Menerawang Peta Korupsi di Indonesia

121
(Dari kiri-kanan), Roy Salam, Ade Irawan, Marselinus Djadijono, Arif Nur Alam dan Anton Sulis. (Darius Lekalawo)
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – GUNA membahas potret korupsi di Indonesia dalam Pertemuan Nasional (Pernas) Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) ke-X di Hotel Bintang Rayam Cipanas, Jawa Barat, Sabtu, 26/11, panitia Pernas mengundang Arif Nur Alam dari Transparansi Indonesia, Roy Salam dari ‎Indonesia Budget Center (IBC), dan Ade Irawan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) sebagai narasumber.

Arif Nur Alam dalam paparan materinya mengangkat topik Peta Korupsi Politik di Indonesia. Menurut Arif, akar korupsi adalah praktik rent-seeking sejak zaman pra kemerdekaan. “Praktik korupsi yang sudah berlangsung lama tidak bisa kita selesaikan hanya dengan program kampanye dan legislasi, karena akarnya adalah politik. Aktornya memang berubah tapi perilakunya selalu sama yaitu birokrat, politisi, dan pengusaha,” ungkapnya.

Hal yang sama juga disampaikan Roy Salam. Dia mengatakan praktik-praktik korupsi terbesar sering dilakukan dalam proses usulan-usulan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Praktik terbesar korupsi adalah bermula sejak adanya usulan anggaran APBN yaitu dengan cara penyuapan, pengadaan, dan penyalahgunaan anggaran. Bila kita hendak mengawasi, maka harus dilakukan saat masih dalam rencana kerja pemerintah (RKP),” jelas Roy.

Menjawab pertanyaan peserta Pernas FMKI dari Manado, Jelly Wallansendow tentang solusi untuk bisa keluar dari lingkaran korupsi. Arif mengatakan bahwa tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan suatu kejahatan luar biasa. Menurutnya, upaya pemberantasan korupsi tidak dapat lagi dilakukan secara biasa, tetapi harus dengan cara yang luar biasa. “Dalam hal ini, setiap elemen bangsa perlu secara bersama bergandeng tangan membangun sebuah kebiasaan hidup (habitus) baru untuk mencegah dan melawan korupsi, bukan melalui hukuman mati tetapi dilakukan dengan hukuman pemiskinan. Selain itu setiap institusi pendidikan harus diajarkan budaya anti korupsi dan masyarakat harus memberi sangsi sosial kepada pelaku korupsi,” ungkapnya.

Menanggapi sesi “Potret Korupsi di Indonesia” ini, Ketua FMKI Keuskupan Bogor, Anton Sulis mengatakan bahwa FMKI sebagai ‘rumah bersama’ seperti yang telah dirumuskan bersama pada awal pembentukan tahun 1998, diharapkan dapat berkomitmen untuk membangun peradaban bangsa Indonesia yang bersih dari tindakan korupsi.

“Perbedaan peran anggota, ide atau gagasan serta kemampuan masing-masing dari anggota FMKI menjadi kekayaan ketika didudukkan dalam sebuah kebersamaan. Sebab itu, melalui Pernas ini pun, diharapkan kita dapat memanfaatkan momen ini untuk membangun kebersamaan supaya FMKI Keuskupan Bogor dapat saling melengkapi dan menguatkan guna membangun peradaban bangsa Indonesia yang bersih dari tindakan korupsi,” ujar Anton.

Masalah korupsi lanjut Anton, hanyalah salah satu banyak hal yang semestinya menjadi perhatian semua umat Katolik. “Kita diharapkan dapat menyerukan kebenaran kepada mereka yang sesat, menyalakan lilin bagi yang mengalami kegelapan, dan memberi bantuan bagi yang berkekurangan. Korupsi adalah sebuah fenomena sosial yang sesat dan oleh karenanya, umat Katolik harus berjuang untuk meluruskannya. Upaya mewujudkan kepemimpinan publik yang bersih dari korupsi, meskipun tidak mudah, adalah satu dari banyak upaya yang bisa dilakukan untuk melawan korupsi,” harapnya.

Darius Lekalawo

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here