Festival Kesenian Tradisional: Cara Gereja Memeluk Budaya dan Orang Muda

144
Perarakan gunungan dan lukisan yang menggambarkan tema “Pulih, Gigih, Linuwih”. (Foto: HIDUP/Veronika Naning)
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – SETELAH tiga tahun terhenti, Festival Kesenian Tradisional (FKT), kembali digelar di Lapangan Cubung, Jatirejo, Lendah, Kulon Progo, Yogyakarta, awal Juli 2023 lalu. Kegiatan ini diikuti delapan paroki di Kevikepan Yogyakarta Barat, Keuskupan Agung Semarang.

Masing-masing paroki menampilkan kesenian secara kolosal yang disajikan oleh orang-orang muda dengan tema tertentu. Acara FKT diawali dengan perarakan gunungan dan lukisan terkait tema “Pulih, Gigih, Linuwih” yang dibuat oleh OMK berbagai paroki.

Penampilan Paroki Bantul tentang perlawanan terhadap Virus Corona. (HIDUP/Veronika Naning)

Selanjutnya, masyarakat disuguhi macapat oleh Seto dan Elisa, pelajar SD Pangudi Luhur Boro Kulon Progo yang membawakan Sekar Gambuh dan Asmaradana. Dilanjutkan penampilan perdana dari Paroki Yakobus Bantul mengisahkan peristiwa pandemi Covid-19 dengan virus Corona serta perjuangan untuk melawannya.

Setelah penampilan dari enam paroki wilayah Kulon Progo, festival ditutup dengan penampilan kolosal dari Paroki Gamping, Sleman dengan penampilan langen carita anak yang menggabungkan tari Gedruk dan tari Badui, yang mengisahkan upaya melestarikan alam semesta dan kebutuhan ciptaan.

Penampilan macapat dua pelajar SD Pangudi Luhur Boro, Kulon Progo. (HIDUP/Veronika Naning)

Kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah setempat. Terbukti Plt Bupati, Ni Made Dwipanti Indrayanti, mengirimkan utusan beberapa Kepala Bidang dan Kepala Dinas di Kabupaten Kulon Progo untuk hadir di acara ini. Pemda menganggap festival ini menjadi sesuatu yang bernilai sebagai pembelajaran bagi kaum muda tidak saja belajar tentang seni tradisi tapi belajar hidup.

Ada pembelajaran yang nyata tentang kepemimpinan manajemen komunikasi dan kreativitas. Pemda senang karena kesenian itu kolaboratif termasuk dalam sisi pemasaran ekonomi dengan keterlibatan pegiat UMKM.

GKR Mangkubumi menyampaikan sambutan. (HIDUP/Veronika Naning)

Sementara GKR Mangkubumi sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Karang Taruna (MPKT) DIY serta Ketua Kadin DIY turut hadir untuk melihat keterlibatan UMKM mendukung kegiatan ini. GKR Mangkubumi dalam sambutannya mengaku senang dengan acara ini.

“Semoga UKM yang terlibat sebagai pendukung kegiatan FKT makin banyak juga ditambah kerajinan sehingga makin banyak dikenal. Semoga acara ini makin bermanfaat bagi masyarakat baik anak muda yang berkecimpung dalam kegiatan seni budaya atau untuk masyarakat yang ada di sekitarnya. Kita harapkan kegiatan ini menjadi viral bagi generasi berikutnya,” ujarnya.

FKT ke-12 ini mengambil tema “Pulih, Gigih, dan Linuwih.” Pulih menggambarkan suasana kembali sehat setelah pandemi. Gigih artinya berjuang, teguh pada pendirian, dan fokus pada tujuan. Linuwih memuat ungkapan magis, berjuang untuk lebih dan lebih lagi.

FKT merupakan satu upaya yang dilakukan Gereja untuk memeluk seni budaya lokal, khususnya Jawa. Melalui kegiatan yang terselenggara setiap tahun ini, orang muda mengupayakan satu penampilan bersama untuk mengenalkan, menampilkan, dan melestarikan seni budaya di tengah masyarakat umum.

Vikep Kevikepan Yogyakarta Barat, Rono A.R. Yudhono Suwondo ketika membuka acara. (HIDUP/Veronika Naning)

Vikaris Episkopal Kevikepan Yogyakarta Barat, Romo A.R. Yudhono Suwondo mengatakan idealisme kegiatan ini dalam konteks reksa pastoral.

“Idealisme itu ketara ketampa. Ketara artinya anak muda bergerak nyata dengan rapat, persiapan, saling kenal, berkomunikasi dan mengisi Gereja dengan kegiatan yang baik, dengan seni budaya. Ketampa di masyarakat artinya diterima, kita hadir di Tengah mereka, maka diambil di lapangan umum, supaya orang tahu orang muda Katolik (OMK) ingin menyumbangkan sesuatu kepada bangsa Indonesia melalui upaya nguri-uri (melestarikan) kebudayaan. Kebudayaan seperti olah raga bisa dimasuki oleh siapa saja. Namun sekarang ini orang mulai kritis mengenai budaya, maka kita harus berani untuk melestarikan hal-hal yang standar dan pokok pada kebudayaan yaitu olah budi. Itulah yang akan dipertahankan untuk seterusnya,” paparnya.

Rombongan penampil Paroki Bantul berpose setelah mengisi penampilan. (HIDUP/Veronika Naning)

“Atas keterlibatan umat, kami harus menyampaikan, bahwa ada lima kegiatan yang dilaksanakan dalam reksa pastorala, yaitu liturgia, kerygma, diakonia, koinonia, dan martiria.  Semuanya harus seimbang. FKT adalah salah satu wujud dari kegiatan di mana OMK ingin menampakkan Gereja yang ketara ketampa signifikan, relevan dengan semangat gigih pulih linuwih,” tambahnya.

Para tamu undangan kehormatan dari berbagai instansi pemerintah dan TNI Polri. (HIDUP/Veronika Naning)

Veronika Naning (Kontributor, Yogyakarta)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here