Paroki St Lidwina Bandarjaya: Membangun Gereja Fisik dan Gereja Hidup

806
Seorang ibu berdoa di dalam Gereja St Lidwina Bandarjaya, Lampung Tengah. [Dok. Pribadi]
5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM –  Paroki St Lidwina Bandarjaya, Lampung Tengah

Kunjungan ke rumah umat menjadi kesempatan mendengar keluh-kesah umat.

SETELAH merayakan Misa di salah satu stasi di Paroki Santa Lidwina Bandarjaya, bukan berarti tugas Pastor Agus Sunarto YP selesai. Setelah beristirahat sejenak, ia akan bergegas mengunjungi beberapa keluarga Katolik di stasi itu. Beberapa umat selalu menyertainya setiap kali kunjungan.

Dari kunjungan itu, hubungan antara pastor dengan umat menjadi lebih guyub. Pastor Agus menuturkan, kunjungan ini menjadi kesempatan baginya untuk mendengar keluh-kesah umat. Tur ke rumah umat membantunya untuk menyampaikan hal serius dengan santai, sehingga lebih diresapi oleh umat.

Ia menuturkan, jumlah umat yang terlibat dalam kunjungan bisa mencapai 15 hingga 20 orang sekaligus. Tradisi mendatangi rumah umat pada dasarnya sudah dilakukan sejak lama. Pastor Agus menuturkan, imam-imam dari Eropa sudah memulai bentuk pastoral ini pada awal Gereja hadir di Lampung.

“Saat itu, kunjungan ini bisa dilakukan tiap hari sebab umat kala itu masih sedikit jumlahnya,” ungkap pastor Paroki Bandarjaya ini. Sejak 1950-an pemerintah membuka Lampung sebagai tempat transmigrasi. di Daerah Bandarjaya di mana terletak pusat paroki, merupakan pemukiman transmigran yang sebagian besar berprofesi sebagai petani, khususnya singkong.

Umumnya, para petani menjual hasil panenannya ke perusahaan-perusahaan penghasil tepung tapioka. Ada juga profesi lain seperti pedagang atau pegawai negeri. “Karena sebagian umat bekerja sebagai petani, maka kalau musim tanam, gereja (jadi) sepi,” ujar Pastor Agus.

Saat ini dengan jumlah umat mencapai lebih dari 2500 orang, lebih sulit untuk menyapa semua setiap hari. Dengan tenaga pastoral yang terbatas, umat yang terbagi dalam 16 stasi juga tidak setiap hari Minggu dapat merayakan Misa. Pastor Agus dibantu Pastor Thomas Jamlean mengunjungi dan merayakan Misa dari satu stasi ke stasi lain secara bergantian. 

Saat ini, setiap stasi mendapat jatah Misa dua kali dalam sebulan. Dengan keterbatasan tenaga pastoral, umat pun berinisiatif melakukan ibadat mandiri pada hari Minggu apabila tidak sedang dikunjungi pastor. Pastor Agus menuturkan, dalam ibadat ini, umat bergantian memimpin ibadat. 

Untuk ibadat ini, telah tersedia tata cara memimpin ibadat yang disediakan keuskupan dengan bacaan resmi. Dalam hal ini, Pastor Agus mengingat pesan mantan Uskup Tanjungkarang Mgr Emeritus Andreas Henrisoesanta SCJ bahwa setiap individu telah  dibaptis dalam Kristus merupakan katekis bagi sesamanya.

Pernyataan ini menjadi cambuk untuk semakin memberdayakan umat akar rumput. Namun begitu, Pastor Agus tetap menyiapkan tenaga-tenaga terlatih dalam pendampingan katekumen, Komuni Pertama, Krisma, dan Persiapan Pernikahan.

Untuk hal ini, paroki juga bekerjasama dengan keuskupan untuk melatih katekis-katekis yang dapat membantu para imam dalam pendampingan iman umat. “Untuk pembelajaran katekumen, Komuni Pertama, pasti ada tenaga-tenaga khusus,” tutur Pastor Agus.

Selain pembangunan iman umat, Pastor Agus menuturkan bahwa saat ini, Paroki Bandarjaya sedang berjuang untuk merenovasi Gereja St Lidwina yang selama ini menjadi pusat kehidupan iman umat. Untuk cita-cita ini, paroki telah menginisiasi “Gerakan Seribu”
atau “Gerbu”.

Melalui Gerbu, setiap keluarga mengambil inisiatif untuk memberikan sumbangan suka rela yang akan digunakan membiayai renovasi gereja. Pastor Agus menjelaskan, gerakan ini telah dimulai bahkan sebelum ia ditugaskan di Paroki Bandarjaya.

“Dengan gerakan ini, artinya umat mulai mengerti tanggung-jawabnya terhadap gereja secara fisik dan juga gereja yang hidup. Maksudnya, mereka harus saling memerhatikan satu sama lain,” ungkap Pastor Agus.


Elisabeth Chrisandra J.T.D
Laporan: Felicia Permata Hanggu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here