Cecilia Maribel Flores-Alejandro Rivas : Sekarat Berbuah Mukjizat

626
Cecilia Maribel Flores dan Alejandro Rivas bersama ketiga anaknya.
[lateja.cr]
5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Perempuan berbadan dua itu sedang sekarat. Dokter sudah pasrah, sebab penyakitnya amat berat. Tiba-tiba, deritanya diangkat. Ini mukjizat.

Perut Flores kian membuncit. Usia kandungannya sudah masuk bulan kedelapan. Perempuan asal Salvador ini diketahui hamil sejak Januari 2015. Ini merupakan kehamilan yang keenam bagi perempuan bernama lengkap Cecilia Maribel Flores. Dari enam kali hamil, empat kali ia mengalami keguguran. Dua anaknya, Emiliano dan Rebeca terlahir sehat. Kini, Emiliano berusia 14 tahun dan Rebeca berumur enam tahun

Sejak awal kehamilan yang keenam ini, dokter sudah memperingatkan bahwa perempuan yang lahir 37 tahun silam ini sebaiknya tak memiliki anak lagi karena amat berbahaya bagi nyawanya. Peringatan dokter ini tentu mengundang kecemasan bagi istri Alejandro Rivas ini.

Sekarat
Kecemasan itu ternyata menemukan jalannya. Kamis, 27 Agustus 2015, Flores dilarikan ke Rumah Sakit Maternidad de Mayo San Salvador, Ibu Kota Salvador. Kehamilannya dinyatakan berisiko tinggi dan membutuhkan pengawasan medis super ketat. Situasi ini menjadi titik awal peziarahan penuh kecemasan bagi Flores dan Rivas.

Lantaran kondisinya kian hari makin memburuk, ibu rumah tangga ini dipindahkan ke ruang intensif. “Saya merasa sedang sekarat. Saya merasakan sakit yang luar biasa,” kisah Flores seperti dikutip dari laman lateja.cr, akhir tahun lalu. Dokter mendiagnosa, Flores mulai mengalami gagal ginjal dan paru-paru. Hampir seluruh organ tubuhnya meradang parah. Flores pun tak sadarkan diri. Ia koma sejak Senin, 31 Agustus 2015.

Setelah melalui beragam pemeriksaan medis, Flores didiagnosa menderita sindrom HELLP fulminan. Sindrom ini kerap menyerang perempuan yang sedang hamil dan bisa berakibat amat fatal. Sindrom ini bisa mengakibatkan sang penderita mengalami gagal ginjal, paru-paru, hati, dan pendarahan hebat. Nyawa Flores bagai telur di ujung tanduk.

Doa Romero
Nyawa sang istri berada di ujung maut, membuat Rivas kalang kabut. Kecemasan menyerbu pikiran dan hatinya. “Saya menatap Flores sedang berjuang dalam maut,” ceritanya dengan mata berkaca-kaca.

Sudah beberapa hari, Flores tak sadarkan diri. Jumat, 4 September 2015, tim dokter memberitahu Rivas bahwa kondisi sang istri kian memburuk. Harapan untuk hidup amat kecil. Dokter pun sudah angkat tangan. Rivas hanya menundukkan kepala. Air mata kembali menggenangi pelupuk matanya. Hanya kekuatan doa yang bisa memulihkan Flores, pikir Rivas kala itu. “Jika kamu percaya kepada Tuhan, mintalah kepada-Nya agar istrimu diselamatkan,” pesan seorang dokter kepada Rivas. Saudara maut seolah sedang mengintip, mengancam nyawa sang istri.

Rivas pun segera pulang ke rumah. Ia hanya ingin berdoa. Dini hari, sekitar pukul 02:00, Sabtu, 5 September 2015, Rivas sedang bersiap untuk berdoa. Ia mengambil Alkitab. Tak sengaja, ia menemukan gambar Beato Óscar Arnulfo Romero y Galdámez atau yang dikenal sebagai Beato Óscar Romero. Ingatan langsung tertuju ke almarhum neneknya yang pernah menitip pesan, agar Rivas senantiasa berdoa melalui perantaraan sang beato. Tapi Rivas mengakui, tak pernah melakukan pesan sang nenek tersebut.

Tapi tidak malam itu. Untuk pertama kalinya, Rivas berlutut, mengatupkan tangan, memejamkan mata, lalu merapalkan doa di depan gambar Beato Óscar Romero. Dia berdoa sampai tertidur.

