Menarik Pelajaran Berharga dari Rekoleksi Jelang Paskah Bersama Kardinal Suharyo

374
Suasana Rekoleksi Prapaskah KAJ (HIDUP/Katharina Reny Lestari)
5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Jonathan Indrawan Kusuma, bocah berumur 12 tahun yang masih duduk di bangku Kelas 6 SD, ada di antara ratusan orang yang mengikuti sebuah program rekoleksi yang diselenggarakan baru-baru ini oleh Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Datang bersama sang ibunda dari Paroki Danau Sunter, Jakarta Utara, ia menjadi peserta termuda.    

“Aku ingin mendekatkan diri kepada Tuhan. Aku tahu acara ini dari Mama. Aku langsung ingin daftar,” ujarnya kepada hidupkatolik.com.

Jonathan Indrawan Kusuma (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

Ia mengaku mendapat pelajaran berharga dari program tersebut. 

“Pelajaran yang aku dapat adalah kita harus menghargai orang lain dan tidak boleh menyangkal. (Setelah acara ini) aku akan lebih menghargai orang lain,” imbuhnya.

Begitu pun Theresia Tri Darmayanti dari Paroki Katedral, Jakarta Pusat.

“Yang saya rasakan bahwa mengikuti Yesus menuju jalan sengsara-Nya itu sangat sangat berat. Bicara soal mengantuk atau berjaga semalaman – saat Yesus memulai masa sengsara-Nya di tengah malam – itu benar-benar susah sekali. Bertahun-tahun dalam hidup pun saya tidak bisa menjalaninya sampai saat ini,” ujarnya.

Berkat program tersebut, ia merasa semakin terdorong untuk berbuat sesuatu bagi orang lain.  

“Minimal berubah setiap hari dalam hal-hal kecil, mengikuti penderitaan Yesus. Artinya, dengan saya berkorban – katakanlah memberi perhatian kepada mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel – akan membuat Yesus lebih bahagia,” imbuhnya.

Theresia Tri darmayanti (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

Jonathan dan Theresia adalah dua dari sekitar 500 imam dan suster serta umat awam dari berbagai paroki di KAJ dan juga keuskupan-keuskupan lain di Indonesia yang menghadiri “Rekoleksi Prapaskah Bersama Kardinal Ignatius Suharyo” pada Sabtu (23/03/2024) di Aula SMA Santa Ursula, Jakarta Pusat.

Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, menyampaikan renungan utama tentang Kisah Sengsara Yesus menurut empat penginjil, yakni Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Sementara Pastor Rekan Paroki Katedral, Yohanes Deodatus, SJ dan Sekretaris KAJ, Pastor Vincentius Adi Prasojo masing-masing menyampaikan renungan singkat dan kata pengantar.

Menurut Pastor Adi, program yang berlangsung selama tiga jam tersebut mengantar peserta menuju Pekan Suci, yang dimulai dengan Minggu Palma – tahun ini jatuh pada tanggal 24 Maret.

“Kita bersyukur bahwa Bapak Uskup kita adalah seorang guru besar Kitab Suci. Dan oleh karena itu, kita akan menggunakan kesempatan ini untuk menggali inspirasi dan firman Tuhan, khususnya dalam masa memasuki Pekan Suci,” ujarnya.

Pastor Vincentius Adi Prasojo, Pr (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

Kehendak Tuhan

Dalam renungan singkatnya, Pastor Deo, sapaan akrabnya, menekankan pentingnya memahami kehendak Tuhan. 

Ia mengawalinya dengan menceritakan sebuah kisah tentang seorang pemuda desa yang malas. Pemuda ini ingin mendapatkan makanan tanpa harus bekerja. Suatu kali ia mencuri apel dari tetangga tapi ketahuan. Akhirnya ia lari ke hutan. Di sana ia melihat seekor serigala dengan dua kaki terluka. Ia pun heran bagaimana serigala itu bisa mendapatkan makanan untuk bertahan hidup.

