Mengapa Orang Katolik Mengarak Patung

818
Umat Keuskupan Agung Palembang mengarak patung Bunda Maria.
[Romo S. Sigit Pranoto SCJ]
3/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Romo, setiap bulan Oktober, saya sering dapat pertanyaan mengapa orang Katolik mengarak patung Bunda Maria. Ada dengan perayaan meriah dan ada juga yang biasa saja. Seorang teman saya yang non-Katolik juga bertanya, apa orang Katolik menyembah patung? (salah satunya patung Bunda Maria)

Franky, Jakarta

DALAM tradisi Katolik perarakan dikenal juga dengan prosesi. Prosesi atau perarakan dikenal di berbagai agama, pun dalam kebudayaan-kebudayaan. Secara rohani perarakan adalah ekspresi lahiriah dari penghayatan batin, yang mengungkapkan rasa keterlibatan umat secara bersama-sama di dalam misteri iman itu. Prosesi seperti itu bahkan terinspirasi dari Kitab Suci, misalnya prosesi tabut perjanjian (2 Sam. 6:12-19), dan prosesi ketika Yesus memasuki Yerusalem (Mat. 21:1-10).

Biasanya dibedakan tiga macam prosesi berdasarkan misteri iman yang direnungkan: prosesi yang terkait karya keselamatan, prosesi votif dan prosesi yang dituntut liturgi. Kategori pertama, misalnya prosesi 2 Februari yang mengenang peristiwa Tuhan dipersembahkan di bait Allah; prosesi Minggu Palma yang memperingati saat Tuhan memasuki Yerusalem sebagai Mesias; prosesi Malam Paskah mengenangkan peralihan Tuhan dari maut ke kehidupan.

Prosesi yang dituntut liturgi misalnya perarakan masuk (sekarang diwakili oleh imam, misdinar dan petugas liturgi lain), perarakan minyak Krisma, prosesi penghormatan salib pada Jumat Agung, Prosesi dalam Ekaristi seperti prosesi Injil, persiapan persembahan, prosesi mengantar jenasah dan sebagainya (Lih. Direktorium tentang Kesalehan Umat dan Liturgi no. 245 dst).

Nah, perarakan Maria bulan Oktober termasuk dalam jenis prosesi votif. Prosesi ini ungkapan devosional umat. Contoh lainnya adalah prosesi Ekaristi pada hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, prosesi Hati Kudus Yesus, atau penghormatan orang kudus tertentu lainnya.

Di sini cita rasa religius umat menentukan bentuk dan suasana perayaan. Salah satunya adalah dengan mengarak patung Maria, seperti yang Franky contohkan. Dengannya, umat tidak bermaksud untuk menyembah patung tetapi mengungkapkan cinta mereka pada Maria, yang adalah Bunda Tuhan Yesus dan juga ibu kita secara rohani. Biasanya prosesi disertai doa-doa seperti litani atau Rosario dan nyanyian-nyanyian indah.

Bagi Gereja Katolik pemakaian patung diijinkan, dengan kesadaran bahwa patung itu merupakan sarana untuk menghantar pada pribadi yang digambarkannya dan terutama Allah sendiri yang dalam rahmat berkarya dalam pribadi tersebut. “Karena penghormatan pada gambar-gambar melampaui gambar-gambar itu sendiri tertuju pada gambar asalinya’ (Basilius Agung) dan siapa yang menghormati gambar, menghormati Pribadi yang digambarkan dalam gambar itu” (DH 601).

Memang ada juga bahaya, yaitu bila orang terfokus hanya pada patung (atau gambar) saja, menghiasnya indah-indah, tetapi batin sendiri kurang dihiasi dengan tobat dan amal kasih. Bahaya yang sama terjadi juga bila terlalu menekankan unsur lahiriah, tetapi menyepelekan liturgi dan misteri iman yang dikenangkan. Begitu pula bila semangat persaingan mewarnai prosesi, apalagi disertai biaya besar dan budaya-budaya tidak pantas seperti mabuk dan pakaian seronok. Kalau begitu tentulah salah.

Prosesi yang baik melambangkan banyak hal dan membantu iman. Pertama-tama prosesi merupakan ‘tanda keadaan Gereja yang sedang berziarah, bersama dan mengikuti Kristus, yang sadar bahwa di dunia ini tidak ada kediaman yang abadi.’ Tujuan peziarahan kita adalah Yerusalem surgawi dan persekutuan bahagia di surga.

Prosesi juga menandakan bahwa perjalanan ini kita lakukan bersama-sama. Ada semangat doa, aktivitas serta tujuan yang sama. Maka prosesi sungguh-sunguh  akan memupuk persaudaraan iman dan komitmen Kristiani. Selain itu prosesi yang baik membangkitkan semangat untuk bersaksi dan kesadaran missioner kita sebagai Gereja.

Pastor Gregorius Hertanto, MSC, Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara

HIDUP, No. 44, Tahun ke-76, Minggu, 30 Oktober 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here