Menjadi Bapak Bangsa di Hadapan Bapa

152
Paus Fransiskus saat mencium kaki Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir Mayardit di Sancta Marta, Vatikan.
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Tuhan telah memberi kepercayaan besar dengan memilih kita untuk menjadi rekan kerja-Nya dalam menciptakan dunia yang lebih adil.

Paus Fransiskus mengundang Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir Mayardit dan jajaran pemimpin pemerintahannya untuk bertemu di Vatikan, 10-11/4. Pertemuan ini juga diisi dengan retret yang diikuti Kiir bersama empat dari lima Wakil Presiden Sudan Selatan yang ditunjuk yaitu: Riek Machar, James Wani Igga, Taban Deng Gai dan Rebecca Nyandeng De Mabior.

Dengan pertemuan ini, sebenarnya Paus sedang mempertemukan faksi-faksi yang bertikai di Sudan Selatan. Berdasarkan perjanjian perdamaian yang ditandatangani pada September lalu, wakil presiden akan berkantor bersama mulai 12 Mei mendatang.

Di akhir retret, Paus Fransiskus berlutut di kaki mereka, ia mencium satu-persatu kaki faksi-faksi yang bertikai itu dan meminta mereka mewujudkan perdamaian. Ia meminta mereka menjadi “para bapak bangsa” yang pantas. “Sebagai saudara, saya meminta kalian untuk tetap berdamai. Saya meminta dari hati, mari kita maju. Akan ada banyak masalah, tetapi jangan takut. Anda telah memulai suatu proses, semoga berakhir dengan baik,” kata Sri Paus.

“Akan ada perbedaan pendapat di antara kalian, tetapi semoga itu hanya terjadi di kantor. Sementara, di depan rakyat, kalian bergandengan tangan; dengan cara ini, dari warga negara biasa Anda akan menjadi bapak bangsa, pinta Paus.” Bapa Suci saat menutup retret yang berlangsung dua hari itu, menyebut tujuan dari retret ini adalah untuk berdiri bersama di hadapan Tuhan dan untuk melihat kehendak-Nya. Retret sendiri diselenggarakan di Domus Sanctae Marthae, tempat tinggal Paus Fransiskus.

Paus juga memberi tahu para politisi dan anggota Dewan Gereja bahwa “damai” adalah kata pertama yang Yesus ucapkan kepada para murid setelah kebangkitan-Nya. “Damai adalah karunia pertama yang Tuhan bawa untuk kita, juga komitmen pertama yang harus dikejar para pemimpin bangsa. Perdamaian adalah kondisi mendasar untuk memastikan hak-hak setiap individu dan pengembangan integral dari seluruh masyarakat.”

Sudan Selatan merdeka dari Sudan pada 2011 setelah perang selama bertahun-tahun. Tidak sedikit warga sipil meninggal atau terpaksa lari dari rumah mereka, serta kelaparan akibat perang saudara selama lima tahun. Setelah begitu banyak kematian, kelaparan, luka, dan air mata, Paus Fransiskus mengatakan, para peserta retret telah mendengar dengan jelas tangisan orang miskin dan yang membutuhkan; itu naik ke surga, ke jantung Allah, Bapa kita, yang ingin memberi keadilan dan kedamaian.

Paus Fransiskus meminta para pemimpin untuk tetap berada dalam suasana retret dan merasakan sedang berdiri di hadapan Tuhan, yang mampu melihat kebenaran di dalam kita dan menuntun kita sepenuhnya pada kebenaran itu. Para pemimpin, lanjut Bapa Suci, harus menyadari betapa Tuhan mencintai mereka, ingin mengampuni mereka, dan memanggil mereka untuk membangun negara dengan damai karena Yesus memanggil semua orang percaya untuk bertobat. “Kita mungkin telah melakukan kesalahan, beberapa kesalahan kecil, yang lainnya jauh lebih besar, tetapi Yesus selalu siap untuk mengampuni mereka yang bertobat dan kembali untuk melayani umat,” ujar Paus.

“Yesus juga memandang kita masing-masing, di sini dan saat ini. Dia menatap kita dengan cinta, Dia meminta sesuatu, Dia mengampuni sesuatu, dan Dia memberi kita misi. Dia telah memberi kepercayaan besar pada kita dengan memilih kita untuk menjadi rekan kerja-Nya dalam menciptakan dunia yang lebih adil,” demikian kata Paus Fransiskus seperti dikutip dari National Catholic Reporter.

Hermina Wulohering

HIDUP NO.16 2019, 21 April 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here