Esok harinya, Rivas bertandang ke rumah sakit; melihat kondisi sang istri. Bagai hujan pertama di bulan kemarau, Rivas mendapati kabar yang menyejukan. Perawat yang menemani istrinya mengatakan bahwa dini hari, sekitar pukul 02:00 atau 02:30, kondisi Flores tiba-tiba membaik.

Rivas hanya terdiam. Ia ingat, pada saat bersamaan, sedang berdoa melalui perantaraan Beato Óscar Romero. “Saya terdiam, membeku. Saya tidak mengerti apa yang sedang terjadi,” kisah Rivas.

Tiga hari berselang, Selasa, 8 September 2015, Flores siuman. Hampir sembilan hari, Flores tak sadarkan diri. Kabar kesembuhan Flores itu sempat membuat geger di rumah sakit. Banyak orang percaya bahwa Flores tengah mengalami sebuah mukjizat.

Bayi dalam kandungan Flores pun lahir dengan selamat. “Bayi kami dalam kondisi sempurna. Bayi yang sangat sehat,” ujar Flores penuh sukacita.

Mukjizat Nyata
Kasus Flores segera mengundang tanya bagi tim medis. Tim medis Rumah Sakit Maternidad de Mayo San Salvador mempelajari dengan serius “mukjizat” penyembuhan itu. Apalagi kabar “mukjizat” itu juga telah menyebar sampai ke telinga Gereja. Gereja lokal San Salvador pun mengirimkan tim untuk menyelidiki “mukjizat” itu.

Setelah bergumul dengan aneka pemeriksaan medis dengan seksama, tim menyatakan bahwa kejadian yang menimpa Flores “tidak memiliki penjelasan ilmiah”. “Kami menilai bahwa harus ada kekuatan superior dalam kasus penyembuhan Flores, dan kami tidak bisa menjelaskan secara ilmiah,” tegas Direktur Rumah Sakit Maternidad de Mayo San Salvador Doktor Armando Lucha, yang juga bertugas memeriksa berkas-berkas klinis Flores setebal 900 halaman.

Peristiwa “mukjizat” ini lantas dikirimkan ke Vatikan. Setelah diperiksa selama hampir tiga tahun, pada Maret 2018, Paus Fransiskus melalui Kongregasi Penggelaran Kudus menyetujui dekrit kanonisasi Beato Óscar Romero. Mukjizat yang dialami Flores menjadi alasan utama dekrit penggelaran kudus tersebut.

Di mata Gereja Amerika Selatan, sosok Uskup Agung San Salvador Mgr Óscar Romero (15 Agustus 1917-24 Maret 1980) telah menjadi “santo”. Uskup Agung yang memiliki moto penggembalaan Sentire cum Ecclesia ini dikenal amat dekat dengan umatnya. Ia menjadi simbol perlawanan kelas bawah atas rezim penguasa yang otoriter. Ia ditembak mati saat memimpin Misa di sebuah kapel rumah sakit, 39 tahun silam.

Pada 23 Mei 2015, Paus Fransiskus memberikan gelar Beato kepada Mgr Óscar Romero. Upacara beatifikasi digelar di San Salvador. Tiga tahun berselang, 14 Oktober 2018, Paus Fransiskus menggelarinya sebagai seorang santo. Ia dikanonisasi bersama enam orang kudus lainnya, termasuk Paus Paulus VI. Santo Óscar Romero menjadi patron bagi Gereja di Amerika.

Pendoa Bagi Penderita
Minggu, 14 Oktober tahun lalu, Rivas dan Flores bersama tiga anaknya berada di Lapangan St Petrus Vatikan. Mereka menjadi saksi proses kanonisasi sang santo Amerika. Rivas dan Flores tak kuasa membendung air matanya. “Saya sangat yakin, Santo Romero adalah orang yang suci, abdi Allah. Sebagai seorang gembala, ia senantiasa membela kawanan dombanya, membela orang-orang miskin, membela mereka yang menjadi korban. Kini ia menjadi pendoa bagi orang-orang yang menderita, miskin, dan papa,” ujar Flores.

Sementara, Rivas seolah belum percaya dengan kejadian yang menimpa istrinya. “Saya baru mengerti saat ini bahwa mukjizat Allah itu sungguh luar biasa!”

“Ya, ini memang luar biasa. Mukjizat ini kabar gembira, maka saya harus bagikan kepada orang lain, agar mereka percaya bahwa mukjizat dari Allah benar-benar ada,” timpal Flores.

Y. Prayogo

HIDUP NO.10 2019, 10 Maret 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here