web page hit counter
Minggu, 16 Februari 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Mengapa Tahbisan Uskup Surabaya Dipilih di Dekat Seminari Tinggi Providentia Dei

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – KEUSKUPAN Surabaya akan menyambut seorang uskup baru pada tanggal 22 Januari 2025 mendatang dengan upacara tahbisan Uskup Terpilih, Mgr. Agustinus Tri Budi Utomo. Upacara ini bukan hanya kemeriahan yang dihadirkan melainkan juga memiliki pesan-pesan simbolis dalam penyelenggaraannya. Salah satu pesan simbolis dari Uskup terpilih adalah pemilihan tempat dalam upacara tahbisan tersebut. Ia tidak hanya hendak merayakan tahbisan dengan sukacita bersama seluruh undangan yang hadir tetapi juga hendak menyampaikan pesan khusus.

Seminari Tinggi Providentia Dei

Pemilihan Gedung Auditorium Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Kampus Pakuwon sebagai tempat diselenggarakan Upacara Tahbisan hendak juga memperkenalkan Seminari Tinggi Providentia Dei Keuskupan Surabaya, sebagai bagian penting arah penggembalaannya.

Kelahiran Seminari

            Seminari Tinggi Providentia Dei didirikan atas prakarsa Uskup terdahulu, Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono (2007-2023). Pendirian tersebut bukan tanpa rencana yang matang. Romo Tik, panggilan Mgr. Sutikno sebelum dipilih menjadi uskup, telah bercita-cita ketika menjadi rektor di Seminari Tinggi Interdiosesan Santo Giovanni XXIII bahwa Keuskupan Surabaya memiliki seminari sendiri.  Cita-cita itu akhirnya terwujud pada tahun 2008 dengan dimulainya Tahun Orientasi Rohani di Sasana Krida Jatijejer, Mojokerto.

Setahun sesudahnya, tahun 2009, Mgr. Sutikno memutuskan untuk mengawal studi di Surabaya. Langkah ini membuahkan pembangunan Seminari Tinggi Providentia (STPD) dan pendirian Fakultas Filsafat di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Mulanya, penyelenggaraan bertempat di Rumah Bina para suster-suster Carolus Borromeus di Jemur Andayani sebelum bangun seminari di Pakuwon City selesai. Perkuliahan bagi para frater diadakan di Kampus Dinoyo Universitas Katolik Widya Mandala.  Hal yang menarik di sini adalah bahwa Mgr. Tik memilih Seminari dan Fakultas Filsafatnya berada di kompleks pendidikan Universitas Katolik Widya Mandala. Ini bukan suatu kebetulan tetapi sebagai langkah dari Uskup untuk menunjukkan betapa karya pastoral adalah hal yang terintegrasi, dimulai dari pendidikannya.

Saat open house Seminari Tinggi Providentia Dei

 

Sejak kelahirannya, Seminari ini menjadi momen penting dalam perjalanan Keuskupan hingga saat ini. Seminari menjadi komunitas yang melahirkan para imam dalam karya pelayanan Keuskupan. Para calon imam akan mendapatkan pembinaan yang berkualitas dalam lima aspek pembinaannya: manusiawi, intelektual, komunitas, rohani, dan pastoral.  Selain itu, kelahiran Seminari ini kemudian tidak saja melahirkan para imam tetapi juga para awam yang berkualitas ketika mereka yang tidak melanjutkan untuk menjadi imam terlibat dalam karya pastoral Keuskupan Surabaya.

Baca Juga:  Uskup Agung Samarinda, Mgr. Yustinus Harjosusanto MSF: Fokus pada Kebahagiaan Sejati dan Abadi

Karya Pastoral Uskup

            Keuskupan tanpa seminari merupakan keuskupan yang “buntung” karena keuskupan tidak dapat menjalankan fungsinya dalam mempersiapkan para imamnya memberikan pelayanan pastoral yang berhati domba. Apalagi, seminari merupakan suatu tempat yang penting dan tidak boleh diabaikan oleh seorang uskup karena seminari adalah “jantung keuskupan”.

Uskup punya tanggung jawab penuh pada reksa pastoralnya  dijalankan di suatu keuskupan. Hal tersebut disampaikan dalam dokumen Christus Dominus: “Setiap uskup, yang diserahi reksa pastoral atas Gereja khusus, di bawah kewibawaan Imam Agung Tertinggi menggembalakan kawanannya atas nama Tuhan, sebagai gembalanya sendiri yang biasa dan langsung, dengan menunaikan tugas mengajar, menguduskan, dan memimpin terhadapnya” (CD, 11).

Oleh sebab itu, uskup membutuhkan para imam, terutama para imam diosesan yang memiliki ikatan khusus dengannya karena mereka “sepenuhnya membaktikan diri untuk melayaninya, untuk menggembalakan sebagian kawanan Tuhan” (CD, 28).

Seminari sangat berarti bagi seorang uskup. Jika seorang uskup memberikan perhatian pada seminari,  uskup tersebut telah menyadari bahwa betapa penting reksa pastoral yang dijalankannya sebagai tanggung jawabnya. Uskup berusaha agar umat beriman di bawah penggembalaannya mendapatkan pelayanan seorang gembala yang membawa dombanya ke padang rumput hijau (Bdk. Mzm 23).

