Direktur Mutiara Kasih Carolus, Agustin M. Hidayati: Perjuangan Mengangkat Harkat Martabat Manusia

106
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – LIMA belas tahun MKC telah hadir. Waktu yang tidak pendek untuk membidani dan membesarkan sebuah lembaga yang mendapat apresiasi dari pelbagai kalangan. Bagaimana perjalanan MKC hingga saat ini? Berikut nukilan wawancara dengan Direktur PT Mutiara Kasih Carolus, Agustin M. Hidayati saat berbincang dengan HIDUP. Agustin, sapaan akrabnya, memimpin sejak lembaga ini berdiri yakni dari tahun 2006 hingga sekarang. Mutiara Kasih melaksanakan kursus dan pelatihan pengasuh bayi/anak dan pendamping lansia/orang sakit di Jl. Tegalan IA, RT.4/RW.5, Palmeriam, Matraman, Jakarta Timur pada Selasa, 15 Juni 2021.

Bagaimana suasana tahun-tahun pertama MKC bergerak?

Tahun awal itu sangat penuh semangat untuk memperjuangkan MKC karena gerakan ini adalah cita-cita dari para perawat dan bidan di Carolus. Mereka ingin membagikan sebagian ilmunya kepada anak-anak yang belum punya keterampilan. Sekarang banyak anak lulusan SMA, kenapa tidak bekerja? Karena tidak punya keterampilan. Sedangkan kami punya keterampilan itu, dan itu sangat dibutuhkan.

Jika kita lihat, di kota besar banyak pasutri yang bekerja. Lalu mereka punya bayi dan anak-anak yang perlu pendamping. Bukan sekadar pendamping ya. Kalau zaman dulu mungkin cocok cuman punya mbak aja. Kalau sekarang sudah beda. Jadi pendamping harus punya nilai plus dalam hal ini. Dari segi keterampilannya, dapat dipercaya, secara mentalitas juga baik. Kemudian adanya lembaga yang menaunginnya dengan baik.

Kami yakin, kami dibawah naungan perhimpunan Carolus yang memiliki cita-cita luhur dari awal ini dapat membantu para orang muda yang ingin memiliki keterampilan dan keluarga yang membutuhkan. Tidak ada pendirian sesuatu karena semata-mata mencari keuntungan. Ini adalah gerakan guna memupuk semangat untuk maju dengan berbagi pengetahuan yang kami miliki.

Mengapa Ibu tertarik berkecimpung di ranah isu kemanusiaan ini?

Secara pribadi saya senang bergaul sedari kecil. Saya banyak ikut kegiatan sejak muda. Kebetulan juga orangtua saya adalah guru. Jadi perihal seperti memberikan pendidikan, mengajarkan sesuatu kepada orang lain, dapat dikatakan tumbuh dan berkembang di dalam diri saya sejak awal.

Saya juga sungguh bersyukur menjadi seorang perawat. Kesempatan untuk membantu orang lain semakin luas. Khususnya melalui ikatan alumni perawat Carolus yang mana saya sempat menjadi ketua ikatan alumni perawat tersebut. Pada periode sebelumnya, para kakak kelas saya sudah menganggas ide pelatihan ini, hingga akhirnya bisa terbentuk. Kepedulian saya kepada generasi muda kian timbul dengan kesempatan untuk mengajar di perguruan tinggi keperawatan. Saya berpikir ketika itu, coba saja jikalau banyak orang khsusunya di luar Pulau Jawa bisa mendapatkan kesempatan yang sama seperti ini. Kalau mereka punya kesempatan yang sama pasti mereka juga bisa maju dan bisa menolong siapapun yang ada di sekitar kita.

Untuk mendukung cita-cita luhur itu apa saja yang dipersiapkan MKC?

Kami di tahun pertama itu meyakinkan kepada banyak orang bahwa lulusan kami adalah lulusan yang dibutuhkan. Maka kami menyiapkan instruktur yang berkompeten dalam bidang ini. MKC, instruktur dan pembimbingnya adalah perawat dan bidan di Carolus. Ada yang sudah pensiun juga, namun tidak memungkiri secara pengetahuan dan praktiknya mereka mumpuni. Inilah mutiara awal yang kami miliki.

Kemudian di tahun-tahun pertama itu, orang muda yang mau bergabung masih bertanya-tanya. Maka, tidak mudah mencari peserta. Contohnya, kami hanya memiliki empat orang murid pada awal berdiri. Tapi kami tidak menyerah begitu saja. Puji Tuhan, di angkatan kedua bertambah menjadi tujuh orang. Kalau orang Jawa bilang “Pitulungan” atau ‘pertolongan’. Semua ini saya maknai sebagai pertolongan dari Tuhan, ini saya yakin sekali.

Kami juga menggandeng para imam dan biarawati karena mereka mempunyai sekolah dan binaan di daerah yang banyak lulusannya belum banyak tersalur di lapangan pekerjaan. Kami pun mulai dengan menawarkan brosur. Kami yakinkan dengan visi misi yang dimiliki. Kami coba kontak melalui telepon dan harus langsung terjun ke daerah sekitar tiga hingga empat kali. Di sana kami mengenalkan ke sekolah-sekolah program kami. Kami juga mengenalkan di ranah paroki. Setelah mengenal kami, mereka menyambut baik.

Amanat luhur ini kami laksanakan dengan penuh tanggung jawab. Peserta pelatihan kami latih dan bimbing hingga menjadi berkembang seperti sekarang ini. Malah sekarang dari beberapa daerah bertanya, kapan MKC akan berkunjung lagi. Setidaknya dalam setahun ada enam kali term pelatihan. Namun jika peserta banyak, akan ada term ekstra. Tempat latihannya pun sudah dipersiapkan. Kunci yang lainnya juga adalah ketika mereka lulus, kami mencarikan mereka pekerjaan.

MKC merupakan lembaga pelatihan dan penempatan kerja. Dua izin tersebut sudah kami kantongi. Untuk lembaga pelatihannya kami dapat izin dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sedangkan penempatan kerja kami diberi izin oleh Dinas Ketenagakerjaan DKI Jakarta.

Ketika ditunjuk untuk memimpin, bagaimana Ibu mempersiapkan kurikulumnya?

Awalnya ketika pendirian lembaga ini, saya belum ditunjuk sebagai pimpinan. Namun saya ketika itu ikut mengawali bersama para perawat dan bidan di Carolus. Kami ada timnya dan lalu duduk bersama untuk membuat kurikulumnya. Jadi, bahannya dibuat oleh tim. Kemudian saya bersyukur ternyata sampai sekarang saya masih diberikan kepercayaan oleh para pimpinan Carolus untuk mengurus MK. Lalu saya aktif di Kementerian Pendidikan, sekarang sebagai Ketua Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) Perkarya Kesehatan.

Syukurlah MKC dinilai tempat terbaik sehingga menjadi tempat uji kompetensi sehingga peserta ujian tidak perlu pergi jauh-jauh. Suatu kebanggan bisa menjadi tempat uji kompetensi karena tidak semua lembaga menjadi tempat uji. Kami sudah mengantongi akreditasi A. Inilah kebaikan Tuhan dan kita menanggapinya. Satu persatu tantangan akan dibantu-Nya.

Bagaimana prosedur menjadi peserta pelatihan MKC?

Perlu diingat tantangan yang kami hadapi untuk mengubah pola pikir anak-anak yang kami asuh. Terkadang di awal juga mereka tidak memiliki keinginan untuk ikut pelatihan, mereka pasti memilih melanjutkan kuliah. Pelatihan ini tidak hanya menuntut keterlibatan intelektual dan fisik, tetapi juga hati yang mau melayani. Totalitas melayani orang sakit, anak-anak jika tidak dihayati dengan sungguh, pasti tidak bisa. Di sini jikalau sekadar bermain-main biasanya pelatihannya tidak tuntas dijalankan.

