Sikap Tegas PMKRI Terkait Tindakan Intoleransi di Tangerang Selatan: Melindungi Kebebasan Beragama

155
Martinus Soni Candra/Dok. Pribadi
3/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Pukul 19:30 WIB, sebuah insiden mengguncang sebuah kos di pinggiran kota, tepatnya di Tangerang Selatan (Tangsel). Sekelompok mahasiswa Katolik sedang menjalankan ibadah Rosario di sebuah kosan. Dalam ibadah berlangsung, tiba-tiba mereka didatangi oleh sekelompok masyarakat setempat, termasuk Ketua RT 007 RW 002 Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Gang Amper Poncol, Tangerang Selatan, yang bernama Pak Diding. Mereka datang untuk melakukan pembubaran secara paksa, alasannya belum diketahui secara jelas. Peristiwa ini terekam oleh salah seorang saksi dan videonya kemudian menjadi viral di media sosial. Dalam video tersebut, terlihat ketegangan antara mahasiswa yang sedang beribadah dengan ketua RT dan sekelompok warga yang mendesak mereka untuk segera meninggalkan tempat tersebut. Kejadian ini memicu reaksi keras dari masyarakat di media sosial.

Melalui Presidium Gerakan Kemasyarakatan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia(PMKRI) Cabang Jakarta Timur St.Petrus Kanisius, Saudara Martinus Soni Candra menyampaikan bahwa Kita Harus Mengetahui dan Memahami dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan diatur dalam Pasal 29 UUD 1945 yang menyatakan: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dengan demikian, setiap individu memiliki hak untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya tanpa perlu mendapatkan izin dari pihak lain, tutur Martinus.

Saudara Martinus juga menyampaikan bahwa, tindakan pengusiran terhadap mahasiswa yang sedang menjalankan ibadah Rosario merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, khususnya hak atas kebebasan beragama sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pelaku tindakan pengusiran tersebut dapat dikenai Pasal 335 KUHP tentang Pemaksaan, Pasal 170 KUHP tentang Penganiayaan, dan Pasal 156a KUHP tentang Penodaan Agama.  Pemerintah setempat dan aparat hukum harus bertindak tegas untuk menegakkan hukum dan melindungi hak-hak asasi manusia tanpa pandang bulu. Dengan demikian, insiden ini harus dijadikan pelajaran penting bagi masyarakat tentang pentingnya menghormati kebebasan beragama dan memperlakukan sesama dengan rasa hormat dan pengertian. Insiden ini menggarisbawahi pentingnya kebebasan beragama dalam masyarakat yang demokratis. Konflik tersebut mencerminkan kurangnya pemahaman, toleransi, dan rasa hormat terhadap perbedaan keyakinan. Dari sudut pandang filosofis, kasus ini menyoroti pentingnya toleransi, keadilan, dan kerukunan antarumat beragama. Masyarakat harus belajar untuk menghargai keberagaman keyakinan dan memperlakukan sesama dengan rasa hormat dan pengertian.

Dalam menyikapi kasus ini kami Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia(PMKRI) mengajak seluruh elemen masyarakat dan khususnya para anak muda untuk bersama-sama saling bahu-membahu menjaga kerukunan antara umat beragama sehingga menciptakan Indonesia yang damai dan tentram tanpa ada perpecahan antar umat beragama.

Berikut beberapa poin penting yang di sampaikan oleh Saudara Martinus sebagai catatan yang perlu diperhatikan oleh pemerintah setempat maupun pemerintah Pusat dalam kasus ini.

  1. Keadilan dan penegakan hukum yang tegas, kami menuntut agar pemerintah menegakkan hukum dengan tegas terhadap semua pelaku kekerasan yang terlibat dalam insiden tersebut, termasuk Pak RT dan anggota masyarakat yang melakukan pengusiran terhadap mahasiswa katolik yang sedang beribadah.
  2. Perlindungan terhadap kebebasan beragama, kami menuntut agar pemerintah dan aparat keamanan melindungi hak setiap Masyarakat seperti yang dicantumkan dalam Pasal 29 UU D 1945 untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan kami tanpa harus mengalami intimidasi atau ancaman dari pihak manapun.
  3. Rehabilitasi lingkungan kos yang aman dan damai, kami menuntut agar lingkungan kos mahasiswa yang menjalankan ibadah menjadi tempat yang aman dan damai bagi semua penghuninya, tanpa adanya ancaman atau intimidasi dari pihak manapun.
  4. Dialog antarumat beragama aami menuntut agar pemerintah memfasilitasi dialog antara kami sebagai mahasiswa dengan masyarakat setempat untuk mencari solusi yang damai dan mengatasi perbedaan yang ada.
  5. Perlindungan dan dukungan psikososial : Kami menuntut agar pemerintah menyediakan perlindungan dan dukungan psikososial bagi kami yang telah mengalami trauma akibat insiden tersebut.
  6. Transparansi dan akuntabilitas: kami menuntut agar pemerintah menjalankan proses hukum terbuka, transparan, dan akuntabel terkait penanganan kasus ini, serta memberikan informasi yang jelas dan terperinci kepada publik mengenai langkah-langkah yang diambil.
  7. Pencegahan terjadinya kasus serupa di masa depan : Kami menuntut agar pemerintah mengambil langkah-langkah preventif untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan, termasuk dengan melakukan sosialisasi tentang pentingnya toleransi beragama dan penyelesaian konflik secara damai.

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here