HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 19 Januari 2025. Hari Minggu Biasa II (Hari Pekan Doa Sedunia). Yes.62:1-5; Mzm.96:1-2a, 2b-3, 7-8a, 9-10ac; 1Kor.12:4-11; Yoh.2:1-11
“DENGAN demikian, kita mulai memahami peristiwa Kana. Tanda dari Allah adalah kemurahan hati yang melimpah. Kita melihatnya dalam peristiwa penggandaan roti; kita melihatnya berulang kali—terutama di pusat sejarah keselamatan, dalam fakta bahwa Dia mengorbankan dirinya tanpa perhitungan untuk makhluk rendah, manusia.
Pemberian yang melimpah ini adalah “kemuliaan-Nya.” Kelimpahan di Kana adalah sebuah tanda bahwa perjamuan Allah dengan umat manusia, pemberian diri-Nya untuk manusia, telah dimulai” Gagasan Paus Benediktus XVI yang dikutip dari bukunya “Yesus Nazaret” ini menggarisbawahi pesan pokok dari kisah Yesus di pernikahan di Kana dalam Injil Yohanes (Yoh.2:1-11), yaitu kemurahan hati Allah yang melimpah melalui diri Yesus terhadap mereka yang mengalami keterbatasan. Bagaimana pesan rohani ini mesti dipahami?
Kisah mukjizat Yesus, yaitu pengadaan minuman anggur dalam pesta perkawinan di Kana merupakan satu sekaligus pembuka rangkaian tujuh tanda atau mukjizat Yesus dalam Injil Yohanes. Dalam Injil Yohanes, tanda atau mukjizat tidak hanya memiliki nuansa keselamatan bagi yang mengalaminya, tetapi menyingkapkan identitas ilahi Yesus. Maksudnya, Yesus mempunyai kualitas ilahi yang mampu menciptakan keajaiban.
Dikisahkan, ketika kehabisan minuman anggur, Maria, ibu Yesus segera mengambil insiatif untuk meminta bantuan Yesus agar mengatasi kekurangan tersebut. Kehabisan minuman anggur pada saat pesta dapat mempermalukan reputasi keluarga yang menyelenggarakannya. Mereka bisa dicap sebagai keluarga yang tidak tahu diri. Tidak memiliki dana, tetapi memaksakan diri mengadakan pesta.
Awalnya, Yesus terkesan enggan untuk mengatasi persoalan ini dengan alasan “Saat-Ku belum tiba.” Maksudnya, pesta perkawinan ini bukanlah saat Dia untuk menunjukkan identitas sejati-Nya. Namun, ibu-Nya percaya bahwa Yesus akan menanggapinya. Karena itu, Maria meminta kepada para pelayan untuk melakukan apa yang diperintahkan Yesus dengan kepercayaan penuh. Pada akhirnya, Yesus membuat sebuah tanda atau mukjizat yang menyelamatkan wajah pemimpin pesta tersebut. Air tawar diubah oleh-Nya menjadi minuman anggur.
Produk dari mukjizat ini mengindikasikan sebuah kelimpahan. Mengapa? Jumlah total air yang diubah menjadi anggur sekitar 500 liter. Selain itu, menurut pemimpin pesta, kualitas minuman anggur tersebut lebih baik daripada sebelumnya. Jika dikalkulasi, maka harga dari anggur tersebut mungkin bisa untuk membeli tanah dan rumah. Ternyata, Yesus telah memberikan lebih dari apa yang dibutuhkan mereka. Dalam Injil ini, tidak diceritakan tentang proses pengubahan air menjadi anggur itu. Tampaknya, di sini apa yang ingin ditonjolkan adalah dampak dari mukjizat itu, yaitu kelegaan dan sukacita dari mempelai, keluarganya, dan manajer pesta tersebut karena mukjizat itu daripada mukjizatnya sendiri.
Mukjizat Yesus di Kana ini menunjukkan betapa berlimpah kebaikan dan belas kasih Allah kepada mereka yang sedang mengalami kesusahan dan memiliki keterbatasan. Pesan rohani ini sebenarnya juga dapat diterapkan dalam kehidupan kita, pengikut Kristus di zaman ini. Kita sering berada dalam keterbatasan, kondisi sulit yang tampaknya tidak memiliki pengharapan. Namun, kisah ini memberikan inspirasi bahwa dalam keterbatasan dan kesulitan toh masih tersembunyi sebuah kelimpahan dari Allah. Ini memang sebuah paradoks. Bagaimana mungkin ada kelimpahan di tengah keterbatasan? Mungkin saja bagi mereka yang beriman. Iman yang benar membuat orang berani membuka diri terhadap campur tangan Allah dalam hidup-Nya.
Mukjizat tidak pernah terjadi jika orang tidak seperti Maria yang berani terus terang dan tidak malu-malu meminta kepada kepada Yesus puteranya sendiri. Dalam situasi penuh keterbatasan dan kesulitan, percaya akan Allah yang akan menolong dengan cara-Nya yang kadang tidak dapat dipahami adalah fondasi kuat untuk mengalami sebuah mukjizat, apapun itu wujudnya.
Kebaikan dan belas kasih Allah tidak mengenal batas. Dia mampu menciptakan berkat dan kelimpahan dalam keterbatasan. Mungkin ini tidak masuk akal bagi orang yang rasional, tetapi selalu ada kemungkinan bagi orang beriman. Dengan mengalami kelimpahan dalam keterbatasan, orang beriman akan mengalami kemuliaan Allah dalam hidupnya. Akhirnya, satu pertanyaan yang tersisa, apakah kita percaya bahwa ada kelimpahan Allah di tengah keterbatasan kita?
“Dalam keterbatasan dan kesulitan toh masih tersembunyi sebuah kelimpahan dari Allah.”
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No.02, Tahun Ke-79, Minggu, 19 Januari 2025.