Setelah berkas dan dokumen sekolah peserta dilengkapi, akan diadakan cek kesehatan. Sampai di MKC, kami memberikan pengarahan haruslah masuk asrama selama dua bulan untuk mendapatkan 420 jam pelatihan (20 persen teori serta 80 persen praktik). Pelatihan dilakukan berdasarkan kurikulum. Mulai dari etika, sopan santun, saling menjaga, dan menghormati satu sama lain kami ajarkan. Apalagi ini adalah lembaga Katolik, maka kami juga menekankan pentingnya memiliki relasi yang kuat dengan Tuhan dengan berdoa.

Di asrama mereka diberikan tanggung jawab penuh, termasuk mengelola kehidupan harian asrama. Kedisiplinan sangat kami jaga. Setiap hari mereka bangun pukul 04.00 pagi. Ini agar membiasakan dengan budaya bekerja di perkotaan agar masuk kerja tepat waktu di mana nantinya akan menyeimbangi ritme hidup pengguna jasa mereka kelak. Selanjutnya, mereka akan praktik dahulu di tempat penitipan anak dan panti lansia. Dari merawat bayi yang baru lahir kemudian berlatih mendorong kursi roda. Dalam proses magang ini, peserta akan dimonitor oleh instrukturnya. Usai masa ini, mereka kan diuji secara teori dan praktik, baik dari internal Carolus maupun LSK. Keunggulannya, mereka mendapatkan dua sertifikat sekaligus, yakni baby sitter dan caregiver.

Setelah diuji barulah penempatan kerja. Pengguna jasa akan langsung menjemput para lulusan kami dan dipersilahkan untuk mengontak kami jika ada masukan atau keluhan. Kami selalu memantau lulusan kami. Misalkan, ada yang tidak puas, kami akan menarik kembali yang bersangkutan, kami latih kembali sekitar tiga hari lalu dikembalikan kembali ke rumah pengguna jasa. Inilah yang namanya memanusiakan.

Praktik pelatihan bayi di Mutiara Kasih Carolus (Foto: Dok MKC)

Terpajang empat kunci sukses di dinding MKC, yakni mau berubah, jujur, bekerja dengan hati, dan tidak putus asa. Mengapa MKC menjunjung empat kunci tersebut?

Ini sebagai pengingat untuk anak-anak kami di MKC. Sukses itu dimulai dari mau berubah. Berubah dari malas jadi rajin. Dari yang tidak punya cita-cita harus punya cita-cita. Kemudian nilai jujur. Dimana-mana jujur itu dijunjung tinggi apalagi sudah tinggal bersama pengguna jasa. Setelah itu saat bekerja, bekerjalah dengan hati, dengan inisiatif sendiri, tidak usah disuruh. Bekerja dengan hati itu buat orang happy, yang dilayani juga jadi happy. Terakhir, jangan pernah putus asa karena kita orang beriman. Ada Tuhan yang selalu baik sama kita. Seperti apapun kondisinya, kita akan ditolong. Empat kunci ini sebagai pengingat dan akhirnya bisa menjadi jati diri mereka. Nilai I-Care (Integrity, Compassion, Assurance, dan Resepect) MKC juga kami terapkan. Ilmu dan keterampilan ini bisa dibawa sampai kemanapun. Kalau ada yang tidak mau kuliah, bisa bermanfaat di kampung halamannya. Jangan disimpan sendiri. Ada seorang lulusan kami, sudah menikah dan punya anak. Ia di rumahnya memberikan pelatihan ini untuk ibu-ibu PKK. Ia melakukan penyuluhan dan sekarang sudah menjadi PNS.

Apa harapan untuk ulang tahun MKC ke-15?

Pertama-tama, kami berharap ada kekompakan di dalam lembaga ini. Sehingga masing-masing mempunyai peran yang baik. Kedua, kami harus terus memberikan warna yang baik kepada semua. Lalu adanya inovasi yang disesuaikan dengan generasi sekarang. Kendati demikian, kami tetap kembali kepada visi dan misi kami yakni berbagi ilmu dan keterampilan kepada mereka yang membutuhkan.

Karina Chrisyantia/Felicia Permata Hanggu

HIDUP, Edisi No. 35, Tahun ke-75, Minggu, 29 Agustus 2021

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here