Oleh sebab itu, uskup sangat memperhatikan seminari, tempat pembinaan calon imam. Hal tersebut dilakukan karena seorang uskup seperti yang dikatakan oleh Santo Agustinus, dalam Anjuran Apostolik Pastores Dabo Vobis dari Yohanes Paulus II bahwa uskup adalah “Dia yang menjadi kepala bagi jemaat pertama-tama harus menyadari bahwa dia harus menjadi pelayan banyak orang. Dia tidak boleh merendahkan hal tersebut; Aku katakan sekali lagi, dia tidak boleh merasa direndahkan menjadi pelayan bagi banyak orang, karena Tuhan yang di atas segalanya  tidak merasa direndahkan dengan menjadikan diri-Nya pelayan bagi kita” (PDV, 21).

Baca Juga:  Vatikan Memanggil, Monica Belluci Datang dalam Tahun Suci

Karena itu, seminari bagi keuskupan tidak bisa diabaikan. Seminari sebagai “jantung keuskupan” seharusnya menjadi jantung bagi seorang uskup yang menyadari pentingnya reksa pastoral umat Allah dengan bantuan para imamnya. Hal tersebut juga telah disampaikan dalam Optatam Totius, Dekrit tentang Pembinaan imam bahwa “Seminari Tinggi sungguh perlu bagi pembinaan imam. Seluruh pendidikan seminaris di situ harus bertujuan supaya seturut teladan Tuhan kita Yesus Kristus, Guru, Imam dan Gembala, mereka dibina untuk menjadi Gembala jiwa-jiwa yang sejati” (OT, 4).

Harapan bagi Seminari Tinggi

            Mgr. Tri memilih motto penggembalaannya, “Diligere sicut Christus Dilexit”, Mencintai seperti Kristus telah mencintai (Yoh 15:12). Motto ini menggambarkan dia berusaha hendak mewartakan kasih Kristus kepada seluruh umat Keuskupan Surabaya. Ia ingin menegaskan selama penggembalaannya bukan kasih dirinya yang akan dicurahkan melainkan kasih yang dihayati seperti Kristus mengasihi jemaat-Nya. Kasih inilah yang diharapkannya pula dalam pengembangan pendidikan bagi para calon imam di Keuskupan Surabaya.

Tempat Tahbisan yang dia pilih di samping Seminari Tinggi Providentia Dei adalah  bentuk pesannya bahwa Uskup sangat mengasihi para imam dan umatnya. Ia punya harapan agar pendidikan para calon imam dan pendidikan Katolik menjadi cinta dan hati umat Keuskupan Surabaya. Umat Keuskupan dan para tamu diajak untuk menyadari bahwa Keuskupan sangat mencintai umat Allah  dan melalui pendidikan yang dimiliki Keuskupan diharapkan cinta Kristus semakin tersebar luar bagi umat beriman dan masyarakat.

Mgr. Agustinus Tri Budi Utomo

Selain hal tersebut, melalui Tahbisan Uskup yang diadakan di sekitar Seminari Tinggi ini, Mgr.Tri Budi hendak menyampaikan pula pesan secara simbolis supaya para formator, dosen, dan para frater yang dibina senantiasa memiliki kasih yang sama seperti Kristus. Pesan ini sebagai wujud undangan seperti yang dihayatinya bahwa Kristus mengasihinya dengan segala kekurangan yang dimilikinya.

Baca Juga:  Paus Sesak Napas; Meski Sakit, Tidak Ada Istirahat

Ia berharap dengan momen ini pendidikan di Seminari Tinggi bukan saja mengandalkan kemampuan intelektual semata, melalui  belajar filsafat dan teologi  melainkan juga dapat membangun kualitas pribadi mereka sehinga kelak para frater menjadi imam yang menyebarkan kasih seperti yang ditegaskan dalam Dekrit tentang Pembinaan Imam, Optatam Totius: “Oleh karena itu, semua aspek pembinaan, rohani, intelektual, dan disipliner, hendaknya secara terpadu diarahkan kepada tujuan pastoral itu” (OT, 4).

Pesan Penting

            Akhirnya, harus diakui bahwa Penyelenggaraan Tahbisan Uskup Surabaya pada tanggal 22 Januari 2025 tersebut bukan saja soal tempat tahbisan.  Akan tetapi,  Uskup terpilih menawarkan pesan penting kepada umat Keuskupan dan Gereja Indonesia ketika memilih  kompleks Unika Widya Mandala Surabaya tersebut. Ia ingin menegaskan secara simbolis bahwa seorang uskup bertanggung jawab pada dunia pendidikan, terutama pendidikan bagi para imam dan pendidikan Katolik yang menjadi bagian penting bagi Gereja.

Ia hendak mengingatkan bahwa pendidikan Katolik adalah perutusan orang Katolik seperti ditegaskan dalam Pernyataan tentang Pendidikan Kristen, Gravissimum Educationis: “Akhirnya, secara istimewa pendidikan termasuk tugas Gereja, bukan hanya karena masyarakat pun harus diakui kemampuannya menyelenggarakan pendidikan, melainkan karena terutama karena Gereja bertugas mewartakan jalan keselamatan kepada semua orang, menyalurkan kehidupan Kristus kepada umat beriman, serta tiada hentinya penuh perhatian membantu mereka supaya mampu meraih kepenuhan kehidupan itu” (GE, 3)

Selamat menjalankan perutusan sebagai Gembala Keuskupan Surabaya.

Pastor Yohanes Benny Suwito (Dosen di Institut Teologi Yohanes Maria Vianney Surabaya dan Universitas Widya Mandala Surabaya)

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 03, Tahun Ke-79, Minggu, 19 Januari 2025

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles