web page hit counter
Sabtu, 15 Februari 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Pengangkatan Suster Simona Brambilla Disambut Hangat Kalangan Perempuan

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – KABAR pengangkatan Suster Simona Brambilla sebagai Prefek Dikasteri untuk Lembaga Hidup Bakti dan Serikat Hidup Kerasulan pada awal tahun ini, tepatnya pada tanggal 6 Januari 2025, ramai diberitakan oleh media, baik nasional maupun internasional. Sebagian besar menyebut pengangkatan ini sebagai keputusan historis yang dibuat oleh Paus Fransiskus, yang kerap membuat terobosan. Bagaimana tidak, melalui pengangkatannya, biarawati berkebangsaan Italia dari Kongregasi Misionaris Consolata (MC), tersebut menjadi perempuan pertama yang menduduki posisi penting di Kuria Romawi.

Suster Simona Brambilla, MC

Kaum perempuan yang menduduki posisi penting di Gereja Lokal, baik biarawati maupun awam, pun menyambut baik. Kabar tersebut memperteguh karya dan pelayanan mereka selama ini di berbagai struktur kepengurusan.

Sr. Ambrosia Nainggolan, KYM (Ekonom KAMe): Kepribadian dan Kedisiplina

“WAH, hebat sekali Bapak Paus. Sudah mengangkat perempuan sebagai kepala departemen di Vatikan. Luar biasa. Berarti kami, perempuan, ‘sedikit’ naik derajatnya.” Kalimat ini muncul di benak Suster Ambrosia Nainggolan, KYM ketika ia mendengar kabar pengangkatan Suster Simona.

Ia yakin Sang Penerus Santo Petrus tak serta merta mengangkat seorang perempuan untuk menduduki posisi penting di Kuria Romawi. Ada banyak pertimbangan, salah satunya profesionalitas yang mencakup pengalaman dan kompetensi.

Hal ini pula yang menuntun Suster Ambrosia, yang berasal dari Samosir, Sumatera Utara, pada posisinya saat ini di Kuria Keuskupan Agung Merauke (KAMe). Sebelum Uskup Agung Merauke (saat itu), Mgr. Nicolaus Adi Seputra, MSC mengangkatnya sebagai ekonom, ia telah memiliki latar belakang pendidikan keuangan, bahkan sejak ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA). Pengalamannya di bidang keuangan, seperti saat ia berkarya di Yayasan Harapan Penuh Rahmat milik Keuskupan Agung Medan serta saat ia menjadi bendahara sebuah paroki dan sebuah credit union, turut memperkuat kompetensi yang ia miliki. “Maka pimpinan saya melihat saya mampu,” kenangnya.

Namun tak sekadar pengalaman dan kompetensi. Konteks lokal juga sangat mempengaruhi keputusan yang diambil seorang uskup. Di KAMe, misalnya, jumlah imam masih terbatas. “Waktu itu jumlah imam projo tidak sampai 20 orang, sementara jumlah paroki cukup banyak,” ujar Suster Ambrosia, yang mulai berkarya sebagai ekonom sejak tahun 2016.

Baca Juga:  Kaul Kekal Para Redemptoris: Harus Ada Kepantasan dan Tapal Batas

Kepribadian pun tak kalah penting. Biarawati yang akan menginjak usia 50 tahun pada tanggal 4 Juli nanti tak akan mendapat tugas perutusan tersebut jika ia mudah gamang dan tak cekatan. “Pimpinan saya selalu mengatakan bahwa mereka yang diutus untuk berkarya di Keuskupan Agung Merauke adalah orang-orang pilihan. Apalagi ini karya besar. Berbahaya jika tidak dipertimbangkan dengan baik,” ujarnya. Kedisiplinan menjadi kata kunci dalam hal ini.

Berada di tengah-tengah uskup dan para imam di Kuria KAMe tentu bukan hal mudah baginya. Awalnya ia canggung. Seiring berjalannya waktu, rasa ini sirna. Sang gembala dan para imam justru menyambutnya dengan baik. Ia bahkan sempat melewati tiga masa kepemimpinan. Pertama, Mgr. Nicolaus. Kedua, Mgr. John Philip Saklil – sebagai Administrator Apostolik KAMe selama sekitar satu minggu sebelum meninggal dunia. Ketiga, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC.

Canda dan gurau pun sesekali menghiasi relung waktunya. Sebagai satu-satunya perempuan di Kuria KAMe, ia acapkali mendengar kelakar. Misalnya, saat ia menghadiri pertemuan para ekonom keuskupan se-Indonesia di Gedung Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Jakarta Pusat. “Ini ‘Sri Mulyani’-nya Keuskupan Agung Merauke,” ujarnya tersenyum, menirukan perkataan para ekonom. Seolah-olah tak mau kalah, ia menimpali: “Terpujilah saya di antara laki-laki.” Seketika ruang pertemuan menggema oleh gelak tawa.

Susyana Suwadie (Humas KAJ): Komitmen dan Ketulusan Hati

          TAK terasa sembilan tahun telah berjalan. Susyana Suwadie, yang kini berusia 55 tahun, tetap tekun menjalankan karya dan pelayanannya sebagai humas Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Bahkan tak hanya posisi yang berada persis di bawah arahan sekretaris keuskupan ini, ia juga masih bertanggung jawab sebagai humas Paroki Katedral Jakarta sejak tahun 2013 dan kepala Museum Katedral Jakarta sejak tahun 2010.

Baca Juga:  Sebuah Pengalaman Rohani Retret di Girisonta: Menggali Citra Diri

Ia tak tahu persis mengapa ia terpilih untuk menduduki semua posisi tersebut. “Mungkin karena latar belakang aku arsitek. Sebagai arsitek, aku banyak memahami bangunan cagar budaya, bangunan historis, dan sejarah bangunan. Sebelumnya aku membantu mendesain aula lama sebelum dibongkar. Juga toilet. Kalau humas, masih ada kaitan dengan posisi aku sebagai kepala Museum Katedral Jakarta,” ujarnya.

Ia mengaku tak menemukan kesulitan berarti dalam menjalankan karya dan pelayanannya meski ia seorang perempuan yang berada di antara uskup dan para imam. Justru ia memperoleh dukungan penuh dari Kuria KAJ. Satu hal terpenting, ia menjalankan karya dan pelayanannya secara profesional berlandaskan komitmen kuat. “Ini sifatnya volunter, tapi aku tidak menjalaninya apa adanya. Aku punya komitmen. Kalau sudah komit menerima tugas, aku harus melakukannya dengan sepenuh hati. Dan juga profesional, seperti saat aku bekerja,” imbuhnya.

Baginya, pengangkatan Suster Simona merupakan sebuah pencapaian luar biasa dan inspirasional yang memperteguh karya dan pelayanannya. Tak hanya dirinya, tapi kaum perempuan. “Ini adalah satu hal yang harus kita syukuri. Dan aku bangga melihat ada seorang biarawati yang akhirnya ditunjuk untuk bisa melayani sesuai dengan tugas yang ditunjuknya,” ungkapnya. Ia juga berharap semakin banyak perempuan akan berperanserta dalam berbagai karya dan pelayanan di semua level kepemimpinan Gereja di masa yang akan datang.

Maria Immaculata Fifi Suryantini Widya (Wakil Ketua DPH Paroki Tomang): Iman dan Kesadaran

Maria Immaculata Fifi Suryantini Widya tak begitu saja terpilih sebagai Wakil Ketua Dewan Paroki Harian (DPH) Paroki Tomang, Jakarta Barat, pada pertengahan tahun 2024 lalu. Perjalanannya dalam karya dan pelayanan berawal pada tahun 2012 ketika ia mengikuti Emmaus Journey, salah satu program Seksi Kerasulan Kitab Suci yang bertujuan lebih menghayati firman Tuhan. Sejak saat itu, ia terlibat dalam berbagai kegiatan dan menduduki sejumlah posisi dalam kepengurusan. Sebelum mencapai posisinya saat ini, ia berkarya sebagai Sekretaris II DPH Paroki Tomang. “Melalui Emmaus Journey, saya baru menyadari bahwa Tuhan sudah begitu baik terhadap saya dan sejak saat itu saya berkomitmen mau melayani-Nya untuk membalas kebaikannya,” ujarnya.

Baca Juga:  Paus Sesak Napas; Meski Sakit, Tidak Ada Istirahat

Agar karya dan pelayanannya berjalan baik, perempuan yang akan menginjak usia 62 tahun pada Mei mendatang ini memegang teguh komitmennya yang didasari iman dan kesadaran bahwa segalanya dilakukan untuk Tuhan. Tentu hal ini ia imbangi dengan profesionalitasnya sebagai seorang wiraswasta. “Ketika kita sungguh-sungguh melakukannya dengan komitmen dan sepenuh hati, profesionalitas akan muncul,” imbuhnya.

Meski kaum pria masih mendominasi banyak posisi dalam kepengurusan di DPH Paroki Tomang, ia tak melihat hal ini sebagai sebuah kendala. Apalagi paroki telah menetapkan kebijakan berupa kuota minimal 30 persen bagi perempuan untuk terlibat dalam kepemgurusan di dewan yang menjalankan roda organisasi secara operasional setiap hari ini. “Ketika ada perbedaan pendapat, saya merasa ini bukan karena isu gender. Saya percaya, ketika kita mendapat tugas pelayanan, sebenarnya Tuhan yang memilih kita. Jadi apa pun tugas kita – entah sebagai sekretaris lingkungan atau seksi liturgi lingkungan, itu sama di mata Tuhan. Yang penting kita melaksanakannya sepenuh hati,” imbuhnya. Bahkan ia mendapat dukungan, khususnya dari para imam. Ia bisa dengan leluasa menyampaikan ide dan gagasan.

Baginya, pengangkatan Suster Simona memberi angin segar bagi kaum perempuan. “Saya pikir ke depan akan semakin banyak perempuan. Kalau kita lihat para aktivis Gereja, mayoritas perempuan. Yang sering datang dan bekerja lebih banyak perempuan. Meski demikian, perempuan masih punya batasan waktu, mereka juga harus mengurus keluarga. Masih ada yang harus diperjuangkan. Saya beruntung suami saya support, bisa menerima. Seandainya tidak ada support keluarga, ini akan jadi masalah,” ungkapnya.

Katharina  Reny Lestari

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 04, Tahun Ke-79, Minggu, 26 Januari 2025

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles