusan itu (dari keluarga Louis Martin) pernah lahir dan bertumbuh.

Katedral ini dirancang dengan atap yang terinspirasi gaya arsitektur Gotik le de France, sehingga menjadikan gereja ini sebagai bangunan gotik pertama di wilayah Normandia Perancis, dimana Desa Lisieux berada. Gotik flamboyan, begitu dinamakan gaya arsitektur katedral ini dengan nuansa renaissans. Konstruksi bangunan dimulai dari bagian tengah, lengkungan ditopang tiang-tiang besar, lantai dengan cetakan tebal dan ketinggian jendela mencapai 17 meter. Sedangkan bagian-bagian yang diselesaikan pada abad 13 seperti menara dan fasad didesain dengan gaya Norman. Itulah sebabnya katedral ini memiliki penampilan kasar dengan bagian atap yang terkesan berat dan gelap karena diselesaikan dengan gaya berbeda dalam beberapa periode bertahap.

Bagian belakang altar utama terdapat panel bertuliskan ”dipersembahkan oleh Keluarga Louis Martin (ayah St. Theresia) pada 1888. (Foto: Sr. Bene Xavier, MSsR)

Terdapat 12 kapel di dalam Katedral Pierre, yang terdiri dari kapel Kabar Sukacita, kapel Santa Germaine, kapel Notre-Dame de Lourdes, kapel Hati Kudus Yesus, kapel Santo Expedit, kapel Bunda Rosario, kapel Santo Paulus, kapel Santo Yosep, kapel Santo Benediktus, Kapel Maria Bunda Penolong Abadi dan kapel Bunda Maria Karmel dan kapel Santa Anna.

Diperkirakan bangunan ini bukanlah katedral pertama di Lisieux, mengingat sejak 538 sudah ada uskup pertama Lisieux bernama Theudobaudis maka diduga pada masa itu pun sudah ada katedral. Namun tidak diketahui persis bagaimana selanjutnya keadaan katedral tersebut. Selama proses pembangunan katedral ini, ditemukan relik dari beberapa orang kudus dalam paduan suara, seperti Santo Ursin, Santo Patrice dan Santo Berthevin.

Di depan salib ini Theresia bermeditasi  dan mendengar seruan Tuhan, “Aku Haus”. (Foto: Sr. Bene Xavier, MSsR)

Ketika Uskup Pierre Cauchon menjabat sebagai Uskup Lisieux, ia membangun sebuah altar Maria di bagian belakang altar utama. Uskup yang namanya melekat pada pengadilan Joan de Arc tersebut juga dimakamkan di Katedral Pierre pada 1442.

Inilah salah satu tujuan ziarah di Lisieux. Di sini kita bisa menyaksikan tempat tempat dulu Santa Theresia merayakan Ekaristi, menerima Sakramen Tobat dan mendapat panggilan Tuhan. Juga kita temukan bukti kemurahan hati Louis Martin yang mempersembahkan altar utama dalam katedral ini.

Penulis sempat mengikuti perayaan Ekaristi di sini dan berbincang dengan Pastor Paroki, Pater Pere Bertrand Lestien. Ketika ditanya tentang berapa jumlah umat Katolik di Lisieux, ia menjawab dengan sangat lugas. “Saya tidak tahu. Hanya Tuhan yang tahu karena soal iman ada dalam hati setiap orang sehingga tidak bisa diukur berapa jumlah orang yang beriman secara Katolik,“ jawabnya.

Saya memahami jawaban ini karena Gereja Katolik Perancis tidak menerapkan sistem pajak Gereja sebagaimana yang berlaku di negara-negara Eropa pada umumnya, seperti Jerman dan Austria. Sehingga secara statistik sulit diketahui berapa jumlahnya. Meski begitu, Pater Pere melanjutkan “Penganut Katolik di Lisieux menjalankan devosi yang sangat kuat, baik kepada EKaristi, kepada Bunda Maria dan Santa Theresia. Hal ini terlihat dari adanya Misa harian dan doa Rosario harian yang selalu dihadiri banyak umat, pengakuan dosa yang ada setiap minggu, serta penghormatan kepada Santa Theresia sendiri yang pernah hidup di Lisieux.“

Penulis bersama Pater Pere Bertrand Lestien, Pastor Paroki di Katedral Lisieux. (Foto: Sr. Bene Xavier, MSsR)

Sr. Bene Xavier, MSsR dari Perancis

HIDUP, Edisi No. 40, Tahun ke-76, Minggu, 2 Oktober 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here