Tiba-tiba, katanya, seekor singa muncul dari semak-semak sambil menggigit daging hasil buruan. Merasa takut, pemuda itu memanjat pohon. 

“Namun apa yang terjadi kemudian membuat pemuda itu terheran-heran. Singa itu justru memberikan daging yang dibawanya untuk serigala. Pemuda itu kagum dan melihat itu sebagai karya Tuhan yang luar biasa. Pemuda itu yakin bahwa Tuhan memihak makhluk ciptaan-Nya,” ujar Pastor Deo. 

Pemuda itu, lanjutnya, kemudian duduk santai di hutan dan menunggu Allah berkarya: siapa yang akan datang memberinya makan. Ia menunggu hingga dua hari lamanya. Sampai akhirnya ia merasa sangat lapar dan pergi mencari makanan. 

“Ia bertemu seorang tua yang bijaksana. Ia cerita dengan jengkel, mengapa Tuhan mengasihi serigala tapi tidak menunjukkan kasih-Nya kepadanya. Orang bijak itu menjawab demikian: ‘Betul, Tuhan punya rencana untuk setiap makhluk. Tapi kamu salah membaca rencana dan kehendak Tuhan. Tuhan tidak menghendaki kamu seperti serigala, tapi seperti singa,” imbuhnya.

Dari kisah tersebut, imam Jesuit itu pun merasa yakin bahwa peserta memiliki harapan mereka ingin mengikuti Yesus secara lebih dekat, menjadi pribadi yang lebih baik, mempersiapkan Pekan Suci dengan baik, dan mendengarkan kehendak Tuhan dengan lebih baik.

“Kisah pemuda itu memberi kita ilustrasi (tentang) usaha pertobatan. Kita bisa keliru membaca dan menangkap kehendak Tuhan dalam hidup kita,” ungkapnya. “Peristiwa yang sama kalau dimaknai dari sudut pandang berbeda, hasilnya akan berbeda.”

Kesempurnaan Kasih, Kesucian

Sementara itu, Kardinal Suharyo menjelaskan makna kata rekoleksi terlebih dahulu sebelum menyampaikan renungan utama. Dari kata recollect yang artinya mengingat kembali, jelasnya. 

Baginya, rekoleksi adalah kata penting. Alasannya, pikiran manusia lambat laun akan hilang seiring berjalannya waktu. Maka rekoleksi perlu untuk mengingat kembali titik awal perjalanan manusia, yang merupakan panggilan umat Katolik sebagai para murid Kristus.

“Pertanyaan berikutnya adalah panggilan kita isinya apa? Isinya macam-macam. Tapi kalau dirumuskan atau kita mengutip ajaran Gereja yang resmi, Gereja mengatakan siapa pun kita, dalam status hidup apa pun yang kita miliki, jalan hidup yang kita tempuh yang berbeda-beda ini, kita semua punya panggilan yang sama,” ujarnya.

Kardinal Ignatius Suharyo tengah membubuhkan tanda tangan (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

“Dan panggilan yang sama itu sudah sering kita dengar. Dirumuskan dalam tiga kata yang beda tapi isinya sama. … Kita semua mempunyai panggilan yang sama yaitu bertumbuh menuju kesempurnaan kasih, kesucian. Itu panggilan kita, siapa pun kita, usia berapa pun. Panggilannya sama. Bertumbuh menuju kesempuraan kesucian.”

Prelatus itu kemudian menjelaskan tentang Kisah Sengsara Yesus menurut keempat penginjil.

“Sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus adalah bukti kasih setia Allah yang tanpa batas. Jadi nanti kalau kita mendengarkan Kisah Sengsara menurut siapa pun – Markus, Matius, Lukas, dan Yohanes – kita mesti merasakan kasih Allah ketika kita masih berdosa,” ungkapnya. 

Katharina Reny Lestari

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here